DM || Bagian 7

21.2K 1.9K 132
                                    

[P.S : Bab 6, 7 dan 8 gak tau kenapa kebalik dan gak bisa dibenerin. Scrool ke bab 6 dibawah ini buat baca kelanjutannya. Maaf kalau tidak nyaman dan terimakasih^^]

OoO

"Kau tahu? Aku selalu menunggumu untuk melihatku. Menemaniku. Bermain bersamaku. Dan juga, tidur bersamaku di kotak besar nan gelap ini."

OoO

Pagi ini sinar mentari berpendar dengan cerahnya. Menghilangkan bayang - bayang hitam yang terpaksa ditelan cahaya. Menunggu sampai sang kegelapan kembali mentas di desa wingit. Mereka tidak menduga jika apa yang dilakukan pasti ada resiko.

Jika menginginkan jawaban, harus ada perjuangan.

Isabel dan Kamal hanya diam menyaksikan kaki telanjang Pak Saleh yang melangkah menuju pekarangan rumahnya. Pria tua itu mengernyit menatap pintu belakangnya yang terbuka. Terlihat jelas karna rumah itu hanya berukuran sepetak tanah kecil, dimana gambaran pepohonan dan cahaya dari hutan di pintu belakang merembes masuk dan menimbulkan pantulan di pintu depan.

Manifesti nyata dari kecerobohan.

Kini, Isabel dan Kamal yang bersembunyi di balik pohon randu depan rumah Pak Saleh hanya bisa berharap dan berdoa dalam hati. Berharap ada adegan klise dimana Pak Saleh mengira bahwa dirinya lupa menutup pintu belakang sehingga terbuka. Juga berdoa semoga ketiga manusia itu menyadari dan cukup memiliki waktu untuk kabur.

Pak Saleh tahu ada yang memasuki rumahnya.

Tapi, siapa?

Dan ... dimana mereka sekarang?

Krieeet...

Mata tajam Pak Saleh menyisir rumahnya. Jika pintu tersebut dibuka, maka akan ada satu ruangan berukuran sedang yang berisi satu kursi panjang, sebuah meja dan rak kecil. Jika menoleh ke samping, maka akan menemukan satu ruangan lagi yang hanya dibatasi kain--tempat dimana Pak Saleh biasa beristirahat. Dan jika terus ke belakang, akan ada satu ruangan kecil yang berisi meja batu dan juga arang untuk memasak umbi.

Tempat bersembunyi.

Sudah jelas yang pertama terpatri di pikirannya adalah sebuah ruangan kecil yang biasa orang sebut dengan kamar. Pak Saleh melangkah dengan hati - hati sembari mengeluarkan parang dari balik sarungnya. Kamal dan Isabel yang melihat kilatan tajam logam itu dari kejauhan hanya bisa menatap ngeri. Berharap mereka tidak ketahuan. Atau semoga mereka tidak mendapatkan hukuman sekira besarnya.

"Shhht..."

Yuta memberi isyarat pada Riri dan Abas untuk diam. Mereka bertiga bisa mendengar suara sibakan dari tirai yang menjadi penutup. Tubuh senyata itu dan menunduk di balik papan kayu yang menjadi sangga dinding? Mereka hanya bisa bermunajab.

Tap ... Tap ... Tap ...

Pak Saleh berhenti di tengah ruangan. Mengendus aroma manusia dari hidungnya yang terbiasa seraya mmengamati setiap inci barangnya. Apakah ada yang berpindah atau mungkin... hilang? Pak Saleh menyeringai keji, seakan menemukan barang yang diincarnya. Temuan besar. Pak Saleh mulai bergerak.

Melongok ke kolong kasurnya.

Kosong.

Membuka kotak kayu yang ia sebut lemari.

Kosong.

Menyibak kulit hewan yang menjadi tirai jendelanya.

Kosong.

Pria tua itu menghembuskan nafas gusar. Dimana? Mata senjanya beralih pada tumpukan papan kayu, yang ia sanggakan di dindingnya dalam keadaan nyaris roboh dan terbuka. Pak Saleh tersenyum licik. Ia berjalan penuh kehati - hatian. Kesenyapan. Tanpa suara.

Desa Mati [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang