DM || Bagian 8

18.5K 1.8K 184
                                    

[P.S : Bab 6, 7 dan 8 gak tau kenapa kebalik dan gak bisa dibenerin. Scrool ke bab 9 dibawah ini buat baca kelanjutannya. Maaf kalau tidak nyaman dan terimakasih^^]

OoO

"Ketahuilah, aku selalu melihatmu darimana saja. Mengintaimu di kegelapan dan mengamati semua gerak gerikmu. Dari sudut kamarmu, lemari bajumu, maupun kolong tempat tidurmu. Ingat, jangan mengecek apakah aku benar ada disana atau tidak. Karna ... aku tidak suka ditemukan ataupun terlihat olehmu."

OoO

Sore beranjak dan matahari mengalah pada sang badai. Gelungan awan hitam, petir dan hujan memenuhi cakrawala di bumi semesta. Kegelapan sudah menyelubungi seluruh desa. Masih jauh dari waktu Maghrib. Tapi melihat kepekatan diiringi angin yang nyaris merobohkan beberapa batang pisang, warga mulai memasang pasak untuk mengantisipasi jika angin membawa atap mereka.

Yuta dan Abas sudah tertidur pulas di salah satu kamar. Rumah mereka memiliki dua kamar berseberangan yang hanya dipisahkan dengan satu papan tipis. Kedua pemuda itu sudah melingkar dengan nyaman padahal sebelumnya mengeluh kepanasan. Mungkin kelelahan karna seharian mengumpulkan semua bukti dan praduga yang ada.

Kamal masih terjaga sendirian di kamar seberang. Terpaksa karna satu petak kamar di sampingnya sudah dihuni Abas dan Yuta dengan beringas. Kamal menghela nafas kasar. Lampu minyak di samping mejanya menjadi penerangan satu - satunya di kamar yang sudah Kamal tutup pintunya. Pemuda itu merogoh ranselnya. Mengambil iPod yang lama ini sudah kehabisan baterai dan membolak - balikannya pasrah. Dia hanya berpikir, sampai kapan mereka akan terjebak di desa ini.

"Yah, siapa sih yang bisa optimis sementara peluang keluar satupun gak ada yang--"

Ssshhh...

"Mati?"

Lampu minyak itu tiba - tiba padam. Meninggalkan hawa ganjil dan kegelapan tanpa sisa. Kamal tak ingin berpikiran macam - macam. Dia hanya mengambil korek di laci meja dan menyalakan sumbu di lampu itu lagi. Mencoba menenangkan diri bahwa tadi hanya tertiup badai yang bergemuruh diluar.

Kamal menghela nafas kasar. Tak ada yang dipikirkannya kecuali faktor alam yang berkehendak. "Angin. Diluar anginnya lagi kenceng."  ucapnya pelan.

Sshhh...

Lagi.

Lampu minyak itu sudah padam tak bersisa. Keremangan langsung menyulut gelisah di hati Kamal. Dengan hati - hati pemuda itu menyalakan sumbunya lagi. Kali ini dengan waspada dan menjaga agar api itu tidak mati. Kamal lantas memeriksa dindingnya. Mengecek apakah ada retakan atau lubang pada dinding, sehingga angin bisa masuk dan meniup sumbunya.

"Kalau ini mati sekali lagi, aku harus keluar dari kamar." ucapnya mewanti - wanti. Kamal duduk tegap. Tidak lagi bersandar santai seperti tadi. Sesuatu yang bersembunyi terasa mengawasinya dari sudut buta. Jantungnya entah kenapa langsung berdegup kencang. Semua hanya ilusi. Ya. Hanya ilusi dalam keremangan. Karna Kamal yakin, dia tidak mempunyai kain berwarna putih yang dicantelkan di dinding. Berdiri tegak di pojok kamar. Mengawasinya. Sementara buntalan berbentuk ikatan di atas  kain itu membuat pikiran Kamal kacau sendiri.

"Jangan mati. Jangan mati. Jangan mat--"

Ssshhh...

Tak ada hal positif yang bisa dipikirkan Kamal lagi. Terlebih ketika dari sudut matanya Kamal melihat kain putih itu mulai melompat sekali. Kamal membeku. Bayangan tubuhnya yang diciptakan oleh lampu minyak tadi tenggelam. Pemuda itu menoleh ringan.

Desa Mati [Completed]Where stories live. Discover now