DM || Bagian 28

14.4K 1.7K 150
                                    

"Kang..."

Nyi Roro menyentuh pelan lengan Pak Saleh. Wanita itu menyorot sendu. Kotak berukuran sedang di tangan pria itu membuatnya memusatkan seluruh atensi.

Nyi Roro menatap Pak Saleh lagi. "Sampai kapan kita harus seperti ini? Sudah 5 tahun. Sudah terlalu lama kita menjelma menjadi pembunuh. Kita berdosa, Kang. Kalaupun harus mati ... saya rela mati saat ini juga, daripada terus - terusan tenggelam dalam dosa seperti ini. Kang Luqis juga pasti kecewa melihat saya darisana. Jika saja bukan karena Kang Rasim, saya pasti sudah bunuh diri sedari dulu."

"Jangan dulu." Pak Saleh menatap kotak penuh boneka itu nanar. "Kita tebus kesalahan kita yang terakhir ini."

"Maksud Kang Saleh?"

"Kita selamatkan para remaja itu. Mereka pantas untuk hidup. Kamal, Yuta, Abas, Isabel dan Riri. Cukup Jihan, perempuan malang itu yang menjadi penutup dari semuanya." Pak Saleh menutup kotak itu kasar. Memeluknya erat sebelum menatap Nyi Roro lagi. "Saya akan sembunyikan kotak ini di rumah agar Rasim tidak bisa menemukannya. Sementara saya membuatkan jalan keluar untuk para anak muda itu, kamu jaga dan jauhkan mereka dari Rasim. Dan jika ada kesempatan meskipun sedikit, beritahu Kamal, Yuta ataupun Abas tentang upacara ini. Suruh mereka berhati - hati. Paham?"

Nyi Roro mengganguk.

"Kita harus segera membawa mereka pergi sebelum upacara penyembahan kepada iblis itu dimulai. Jika kita sampai terlambat, tidak akan ada yang bisa menghentikannya lagi." 

"Me-memangnya kapan upacara itu akan dimulai lagi? Saya masih ingat dua tahun lalu ada upacara besar di tengah tanah lapang. Dua kali saya melihat mereka membantai sesama manusia dengan kejamnya."

Pak Saleh memandang jauh ke depan. "Besok. Upacara penyembahannya akan dimulai besok. Dan saat itu terjadi, tidak akan ada yang bisa kita lakukan lagi. Yang jelas, jangan sampai Rasim menemukan kotak boneka ini. Karena kalau sampai itu terjadi, baik Isabel maupun Riri, tidak akan ada yang bisa selamat."

OoO

"Ternyata Pak Saleh dalang di balik tubuh Pak Wija selama ini?" Abas menatap tak percaya. Usai menemukan pemandangan yang membuatnya tercengang, pemuda itu buru - buru mempertahankan ketenangan emosinya. "Pantas saja Pak Saleh yang membawa teman - teman untuk masuk ke desa. Ternyata dia pembunuh keduanya! Hah ... aku nggak nyangka bakal nemuin hal seheboh ini."

Abas mencoba menetralkan amarahnya. Pemuda itu kemudian menutup kotak dan membawanya berdiri. Berniat memberitahu teman - temannya apa yang dia temukan sekaligus menjaga dua boneka tanpa luka milik Isabel dan Riri.

Dia berjalan mengendap - endap. Mati - matian bersyukur karena tidak ada adegan dimana Pak Saleh pulang mendadak seperti dulu. Abas lantas berjalan ke pintu belakang setelah memastikan tidak ada yang berubah di sekelilingnya. Bisa bahaya jika Pak Saleh pulang ke rumah dan menemukan beberapa barangnya ternyata sudah berpindah.

Yah ... kecuali kotak miliknya yang sudah pasti menghilang.

Abas tertawa sinis membayangkan betapa terkejutnya wajah Pak Saleh ketika menemukan boneka teluhnya raib. 

Klek...

Abas terperanjat.

Dia memeluk semakin erat kotak di tangannya.

"Selamat pagi, Abas."

Pak Rasim tersenyum lebar. Dia melambaikkan tangannya ke arah Abas yang tiba - tiba saja diam mematung. Pria itu tersenyum tanpa beban. Sama sekali tak terusik dengan angin kencang yang berhembus kuat di belakang.

Desa Mati [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang