DM || Bagian 22

12.6K 1.7K 208
                                    

"Malam ini, kamu hanya meringkuk di atas kasur. Merasakan keheningan yang semakin lama semakin mencekam. Mengubah paranoid menjadi makhluk - makhluk mengerikan. Terasa janggal, kamu kemudian mengeratkan pelukan pada guling. Beberapa detik kemudian, kamu baru sadar bahwa ada sesuatu yang sedang merangkak. Mengelilingi kamar dan menatapmu lewat kedua mata terbakarnya."

OoO

Jika ada 50% kasus kematian akibat stress, depresi, putus asa, kepanikan dan ketakutan. Maka 1% itu berada pada diri Kamal sekarang. Jika bisa, Kamal bahkan ingin ikut terjun bersama Yuta ke dasar sumur.

Pak Wija ... masih berdiri membelakanginya.

Tanpa pergerakan.

Kamal jadi meruntuki dirinya sendiri yang tak bisa pergi meninggalkan Yuta.

Jantungnya sudah berdegup kencang. Manik matanya terus memberi sorot waspada. Nafas Kamal bahkan tersengal tak karuan. Dia masih membeku sembari mencengkeram erat tali yang terhubung pada tubuh Yuta. Ringan. Sepertinya tubuh pemuda itu benar - benar jatuh ke dasar.

Kemungkinan baiknya Yuta hanya pingsan.

Dan kemungkinan terburuknya ... Yuta mati.

Kamal jadi membenci pikirannya sekarang.

Pak Wija bergerak mengangkat lampu minyaknya lagi. Kamal menahan nafas. Pria itu mendesis pelan. "Kamal."

Pemuda itu menahan degup jantungnya yang semakin menggila.

"Kenapa saya jadi ingat Kamal?" Pak Wija melanjutkan ucapannya. Diam - diam Kamal melonggarkan nafasnya. Pria itu tertawa hambar. "Kamal, Abas dan Yuta. Kalau dilihat lagi, mereka persis sama Maot. Saya jadi keinget, hehe. Yaudah, lah. Terserah."

Pak Wija berjalan pergi.

Kamal ingin berteriak saking leganya.

Setelah memastikan keberadaan Pak Wija tak tampak mata, Kamal menyalakan senternya dalam mode redup. Antisipasi jika Pak Wija kembali dan curiga pada layar senternya apabila terlalu terang. Pemuda itu langsung menengok ke dasar sumur dan menyorotkan senternya random.

"Yuta!" Kamal memanggil pelan nyaris berbisik. Dia mencoba memicingkan mata untuk melihat keadaan dasar. Kosong. Senternya belum mampu mencapai dimana Yuta berada sekarang.

Tak habis akal, Kamal mencoba menarik - narik tali tadi. Mencoba membangunkan Yuta, seandainya benar pemuda itu pingsan. Sayangnya, Kamal masih belum memiliki cukup nyali untuk ikut terjun bebas. Dia menarik tali itu cukup kencang.

"Yuta!" Kamal memanggil cukup keras. "Jawab kalau kamu masih hidup!"

"Iya!"

Terdengar suara menggema dari dalam sumur.

Kamal menghela nafas lega. Setidaknya Yuta masih hidup.

"Kamu ngapain dari tadi diem?" Kamal mencoba merundukkan tubuhnya lagi. Dia masih mencoba menyorotkan senternya. "Kamu masih hidup, 'kan? Kirim sinyal!"

Beberapa detik kemudian terlihat kelebatan cahaya yang sangat kecil di dasar sumur. Ternyata sumur itu lebih dalam dari yang mereka duga.

"Udah kelihatan?" Yuta berusaha membuka suaranya. "Di dalam pengap. Pak Wija udah pergi, belum?"

"Udah. Tenang aja." Kamal membungkukkan tubuhnya lebih dalam lagi. "Kamu nemu apa di bawah?"

"Sesuatu ... yang gak bakal kamu duga."

Kamal terdiam untuk sesaat. Dia mencoba berpikir. "Sesuatu?"

Kraak!

Kamal menoleh cepat. Suara ranting yang patah menjadi dua langsung membuat jantungnya kembali berdegup ria. Pemuda itu mencoba melihat sekelilingnya. Hanya ada kegelapan dan siluet beberapa pohon tinggi di sekitar. Suara hewan - hewan malam yang saling bersahutan memenuhi udara. Tidak ada yang nampak janggal.

Desa Mati [Completed]Where stories live. Discover now