[112]

1.1K 149 63
                                    

Tengah malem Kevin kebangun, buka laptopnya dan iseng aja nyari-nyari sesuatu. Hyun-Joon tenang banget tidur di sampingnya, sesekali Kevin liatin wajahnya dan dia senyum.

Kevin udah mikirin ini mateng-mateng. Dia harus lanjutin hidup, ga boleh stag aja ga jelas kayak gini.

Tangannya tanpa sadar ngetik keyword yang sebenernya bukan maksudnya ke situ.

Dia buka satu situs kampus, UCLA if yall have heard that. Kevin liat-liat programnya, banyak juga ternyata.

Ternyata ada jurusannya Hyun-Joon, Desain Arsitektur.

Kevin mikir sebentar, ga mungkin dia kuliah di Los Angeles sementara Hyun-Joon masih di sini. Hyun-Joon harus ikut.

Nanti pagi coba Kevin tanya Hyun-Joon tahun depan mau ikut pindah kampus atau engga.

Tangannya berhenti lagi di satu jurusan. Jurusan Musik, sama kayak Chang-Min.

Dalam kepalanya muncul lagi memori dulu waktu ibunya masih hidup. Ibunya suka banget main piano, nyanyiin dia lagu-lagu lama.

Masih sambil nostalgia, Kevin nemu lagi banyak jurusan-jurusan yang bisa dibilang emang passion dia sejak kecil.

Ponselnya geter. Kevin noleh dan nemuin satu nama yang udah beberapa bulan ini ga pernah nelpon dia lagi.

Kenapa sekarang malah nelpon, dan lagi tengah malem begini.

"I'm not in the mood to hear anything from you, Sir," katanya.

Walaupun Kevin ga suka, dia udah buat perjanjian sama beliau kalau beliau telpon harus diangkat. Gantinya, beliau ga akan ganggu hidup Kevin.

"Son, how are you?"

Suara ini, gimana pun juga Kevin pernah suka banget denger beliau nyanyiin lullaby sebelum tidur.

Sekarang suaranya terdengar sejalan sama usianya, udah mulai tua. Kevin bisa ngerasain suara dari seberang sana bergetar, entah nahan tangis atau gimana.

"Do you really need my answer when you exactly know my condition more than I do?"

Kevin tau, beliau selalu punya orang untuk ngawasin dia. 24/7. Bahkan ada yang sengaja tinggal satu apartemen sama dia.

Tapi Kevin tetep hormatin itu. Semua ini emang udah masuk ke perjanjian mereka.

Kedengeran suara ketawa dari seberang. Ketawa miris gitu, tapi tetep aja nadanya surprisingly bikin hati Kevin menghangat. "I'm so proud that you can always manage anything perfectly. The mega project in Seoul, you really direct and control it well."

Ga kaget sih Kevin, beliau pasti tau.

Mega proyek Seoul itu, sebenernya Kevin otak dari semuanya. Udah dia pikirin mateng-mateng dari lulus SMA, dia coba obrolin pelan-pelan ke para pengusaha. Terealisasi baru awal tahun ini, fix akan dilaksanakan.

Sejenis permainan psikologis yang dia bangun di antara para pebisnis.

"I have your gen, however."

"Yeah, you exactly do."

Hening. Beliau belum ngomong apa-apa lagi. Tangan kanan Kevin yang masih di atas keyboard mendadak gemeter.

Tremornya kambuh.

Kepalanya ngulang lagi semua kejadian buruk waktu dia kecil. Jelas banget.

"Sorry, Son."

Life Is Not Only Yours (Book 1) || The BoyzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang