DM || Bagian 12

15.1K 1.7K 144
                                    

"Malam ini begitu dingin, gelap dan mencekam. Sampai aku tidak bisa membedakan, apa saja yang berada di sekelilingku, dan siapa siluet sosok tinggi di sampingku."

OoO

"YUTA!"

"YUTA!"

"YUTAA!"

Teriakan yang kesekian kalinya itu menyadarkan Yuta yang masih membeliak dengan nafas terengah. Pemuda itu meneliti sekitarnya dengan gemetaran. Menyisir satu per satu wajah - wajah bingung milik semua orang dengan pandangan tajam tanpa kedipan.

Tadi itu ... apa?

Yuta masih tak bisa mempercayai pandangannya sendiri. Tingkah Maot yang mengerikan, kepala terbelah, genangan darah juga teman - temannya yang mendadak menjadi raga tanpa jiwa. Sebenarnya, apa yang sedang terjadi padanya?

"Yut, duduk coba. Minum dulu air putihnya," ucap Abas. Pemuda itu membantunya duduk dan menyodorkan segelas air putih.

Yuta baru sadar kalau sedari tadi dia masih belum pergi di rumah Pak Wija.

"Kamu gak apa, Yut?" Kali ini Kamal yang berjongkok di samping Abas. "Kamu kenapa, sih?"

"Emang saya kenapa?" Yuta balik bertanya. Tengkuknya terasa kaku dan kesemutan.  Kepalanya sendiri masih terasa pening.  Yang diingatnya tadi Isabel dan Riri terbunuh. Isabel dan Riri. Yuta membeliak. "Isabel sama Riri mana?! Dimana mereka?! Mereka baik - baik aja, 'kan?"

"Tenang dulu, Yut. Kamu itu baru bangun pingsan udah teriak - teriak," keluh Abas kesal seraya mengusap telinganya yang terasa berdengung. Tentu saja. Yuta tadi berteriak tepat di samping telinganya.

Yuta tak menghiraukan. "Isabel sama Riri mana? Dimana mereka?!"

"Di rumah Nyi Roro. Kita udah nyuruh mereka untuk ke rumah Nyi Roro dulu. Pastinya aman. Yang aku mau tanya, tadi itu kamu kenapa?" Kamal mencoba berucap lembut tatkala melihat seraut ketakutan di kedua mata Yuta.

Yuta menghela nafas lega. Kalau Isabel dan Riri ada di rumah Nyi Roro, pasti mereka aman. Ya. Semoga saja. "Itu, tadi..."

"Apa?"

Yuta memandang gusar. "Isabel sama Riri mati. Mereka terbunuh di depan mata saya sendiri. Mereka mati, Mal. Saya bahkan gak sanggup nyelametin mereka," ucapnya. Mengacal asal rambutnya untuk menyalurkan rasa  frustasinya.

"Yut, denger. Itu cuma halusinasimu aja," ucap Abas lembut. Pemuda itu menatap tajam kearah Yuta yang masih tampak linglung. "semua yang tadi kamu bayangin itu cuma halusinasi. Tadi waktu Pak Saleh pergi, kamu mendadak diem. Kita udah panggil - panggil kamu tapi gak ada respon sama sekali. Terus tiba - tiba kamu teriak dan histeris sendiri sampai Kamal harus mukul tengkuk kamu supaya kamu pingsan."

Oh, Yuta sekarang tau penyebab tengkuknya ngilu.

"Tapi itu nyata, Bas. Saya lihat sendiri Isabel sama Riri terbunuh! Mereka dibunuh!" Yuta masih berusaha meyakinkan.

Abas berdecak. Pemuda itu mencengkeram bahu Yuta erat. "Yuta, gak ada pembunuhan sama sekali. Itu semua cuma halusinasimu. Halusinasi. Kamu lihat sendiri gak ada darah ataupun mayat Isabel sama Riri. Lagipula, kalau emang Isabel sama Riri dibunuh, aku gak akan segan untuk mengirim nyawa pembunuhnya pergi juga."

Yuta terdiam. Apa yang dikatakan Abas memang benar. Apa itu cuma halusinasinya? Halusinasi mengerikan akibat kekhawatirannya yang terlalu mendalam? Yuta bahkan masih sedikit ragu.

"Emang ... siapa yang bunuh mereka?" Suara Kamal kini menyahut pelan.

"Kamu percaya, Mal?"

"Sshht!"

Desa Mati [Completed]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora