DM || Bagian 5

21.1K 2.2K 300
                                    

"Ketika sesuatu yang buruk bersembunyi. Di balik bayang - bayang benci. Suatu saat ia akan pergi. Membawa setiap jiwa pemberi dengki untuk mati."

OoO

"Saya harap kamu tidak akan pernah menanyakan hal seperti itu lagi."

Hening.

Tidak ada sahutan sedikitpun dari Kamal, ketika otaknya perlu penjelasan lebih rinci ketimbang penolakan klise dengan cara halus seperti ini. Mereka berdua tadi mengatakan ingin mengambil perlengkapan di halaman belakang. Tapi bukannya bersegera, keduanya justru berakhir dengan perdebatan.

"Kehidupan Roro itu sudah masa lalu. Memori lama yang menjadi bagian dari hidupnya. Yang lalu jangan pernah ditarik kembali ke masa kini. Saya harap kamu bisa mengerti." lanjutnya.

Melihat Kamal yang masih bergeming. Pak Rasim hanya menghela nafas kasar. "Saya tahu apa yang ada di pikiran kamu. Ada kejanggalan dan saya yakin otak kamu tidak akan tenang jika belum menemukan jawaban," Pak Rasim menarik nafas sejenak. "tapi asal kamu tahu, sesuatu yang tenggelam biarlah tetap tenggelam. Jangan memaksa sesuatu yang tidak seharusnya kamu tahu."

Pak Rasim hanya berucap demikian. Pria itu berbalik untuk mengambil sekendi air dan beberapa peralatan, sebelum suara Kamal yang sedari tadi diam membuatnya berhenti.

"Tapi Pak..."

Pak Rasim hanya berdiri membelakangi.

"Sesuatu yang tenggelam suatu saat akan muncul juga ke permukaan."

OoO

Abas dan Riri.

Keduanya berbaring di dua papan kayu yang berbeda. Diatas tubuh Abas terhampar kain putih yang nyaris menutupi seluruh tubuhnya. Sedangkan diatas tubuh Riri tergelar kain bercorak kembang. Pak Rasim dan Kamal yang baru saja muncul dari halaman belakang langsung mengambil posisi. Wajah masam. Pak Saleh tak ingin bertanya kenapa wajah Pak Rasim menjadi seperti itu.

"Kamu kenapa?" Isabel dan Yuta yang menyingkir di ambang pintu rumah langsung mengalihkan atensinya pada Kamal. Wajahnya sungguh buruk. Isabel jadi bertanya - tanya apa yang terjadi di belakang tadi.

"Nggak," Kamal menggeleng kecil. "aku nggak apa. Lebih baik kita fokus aja sama ritualnya. Jangan sampai kalian kena juga." lanjutnya.

Isabel dan Yuta hanya menurut. Dia tidak ingin menggali lebih jauh ketika yang bersangkutan lebih nyaman memendamnya sendiri.

"Semuanya sudah siap?" suara Nyi Roro terdengar memendar. Pak Rasim dan Pak Saleh langsung mengganguk mengiyakan dan mulai mengambil fokus.

Pak Saleh berdiri di belakang Riri, mengunci kepalanya yang menjadi titik utama.

Pak Rasim juga berdiri di belakang Abas, tanpa melakukan apapun.

Nyi Roro berbisik. "Upacara baru akan kita mulai."

Langit yang semula cerah langsung memayungkan awan hitamnya. Upacara belum dimulai, tapi entah kenapa semua orang merasakan getir di hati. Beberapa warga yang berlalu lalang juga hanya menengok lantas berlalu, seakan semua yang terjadi bukanlah hal tabu.

Nyi Roro mulai mengambil sekendi air kembang. Bibirnya mendekat lantas berbisik. "Bersihkan. Semuanya. Keburukan yang terpendam. Roh jahat harus dimusnahkan." Usai berucap demikian, Nyi Roro langsung menyiramkan air kembang itu ke atas tubuh Abas dan Riri bergantian.

Keduanya langsung bereaksi. Riri mulai menggeliat tak nyaman sementara Abas sudah berteriak kepanasan. Kain putih yang tadinya terhampar mulai melilit tubuh Abas. Terikat tanpa ada tangan yang mengikat. Menjadikan Abas mirip sesuatu yang sedang merasukinya saat ini.

Desa Mati [Completed]Where stories live. Discover now