DM || Bagian 17

13.9K 1.7K 87
                                    

"Aku baru sadar jika semua adalah kesalahan, ketika adikku yang berusia 5 tahun berkata bahwa dia melihat sosok yang mirip dengannya di kolong tempat tidur. Padahal aku yakin, jika ... aku itu anak tunggal."

OoO

Tes.

Tes.

Tes.

Zraash!

"Sial, hujannya makin deres, Yut!" ucap Kamal. Dia merunduk pelan. Menghindari hujaman air yang terasa perih dan menusuk di kedua matanya. Jas hujan yang dikenakannya pun tidak sanggup menahan rembesan air yang malam ini semakin menggila.

"Kita harus cepet sebelum jejaknya hilang!" teriak Yuta. Berusaha mengalahkan bisingnya angin agar Kamal mendengar suaranya, "karena kalau boleh jujur, saya sendiri agak lupa arah ke tiang tumbal."

"Selama jejaknya masih ada, kita bisa ke tiang tumbal!" pekik Kamal tak kalah kerasnya.

Mereka kini tengah bertempur dengan badai malam. Berdua, meskipun tadi Abas ngotot untuk diajak pergi juga. Becek. Jalanan desa yang di dominasi lumpur dan tanah membuat pergerakan mereka semakin sulit. Belum lagi bekas seretan tubuh Jihan yang perlahan - lahan mulai menghilang.

"Kita udah lewatin depan desa. Sekarang tinggal terusin jalan ke hutan. Kira - kira gak jauh dari sini lapangannya." Yuta berusaha menyipitkan mata. Dia mengetuk pelan senter di tangannya lantas menyorot ke depan. "Itu! Ada jejak lagi!"

Mereka berdua sontak berlari ke arah salah satu cabang pohon. Kamal yang bergerak maju. Dia mengambil benda yang tersangkut di ranting lantas menyorotnya dengan senter. "Kain biru."

Yuta mengganguk. "Baju Jihan juga biru."

Tanpa berucap lagi, keduanya berlari menyusuri hutan. Melewati ranting dan sulur pohon yang terjuntai di gelapnya malam. Medan yang licin, angin yang kencang juga minimnya pencahayaan menjadi rintangan tersendiri kali ini. Yuta dan Kamal bahkan harus terjungkal beberapa kali akibat tersandung akar pohon yang mencuat di tanah.

"Hosh! Hosh! Hosh!"

Keduanya menatap ke depan. Mencoba mengatur nafas sembari meneliti keadaan sekitar yang gelapnya nyaris sempurna.

Ada sisa pasak tenda mereka dahulu.

Tali.

Dan tiang di tengah lapangan.

Mereka ... sudah sampai di tiang tumbal.

"Jihan..." Yuta menoleh. Dia menatap Kamal intens. "Gak ada."

"Kita kesana dulu," ucap Kamal. Dia menarik nafas panjang sebelum melangkahkan kakinya menuju tiang. Yuta berjalan di belakang. Pemuda itu mempertajam pandangan di sekeliling sembari sesekali menyorot senternya pada deretan pepohonan yang nampak rapat.

Rasanya seperti...

Sedang diawasi.

"Yut, lihat ini." Ucapan Kamal lantas menyadarkan Yuta yang masih terus meneliti sekitar. Dia mendekat pada Kamal. Ikut berjongkok sembari mengusapkan tangannya pada rumput basah di bawah tiang tumbal.

Darah.

Meski tak kentara, ada genangan darah yang perlahan mulai bercampur dengan tanah. Menimbulkan bau amis bercampur aroma besi yang tercium samar.

Yuta perlahan merunduk. Menyentuh tiang kayu di depan mereka sebelum matanya menangkap beberapa hal ganjil.

Satu.

Desa Mati [Completed]Where stories live. Discover now