Dunia Prilly - 29

5.1K 241 14
                                    

Happy Reading...

________

Ali mengeratkan pelukannya saat mendengar tangisan Prilly. Pria itu terbangun karena mendengar isakan Prilly yang lumayan keras menyapa indra pendengarannya.

Ali melihat jam di atas televisi yang ada di dalam kamarnya menunjukkan pukul 3 dinihari.

Pria itu menghela napasnya. Apakah sedari tadi wanita itu tidak tidur dan  terjaga hanya karena menangis?

Ali memaksa wanita itu agar menghadap padanya, prilly menahannya tapi dia tetap kalah karena perbedaan fisik juga karena terlalu lelah.

Ali menghapus air mata yang membanjiri pipi ibu dari anaknya itu. Dia menatapnya lekat, tak habis pikir dengan wanita ini yang menangis sedari tadi sehingga membuat matanya bengkak bahkan sudah susah untuk melihat.

"Maafin saya!" Prilly menggelengkan kepalanya saat mendengar pernyataan itu.

"Jangan minta maaf kalau kamu nggak tulus dan bakal ulanginnya." Prilly berucap terdendat-sendat bahkan suaranya serak karena terlalu lama mengeluarkan air mata.

Ali membawa kepala Prilly masuk kedalam dekapannya, memeluk wanita itu dengan erat. Prilly tidak membalasnya dan tidak juga menolaknya, dia tidak bisa berbuat apa-apa akan perlakuan Ali kepadanya.

"Saya marah sama kamu karena sudah membohongi saya, saya marah karena kamu sudah memisahkan saya dan Syafia, saya marah saat tidak bisa melihat tumbuh kembang anak saya sendiri." Prilly semakin terisak mendengar pernyataan itu. Dia akui dia memang salah tapi itu dia lakukan karena takut kehilangan anaknya.

"Aku lakuin itu karena aku takut kamu ngambil Syifa." Ali menghela napas mencoba meredam amarahnya saat berbicara dengan Prilly. Entah kenapa emosinya selalu meledak-ledak menghadapi sikap wanita yang ada di pelukannya ini.

"Mana mungkin saya memisahkan kamu dari anak kamu sendiri. Saya tidak sejahat kemu." Prilly tertohok mendengar pernyataan Ali membuat wanita itu meredakan tangisnya.

"Kamu tau Prilly, saya rasanya ingin kembali ke masa lalu dan akan menahanmu walaupun kamu mengaku telah membunuh anak saya."

"Tapi ego laki-laki mana yang tidak terluka saat mendengar bahwa kamu membunuh anaknya. Tidak semua laki-laki brengsek Prilly, saya akui masa lalu saya memang suram, saya pria brengsek yang selalu bergonta wanita untuk menghangatkan ranjang saya." Entah kenapa hati Prilly merasa sesak saat mendengar pernyataan pria itu.

"Tapi kamu harus tau, saya sudah berhenti agar tidak ada wanita yang tiba-tiba datang menemui saya dan mengaku sedang mengandung anak saya."

"Kamu ingat Prilly saat ulang tahun perusahaan dulu waktu kamu masih menjadi karyawan, seorang anak kecil menghampiri kamu memberikan kamu minuman, minuman itu beralkohol tinggi dan itu dari bawahan saya yang diam-diam tertarik denganmu. Untung saya melihatnya, jika tidak entah apa yang akan terjadi." Ali menghembusakan napas pelan, dia mengusap rambut Prilly yang panjang lalu kembali melanjutkan ucapannya.

"Saat itu saya menghampiri karyawan saya, memecat dia dan menyuruhnya pergi dari pesta tersebut, lalu saya menghampiri kamu dan membantu kamu agar bisa beristirahat di salah satu kamar hotel.  Tapi saat saya ingin meninggalkan kamu, kamu yang menahan saya, kamu yang menggoda saya, bayangkan saja kucing mana yang akan menolak ikan segar yang ada di hadapannya, saya saat itu terkalahkan oleh gairah saya."

"Bahkan hanya memeluk kamu seperti ini gairah saya sudah muncul lagi." Ali terkekeh pelan membuat Prilly menatapnya, prilly tertegun saat melihat pria itu tersenyum ke arahnya. Dia wanita beruntung karena dapat menikmati senyum pria itu dari jarak sedekat ini.

"Saat saya pergi keluar negeri, saya merindukan kamu Prilly. Walaupun interaksi kita tidak banyak tapi kamu berhasil menarik perhatian saya."

"Tapi saat kamu pulang kamu menggandeng seorang wanita menuju kantor." Ali menatap ali dengan mencebikkan bibirnya.

