DM || Bagian 9

16.8K 1.9K 104
                                    

"Yang ditakuti sudah mulai berdiri. Membawa nyanyian penjemput ajal bagi siapapun yang mendengarnya. Awas, dia bisa ada kapan saja, dan ... dimanapun juga."

OoO

"Teh untuk kalian."

Nyi Roro meletakkan secangkir teh di hadapan mereka. Tidak ada yang nampak normal. Riri, gadis itu masih terbengong sementara Isabel masih terduduk dengan wajah datar. Bibirnya pucat bergetar sementara pupil hitamnya tak bergerak. Diluar hujan masih terdengar berisik. Setidaknya kebisingan itu bisa mengisi keheningan yang kian mencekam disini.

Nyi Roro menghela nafas pelan. Dia menatap sumbu lampu minyak yang berkelebatan dengan nanar. "Jangan dipikirkan terus. Lebih baik kalau--"

"Makhluk apa?"

Suara Riri terdengar menggema di kamar Nyi Roro. Gadis itu menoleh ringan dan menatap Nyi Roro dengan raut yang sulit diartikan. "Makhluk apa itu tadi?"

"Hanya bagian dari mereka yang tak terlihat. Dia sama seperti yang lainya. Sama saja," jelas Nyi Roro pelan. Wanita itu menunduk dalam. Menatap kain dengan rembesan darah di tangannya nanar. "sudah, lupakan semuanya. Anggap saja itu tidak pernah terjadi."

"Anggap tidak pernah terjadi? Kami tadi hampir mati karna incaran makhluk mengerikan, dan sekarang Nyi Roro meminta kami berpura - pura bahwa semua kejadian itu tidak pernah ada?" Riri berucap sarkas. Gadis itu menggengam erat tangannya seraya menatap Nyi Roro dengan kesal.

Nyi Roro menghela nafas kasar. "Sudah saya bilang, makhluk itu sama seperti yang lainnya. Bagian lain dari makhluk bumi yang tak kasat mata."

"Enggak!" Isabel menyahut kencang. Gadis itu menggeleng tegas. "berbeda dari yang lainnya. Aku lihat sendiri apa yang terjadi tadi. Makhluk itu ... berbeda. Seakan, dia benar - benar ingin membunuh kami dan Nyi Roro ... tahu niat dan waktunya."

.
.
.

"ISABEL!!"

Nyi Roro mendobrak pintu dengan kencang. Wanita itu berlari dan menarik tubuh Isabel hingga menabrak Riri, sebelum kuku - kuku panjang itu berhasil mengoyak tubuhnya. Nyi Roro terengah. Dia berdiri dan merentangkan kedua tangannya di depan Isabel dan Riri yang menatap ketakutan. Meskipun Nyi Roro juga merasa ketakutan, dia tahu hanya dirinya yang bisa menghalangi mimpi buruk desa ini.

Nyi Roro menatap sendu. "Mayang, jangan! Jangan lukai mereka! Jangan."

"J-jangan?" Makhluk yang Nyi Roro sebut dengan nama Mayang itu mulai menampakkan seluruh wujudnya. Rambut hitam menjuntai dengan matanya yang menatap nyalang. Kuku - kuku hitamnya yang nyaris menusuk Isabel terjulur sampai ke tanah. Menyisakan bekas seretan yang memanjang dan dalam. Di balik rambut panjangnya, Mayang tersenyum dengan wajah rusaknya. "kenapa jangan?"

"Jangan! Tidak boleh. Jangan lukai atau apa - apakan mereka. Sudahi semuanya," bujuk Nyi Roro panik. "Mayang, pergilah. Biarkan mereka tetap hidup. Tolong ... pergilah."

"Kalau jangan, nanti bisa mati," Mayang menelengkan kepalanya ke samping. Menarik senyum dari bibit lebarnya lantas mengangkat kukunya tinggi - tinggi. "KALAU JANGAN, NANTI MATI! KALAU TIDAK BOLEH, NANTI MATI! NANTI MATI! NANTI MATI! NANTI MATI!"

'Sreet!'

"AKKHH!"

Nyi Roro terpental ke dinding belakangnya. Tangannya terkena cakaran. Setidaknya itu lebih baik ketimbang perutnya yang harus menjadi korban. Refleks, Isabel dan Riri langsung berlari mendekati. Membantu Nyi Roro untuk berdiri seraya menatap darah yang menetes di tangannya dengan pilu.

Desa Mati [Completed]Where stories live. Discover now