Epilog

23.5K 1K 50
                                    

Setelah menikah dengan Nino, banyak perubahan yang Airin temui dalam diri suaminya. Ternyata benar ketika Mommy bilang Nino rela begadang saat tugas kantornya belum beres, dan ternyata Nino memang sering melewatkan jam makannya.

Oleh sebab itu, mengantar makan siang ke kantor sudah jadi agenda wajib Airin tiap siang.

Namun belum sampai di halaman kantor, Airin sudah menghentikan langkahnya saat tak sengaja melihat Nino ada di kedai seberang kantor dengan seorang wanita asing.

Tanpa pikir panjang, Airin langsung menghampiri Nino yang sepertinya sedang asyik berbincang, sesekali mereka berdua tertawa lepas.

"Ino." panggil Airin membuat Nino menoleh lalu menarik senyumnya.

"Akhirnya Irin datang juga," Nino mengusap-usap kedua tangannya tak sabaran menunggu Airin membuka bekal makannya hari ini, "Ino nunggu dari tadi, kirain Irin nggak bakal datang."

Wanita asing itu terkekeh melihat tingkah Nino yang berubah drastis, mendadak manja setelah kedatangan perempuan yang diyakininya sebagai istri Nino.

"Lo Airin, kan?" wanita itu melempar senyum segan kala Airin melihatnya, "gue Pradipta, salah satu kolega Nino. Sorry ya gue nggak datang ke pernikahan kalian, soalnya gue lagi perjalanan bisnis ke London."

"Oh, iya gue inget. Nino sering cerita kalo elo itu kolega yang selalu dukung program dia."

Selanjutnya Pradipta hanya bisa tersenyum melihat interaksi Nino dan Airin yang romantis, mengingatkannya pada masa dimana dia sering terbawa perasaan dengan kebaikan Nino. Siapa sangka ternyata lelaki itu telah memiliki pendamping hidup yang lebih sempurna darinya.

"Kayaknya gue harus pergi sekarang deh, nggak enak ganggu pengantin baru." Pradipta menyampirkan tasnya lalu pamit pulang.

Airin kembali menatap Nino setelah sosok Pradipta hilang di seberang jalan, "Aku jadi inget deh, dulu aku sering mergokin kamu makan sama cewek lain. Terus aku ngaku sebagai Kakak kamu biar nggak ganggu acara selingkuh kamu." Airin terkekeh mengingat reaksi terkejut Nino tiap kali dia memergoki lelaki itu bersama cewek lain.

Nino menelan kunyahannya sebelum membalas ucapan Airin, "Aku tuh paling nggak suka denger kamu kenalin diri sebagai Kakak. Kenapa nggak bilang aja kamu pacar aku, biar cewek-cewek itu mundur karena lihat pacar aku secantik kamu."

"Aku nggak mau nyakitin hati orang, kamu yang bikin mereka berharap. Jadi kamu juga yang harus bertanggung jawab."

Nino mengangguk seadanya sambil melanjutkan makan siang, dia harusnya tahu hati Airin itu selembut sutra. Sejak mereka berpacaran, selalu saja ada laki-laki yang berani menyatakan perasaannya pada Airin. Karena perempuan itu tidak tegaan, Nino lah yang akhirnya maju memperkenalkan diri sebagai pacar Airin.

Setelah selesai makan, Nino tiba-tiba saja meraih tangan kanan Airin dan menggenggamnya lembut.

"Kalo nggak pacaran sama kamu, aku nggak tau udah berapa banyak mantan aku," kemudian Nino mengusap pelan tangan itu, "terus aku mungkin nggak bakal nikah sama kamu."

"Dan itu hal terburuk yang pernah kita pikirkan." lanjut Airin, membuat Nino sempat tersentuh sebelum akhirnya mengecup punggung tangan sang istri.

"I love you."

"Love you too."


*****


Entah sudah berapa lama Airin mondar mandir di teras rumahnya, ponsel di tangan dia genggam untuk menunggu kabar dari sang suami. Namun sepertinya itu mustahil karena saat dihubungi pun nomor Nino tidak aktif.

My Precious Girlfriend ✔Where stories live. Discover now