"Yang mana?" Ali berpikir keras mengingat kejadian mana yang dimaksud wanita ini.

"Ohh, itu sepupu saya, dia memang begitu kalau ketemu saya, manja!"

"Tapi nggak gandengan begitu juga."

"Kamu cemburu?" Ali memotong perkataan Prilly membuat wanita itu melotot kepadanya.

"Nggak."

"Pipi kamu merah." Ali mengusap pipi Prilly membuat nya semakin memerah.

"Saat saya tau kamu hamil, saya bahagia. Saya sangat bahagia mendengar kamu mengandung anak saya. Tapi semua itu hanya sebentar, saat saya tau kamu menggugurkannya rasanya hampa, kamu seperti menghancurkan kebahagiaan yang baru saya rasakan." Ali menghembuskan napas kasar membuat Prilly merasa bersalah. Tapi kan dia hanya ingin melindungi anaknya. Tapi dia juga tau bagaimna perasaan Ali saat itu.

"Saya membiarkan kamu pergi karena ego saya terluka, tapi beberapa bulan dari situ saya menyesal seharusnya saya menhan kamu." Ali menatap lekat ke manik mata hazel itu.

"Kenpa kamu menyesal?" Wanita itu membalas tatapann Ali. Dia menunggu jawaban atas pertanyaannya dari pria yang sedang memeluknya dengan erat itu.

"Karena saya baru sadar dengan perasan saya." Prilly menahan napasnya saat mendengar pernyataan Pria itu. Perasaan apa yang dimaksudnya? Entah kenapa jantungnya langsung berdegub dengan kencang.

Ali semakin memperpendek jaraknya sehingga hidung mereka berdua berbenturan. Pria itu menggesekkan hidungnya membuat Prilly menegang.

"Bernafas Prilly, dan jangan tegang." Prilly menghembuskan napasnya sehingga menyapu permukaan wajah Ali membuat pria itu memejamkan matanya.

Ali kembali membuka matanya dan menatap teduh manik mata yang baginya sangat indah itu.

"Enam tahun kamu pergi, saya memendam perasan saya sendiri, perasaan saya campur aduk, marah, benci, kesal tapi semua itu terkalahkan dengan rasa rindu saya yang dari waktu ke waktu menggunung, membuat dada saya kadang sesak."

"Kamu tahu, jika merindukan seseorang kita harus bertemu dengannya, tapi saat itu semuanya tidak memungkinkan, bahkan saya berpikir apakah kamu disana juga merindukan saya seperti saya disini yang merindukanmu? Apakah rindu ini terbalas?"

'Aku rindu kamu!"

Prilly hanya mengungkapkannya dalam hati membuat Ali tidak bisa mendengarnya.

"Saya mencari kamu Prilly, tapi tidak tau kenapa saya tidak mendapatkan kamu, apa sebegitu jauhnya kamu lari dan bersembunyi dari saya?" Ali menahan punggung Prilly saat melihat wanita itu ingin menjauhkan tubuhnya.

"Sampai suatu hari, saya bertemu sama kamu, saya kira saya hanya bermimpi tapi itu nyata, saat itu saya marah mengingat kamu membunuh anak saya, kesal karena tidak menahan kamu agar tidak pergi, dan Rindu ini membuat saya semakin tersiksa. Saya membiarkan kamu pergi, karena  jika saya menahanmu itu hanya akan membuat saya menyakiti kamu, kemudian saya berharap akan ada pertemuan selanjutnya, dan harapan saya terkabul. Saya dipertemukan dengan kamu sekaligus mengetahui fakta bahwa selama ini kamu membohongi saya, bahkan yang saya jumpai sekarang adalah Syifa yang sudah besar dan bahkan sudah bersekolah."

Prilly dapat melihat sorot kesedihan dari mata pria itu. Apakah dia begitu jahat memisahkan ayah dari anaknya tersebut.

"Dan kali ini saya tidak akan melepaskan kalian lagi, jika kamu tidak ingin menikah dengan saya maka saya tidak akan mempertemukan kamu dengan Syifa seumur hidup kamu." Tatapan Ali berubah menjadi dingin membuat wanita itu bergidik. Baru saja pria itu sedikit bersikap manis. Garis bawahi kata sedikit, dan seketika berubah kembali ke sifatnya yang asli.

Ali lalu menatap dengan lekat mata itu menguncinya seperti menghipnotis pemilik mata hazel tersebut.

"I Love You Prilly. Marry Me?"

__________

11 Desember 2019

Follow My IG: _minionssz

DUNIA PRILLY | [ Completed ]Where stories live. Discover now