DM || Bagian 10

16.5K 1.8K 255
                                    

"Pukul 23.59 malam ini, aku akan menghampirimu. Lihatlah di samping tempat tidurmu, aku akan berdiri disana dan mengamatimu dengan cakar yang bersiap mencabikmu."

OoO

Embun terlihat menyebar di pepohonan. Mengisi semua titik daun yang kosong, sebelum menguap karna cahaya sang surya. Sudah hampir masuk waktu Subuh, tapi Kamal masih tetap terjaga di sudut kamarnya. Peristiwa buruk yang dialaminya semalam benar - benar membekas. Menyisakan memori pahit di sudut ingatannya.

Tatapan pocong itu ... langsung menekan titik ketakutannya.

Kamal tidak menjerit atau lebih tepatnya ... tidak bisa. Pemuda itu justru merapatkan diri di sudut kamarnya. Menatap horor dan berakhir dengan mata terbuka semalaman.

"Mal, kamu udah bangun?" Yuta sudah berkali - kali mengetuk pintu. Ia yakin Kamal ada di dalam. Tapi setiap Yuta mengetuk pintunya, tidak ada sedikitpun sahutan yang berarti. "Mal, seengaknya jawab sesuatu biar aku tahu kalau kamu masih hidup."

Cklek...

Pintu terbuka dan Yuta langsung tersentak ketika melihat kondisi Kamal. Rambut hitam acak - acakan, wajah sayu dan juga kantung mata sehitam panda yang bertengger dengan jelasnya. Apa yang terjadi pada Kamal? Semalam dia dan Abas tertidur terlalu lelap, sehingga tidak menyadari apa yang terjadi di petak rumah kecil ini.

Yuta meringis prihatin. Dia menatap Kamal yang sedikit terpejam dengan heran. "Kamu kenapa?"

Kamal hanya membuka sedikit matanya lantas memejamkannya lagi rapat -rapat. "Apa?"

"Wajah kamu itu kayak orang gak tidur semaleman. Lesu dan kelihatan jelek banget. Kenapa, sih?"

"Aku emang gak tidur semaleman," balas Kamal sekenanya.

Yuta membeo. "Lah, kenapa?"

"Biasa."

"Biasa?"

"Pocong."

"HAH?!" Yuta berteriak sekuat tenaga, sampai membuat Kamal berjengit kaget dan membuka mata lebar - lebar. Abas yang sedang berjemur di depan rumah juga langsung berlari heboh masuk ke dalam.

"Kenapa? Ada apa, eh?" tanyanya beruntun. Pemuda itu langsung berdiri di samping Yuta dan menatap Kamal dengan intens. "muka kamu, Mal. Kenapa kok jadi tambah jelek gitu, sih?"

Kamal mendengus.

"Dia abis di datengin pocong tadi malem," jawab Yuta mewakili.

"HAH?! POCONG?!" pekik Abas. Histeris kelewatan. "Kok bisa di datengin, sih? Gimana caranya?"

"Caranya pake jampi - jampi. Ambil sekeranjang bunga mawar terus semedi di tengah ruangan sambil baca homina - homina sampai pagi. Gitu caranya." Yuta menjelaskan sedetail mungkin. Pemuda itu menatap yakin yang mau tak mau membuat Abas percaya saja.

"Oh, ngapain kamu homina - homina gitu? Mau jampi - jampi siapa? Isabel? Awas kalau yang kamu targetin Riri," ucap Abas lantas menyipitkan matanya.

"Eh, jangan Isabel juga, dong!" Yuta ngegas.

"Lah terus siapa? Masa' Nyi Roro?" Abas menjawab asal. Yuta hanya mengganguk kecil lantas melirik Kamal dengan jahil. Abas yang masih belum sadar jika dibohongi Yuta percaya saja. Makhluk polos. "Mal, kamu suka sama Nyi Roro? Duh, saingannya Pak Saleh sama Pak Rasim nanti nambah. Jangan deh kalau aku saranin. Yang lain aja. Yang muda digandeng yang tua dicaplok juga. Mayak!" (Mayak : Berlebihan)

"Bodo, ah." Kamal menyahut cuek. Pemuda itu langsung beranjak menuju bagian belakang rumah dengan Yuta dan Abas yang mengekor di belakangnya. Abas masih bertanya - tanya sedangkan Yuta sang dalang hanya terkikik kecil saja. Setidaknya gurauan kecil itu bisa menghibur hari - hari kelam mereka.

Desa Mati [Completed]Where stories live. Discover now