[142]

1K 146 9
                                    

Di teras masih ada Young-Hoon, Ju-Yeon, Sang-Yeon yang lagi duduk santai aja ngobrol. Eric sama Jacob lagi main game di ruang tengah dan Hak-Nyeon udah tepar soalnya tadi makan paling banyak.

Satu mobil hitam masuk pekarangan. Dikirain kan Kevin gitu dateng lebih awal. Taunya Chan-Hee.

"Heh, mobil siapa tuh dibawa."

Seinget Young-Hoon tadi Chan-Hee bilangnya mau naik kendaraan umum. Kok balik-balik bawa mobil.

Ga mungkin beli, kan??

"Mobil dinasnya Ayah," katanya.

Chan-Hee langsung duduk di samping Sang-Yeon, naruh kepalanya di pundaknya.

"Kamu kenapa?" Sang-Yeon tau kalau Chan-Hee kayak gini pasti ada yang dipikirin.

Belum juga dijawab, si Ju-Yeon nimbrung nanya, "Dari mana lo?"

"Eh? Ada Ju-Yeon kok gue ga ngeh." Chan-Hee ketawa terus duduk tegap biasa lagi. "Abis ke kantor Ayah."

"Di sini?" tanya Ju-Yeon lagi.

"Engga, di Amsterdam. Sejam lah dari sini. Tadi gue dijemput di halte sama supir terus pulang gue minta bawa mobil sendiri."

Yang lain ngangguk doang nyimak. misqueen pipel mah can't relate, apalagi Ju-Yeon.

Halah sok miskin kamu, Ju.

Chan-Hee nyomot rokoknya Sang-Yeon satu ga bilang-bilang. Untung adek ya, Yeon, tapi kesel gitu ingin menghujat.

"Gue disuruh nikah sama Ayah."

Kan bener, ada yang ngeganjel di hatinya Chan-Hee.

"Ya nikah, lah. Calon ada, duit banyak, restu udah, tunggu apa lagi?" Young-Hoon nanggepinnya ga nyantai ya.

Maklum, dia nikah sama Chang-Min lack di restu soalnya. Hehe.

Chan-Hee pasang muka melas banget. Kasian. Untung ga ada Kevin, udah abis dikatain kali.

"Ga tega gue Hiichan masih muda gitu, masih pengen main sama temennya kali."

"Sok tua dah lo." Ju-Yeon ngelempar Chan-Hee pake anggur yang dari tadi emang majang di meja.

"Lagian gue masih ga tau dia gimana ke Kevin."

Dia ga ceritain Kevin sakit. Pokoknya yang tau cuma Sang-Yeon, itu pun si kakak diem aja.

Walaupun Hyun-Joon udah bilang Hitomi ga ada apa-apa lagi sama Kevin tapi kalau belum orangnya sendiri yang bilang Chan-Hee masih ngerasa kurang.

"Lagian heran deh gue, kayaknya orang Korea lain kadang umur kepala tiga belum pada nikah, tuh."

"Beda lah, Chan-Hee." Sang-Yeon udah ancang-ancang mau ceramahin Chan-Hee. "Orang negara kita tuh nikahnya lama karena sibuk kerja ngumpulin uang buat biaya nikah sama tabungan.

"Keluarga lo kan beda. Mereka dari sananya udah mapan, apalagi Bunda, kan? Makanya Bunda berani nikah muda karena ga pusing mikirin biaya hidup.

"Dan berhubung anaknya cuma dua, lo sama Kak Ren, Bunda maunya salah satu nikah cepet juga kayak mereka. Kak Ren aja sampe betah banget di Tokyo soalnya ga mau dipaksa nikah cepet-cepet.

"Dan lagi nih, sekalinya dia udah nemu calon taunya harus ngalah sama adeknya."

Chan-Hee diem pas Sang-Yeon bilang itu.

Iya, sih, Ren udah bela-belain ngalah biar Chan-Hee bisa sama Hitomi.

Tapi selama ini Chan-Hee kerjaannya ngeluh mulu ke kakaknya.

"Tuh dengerin," kata Young-Hoon.

Heran ini Young-Hoon lagi sensi apa gimana.

"KAK JU-YEON, DIPANGGIL KAK JAE NIH. KAYAKNYA MAU MUNTAH DEH DIA."

Empat orang di teras ini langsung nengok ke pintu, padahal Eric teriaknya dari dalem.

Ju-Yeon pun langsung lari nyamperin Hyun-Jae ke kamar.

Sisa tiga orang ini jadi diem-dieman. Mikir random aja, sih.

