DM || Bagian 13

15.2K 1.9K 158
                                    

"Sekali - kali, cobalah lihat ke dalam cermin. Sentuhlah permukaan dan bayanganmu. Perhatikan pupil hitam mata di pantulanmu. Lalu lihatlah, bagaimana bayangan itu perlahan akan menyeringai kearahmu."

OoO

Awan hitam nampak berarak dari ufuk barat. Mengirimkan gelap dan mendung yang sedikit demi sedikit mengambil alih di cakrawala. Angin kencang juga dahan pohon yang bergerak ganas tak menyurutkan niat ketiga orang ini untuk bersantai di teras rumah.

"Kalian enggak pulang?"

Suara Nyi Roro segera menyesap di telinga Riri dan Isabel. Ketiga perempuan itu sedang bersantai tepat di pintu rumah. Duduk dengan diam sembari menatap jauh ke depan.

"Sebentar lagi, Nyi," jawab Riri. Tadi saat Yuta berteriak persis orang kerasukan, Kamal sendiri yang mengantar Isabel dan Riri ke rumah Nyi Roro. Menitipkan dua gadis itu dengan dalih keamanan karena Yuta yang memasuki masa siaga kerasukan.

Nyi Roro menggeleng. "Sudah mau hujan. Kalian harus pulang sekarang. Bukannya saya mengusir, saya justru senang sekali kalian bisa ada disini. Meskipun masih agak jauh dari waktu malam, akan bahaya kalau kalian pulang dalam keadaan gelap gulita dan hujan deras."

Mendengar petuah panjang itu mau tak mau membuat Isabel dan Riri beranjak berdiri. Memang nyaris gelap karena tidak ada lampu di jalanan desa. Isabel dan Riri memaklumi sikap Nyi Roro, terlebih usai beberapa kejadian mengerikan tempo hari.

"Saya ambilkan dulu daun pisang yang besar buat jadi payung. Sebentar." Nyi Roro lantas berdiri. Mengacak - acak sebentar tumpukan daun pisang di samping rumahnya dengan tergesa. Mungkin takut kalau kedua gadis itu berjalan sendiri di jalanan desa.

Isabel hanya menatap dari samping. Dia sedang sibuk memperhatikan satu benda yang sedari tadi terus menyita perhatiannya. "Nyi Roro," panggilnya.

"Iya?"

"Gelang Nyi Roro itu siapa yang kasih?"

Pergerakan Nyi Roro seketika terhenti. Wanita cantik itu menatap sebentar gelang berpelitur rumit di tangannya lantas tersenyum kecil. "Gelang ini dari Kang Rasim."

"Oh? Aku kira gelang itu dari suami Nyi Roro, Bel," bisik Riri pelan, "ternyata dari Pak Rasim."

Isabel mengganguk mengiyakan. "Gelang itu cantik sekali, Nyi. Ukirannya rumit dan teliti."

"Iya," jawab Nyi Roro. Ia berdiri usai menemukan dua daun pisang besar di tumpukan. Nyi Roro berjalan mendekat. Menyerahkan daun pisang itu lantas memandangi gelangnya kembali, "gelangnya memang cantik. Selain itu, gelang ini juga punya cerita disetiap ukirannya."

Isabel ingin bertanya lebih jauh. Ada pertanyaan yang benar - benar ingin ditanyakannya semenjak kemarin. Tapi melihat cuaca yang semakin memburuk, mau tak mau Isabel harus menyimpan kembali semua tanda tanya di hatinya.

"Kenapa gelang itu bercahaya setiap Mayang mendekat? Apa ada hubungannya dengan Mayang? Lalu Kang Rasim?"

Sayang sekali, tapi Isabel harus tutup mulut dulu untuk saat ini.

"Kalau begitu kami pamit du--"

"Sebentar. Biar saya pastikan dulu ada apa saja yang menanti kalian di jalanan desa." Ucapan Nyi Roro itu sukses membangkitkan rasa gemetar di hati Isabel dan Riri. Menunggu mereka? Yang benar saja! Mereka bahkan tak pernah membayangkan ditunggu makhluk halus seperti ini.

"Ada apa, Nyi?"

Nyi Roro membuka matanya. Wanita itu menghela nafas pelan. "Tidak terlalu berbahaya tapi benar - benar usil. Nanti kalau kalian menemukan pohon randu besar, jangan dilihat dan langsung lari dari sana! Jika kalian merasa ada yang ganjil dari semak kecil atau pohon - pohon, lari secepat mungkin. Dan terakhir..."

Desa Mati [Completed]Where stories live. Discover now