DM || Bagian 3

25.1K 2.3K 266
                                    

"Ketika yang semu tak bertamu. Ketika orang berkata bahwa sesuatu itu tak nyata. Dan ketika yang tak ada di depan mata tak terasa ... bukan berarti mereka itu tak ada."

OoO

Suasana malam di desa memang sunyi sekali. Belum lagi suara gagak yang bergaungan entah darimana asalnya. Pepohonan nampak mengerikan. Gemerisik daun sedikit saja sanggup membuat mereka menutup mata. Tapi Yuta mati penasaran. Ia bersandar pada meja kayu dan menatap pada jendela bambu yang tertutup gorden kain bekas di depannya. Satu petromaks diletakkan tepat di sampingnya, sementara Abas dan Kamal duduk di tikar bawah ditemani satu petromaks pula.

"Gimana nasib Isabel sama Riri?" celetuk Yuta. Pemuda itu memakan singkong rebus yang diberikan Pak Saleh tadi. Setidaknya cukup untuk mengganjal perut.

"Hah, aku gak tahu," Kamal menarik nafas panjang. "Aku khawatir sama mereka berdua. Kalian pasti tau, Isabel sama Riri itu sama - sama penakut. Tapi mau gimana lagi?"

"Kita terobos aja malam ini! Kita susul ke rumah mereka berdua!" usul Abas semangat. Persis seperti usul Riri tadi.

"Iya. Saya juga mikir gitu. Saya ngerasain ada firasat nggak enak buat mereka. Kayak ... Ada sesuatu yang terjadi." Yuta berucap cemas. Tangannya berkali - kali mengetuk alas meja tak sabar.

"Rasanya juga ada sesuatu yang buruk. Kalau gitu kita langsung susul mereka aja. Aku khawatir sama Riri juga Isabel. Tapi harus ada dua orang yang jaga disini. Kalian tetep disini, biar aku yang nyusul kesana!" seru Abas semangat. Nyaris membuka pintu sebelum Kamal menarik kaosnya.

"Duduk dulu, Bas. Kita harus rencanain mateng - mateng," tegur Kamal. "Desa Widi itu mitosnya kota. Kita bener - bener gak tau seluk beluk di desa ataupun yang orang - orang sebut dengan nama ... Mayang Hitam?" lanjutnya pelan.

Yuta ikut nimbrung. Dia turun dari kursi kayu yang sudah reyot karena termakan usia. "Iya. Pak Saleh cuma bilang Mayang Hitam. Gak tau makhluk apa itu," cetusnya pelan, "di Desa Widi, Mayang Hitam jadi ketakutan jelas. Saya lihat sendiri ekspresi Pak Saleh tadi waktu cerita. Tegang banget. Mungkinkah ada tragedi sampai Mayang Hitam jadi misteri?"

"Bisa jadi," sahut Kamal. Pembicaraan mereka semakin seru saja, "bisa jadi pernah ada tragedi di Desa Widi. Kalian pasti paham, kalau api takkan pernah menyala jikalau sumbu tidak pernah dipantik api itu sendiri. Aku jadi penasaran, ada tradisi apa di desa ini sampai ada tiang di tengah hutan yang katanya buat tumbal?"

"Kita harus cari tau sebelum mati penasaran. Saya bener - bener ngerasa kalau kita harus lari jauh dari desa ini," usul Yuta gelisah. Berkali - kali ia mengacak rambut demi melampiaskan rasa frustasinya. "tapi yang perlu kita waspadai Mayang Hitam itu sendiri. Bukan hal gak mungkin kalau Mayang Hitam itu datang malam ini."

Abas hanya bisa mengganguk. Ia merapatkan tubuh pada Kamal dan Yuta tatkala merasakan hawa semakin dingin di sekitar mereka. Bercerita mengenai sosok mitos mengerikan di tempat itu sendiri pada malam hari dan hanya ditemani petromaks, bukanlah hal yang pernah dipikirkan Abas sebelumnya.

"Bas," panggil Kamal.

Abas menoleh singkat. "Apa?"

"Kamu udah pasang jimat yang dikasih sama Pak Saleh tadi di depan pintu, 'kan?" lanjut Kamal was - was.

Diamnya Abas sanggup membuat Yuta dan Kamal tercekat. Tenggorokan mereka terasa kering mendadak. Terlebih ketika mereka yakin di luar langit sudah mulai gelap. Tanpa dikomando, Abas merogoh kantung jeans yang dikenakannya seraya berdoa, semoga saja perkiraan Kamal salah.

Abas tertegun sejenak. Ia mengangkat benda kecil bertali dari kantungnya. "Lu-lupa."

"Brakkkk!"

Desa Mati [Completed]Where stories live. Discover now