Khusus Young-Hoon, dia lagi inget-inget janji nikah yang akhirnya dia hapal juga.

Beberapa menit Ju-Yeon balik lagi ke teras, duduk di tempatnya.

"Hyun-Jae kenapa, Ju?" tanya Sang-Yeon.

Ju-Yeon yang lagi bakar rokok baru langsung noleh. "Muntah, Kak. Pengaruh dari obatnya emang itu."

"Obatnya terlalu keras kali? Minta ganti aja coba," yang ini saran dari Chan-Hee.

Dalam hati sih Ju-Yeon mau banget cerita ke temen-temennya. Tapi dia inget kalau dia sendiri aja taunya diem-diem bukan dari Hyun-Jae langsung.

"Ga ada gantinya, harus obat itu. Udah pernah bilang ke dokter. Dikasih imbangannya, sih, tapi kayaknya tetep kadang-kadang muntah."

Hening lagi. Mereka larut sama pikiran masing-masing.

"Eh, gue punya pikiran random, deh. Kalian mau denger, ga?"

Tau-tau Ju-Yeon buka obrolan lagi.

Dia baru keingetan sama kejadian kemarin, waktu bundanya Hyun-Jae dateng.

"Apaan?" tanya Sang-Yeon.

"Sebelumnya gue tanya dulu. Chan-Hee, bunda lo nikah umurnya berapa?"

Chan-Hee agak aneh ini anak ngapain nanya gituan. Tapi tetep dia jawab. "Dua puluh kalo ga salah. Langsung hamil Kak Ren."

"Umurnya sekarang berapa?" tanya Ju-Yeon lagi.

"Kak Ren aja udah mau dua lima, tinggal tambahin dua satu, empat enam kalo ga salah."

"Menurut kalian, nih ... bundanya Hyun-Jae umurnya berapa?"

Semuanya diem. Pada mikir.

"Cara ngitungnya sama, lah," kata Chan-Hee. "Kak Hyung-Sik kan dua sembilanan, tambah umur bundanya waktu lahiran dua puluh. Empat sembilan lah kira-kira."

Kan bener dugaan Ju-Yeon.

"Akhir empat puluh, kan?" kata Ju-Yeon. "Tapi kemarin Bunda bilangnya dia umurnya empat puluh awal. Makanya gue secara ga sadar kaget pas Bunda bilang masih bisa hamil."

Terus Ju-Yeon ceritain semua obrolan dia kemarin. Yang lain nyimak, sekalian mikir.

Dan emang Chan-Hee yang otaknya agak di atas yang lain mulai paham maksudnya Ju-Yeon.

"Bunda bilang hamil Hyun-Jae waktu umurnya sembilan belas," lanjut Ju-Yeon.

"Ga mungkin, lah," kata Chan-Hee. "Salah ngomong kali, maksudnya Kak Hyung-Sik."

"Dia jelas banget bilangnya Jae-Hyun, Chan-Hee."

Diem lagi agak lama.

Sampai akhirnya Sang-Yeon nimbrung. "Lo pada sadar ga, sih, Kak Jeong-Han sama Ye-Rin tuh ga mirip ke ayah atau bunda mereka?"

Yang lain masih diem mikirin omongan Sang-Yeon.

"Maksud gue, Kak Hyung-Sik, Kak Baek-Hyun sama Hyun-Jae tuh mirip ayahnya, apalagi Hyun-Jae kan persis banget.

"Nah, logikanya, kalau Kak Jeong-Han sama Ye-Rin ga mirip ayah mereka, harusnya lebih mirip ke Bunda. Tapi jauh tuh ga mirip."

Bener juga.

Mereka berempat yang tadinya niat santai liatin bintang jadi dipaksa berpikir keras.

"Gue bukannya mikir aneh-aneh apa gimana, ya. Mungkin ga sih ...."

Omongan Chan-Hee ngegantung, tapi dia yakin tiga temennya ini paham maksudnya.

"Coba tanya Hyun-Jae aja, Ju," Young-Hoon nyaranin ke Ju-Yeon.

Ju-Yeon diem aja, liatin sepatunya. Padahal ga ada apa-apa di situ. "Nanti deh kalau agak santai gue ngobrol sama dia."

Dari awalnya cuma pikiran random, sekarang mereka berempat punya asumsi aneh-aneh yang sebenernya masuk akal tapi tetep aja ga bisa mereka percayai.

Another konspirasi wahyudi.

Life Is Not Only Yours (Book 1) || The BoyzWhere stories live. Discover now