Chapter 16

40.3K 1.4K 14
                                    

Mata yang masih mengantuk harus terpaksa dibuka karena bel pintu apartment yang berbunyi. Kenzie segera membukanya.

"Papa?" Kenzie sedikit kaget dengan kedatangan ayahnya. Pasalnya Dinata tidak pernah datang kesini. Pernah sekali, saat Kenzie pindahan. Itu pun hanya sekedar untuk mengetahui tempat tinggal anaknya.

Dinata dan Kenzie duduk di sofa. Pria itu sempat berbasa-basi menanyakan anaknya yang baru bangun jam sepuluh pagi seperti ini.

"Papa tumben kesini."

"Mau ngajak kamu ke tempat golf."

"Tumben, pa."

"Temenin papa reuni sama temen, Ken."

"Ah, ngapain sih, pa. Tumben banget."

"Ayo lah, Ken. Dia bawa anaknya, masa' papa enggak."

"Bawa aja Khansa."

"Khansa lagi di rumah nenek kamu."

"Yaudah, iya. Kenzie mandi bentar."

----------

Dinata sangat senang bertemu kawan lamanya yang bernama Andre. Sejak tadi mereka tidak berhenti bernostalgia tentang masa kuliah mereka. Sampai tak menghiraukan bahwa disana ada Kenzie dan perempuan yang merupakan anak dari Andre.

"Kamu dulu sangat playboy, Ndre." ejek Dinata.

Andre terkekeh. "Karena aku dulu sangat tampan. Tampan seperti anakmu ini."

"Jangan ngaku-ngaku, Ndre. Kenzie ini persis aku semasa muda."

Lagi-lagi Andre tertawa. "Oh, iya, bagaimana dengan perjodohan Kenzie dan Putri?"

Giliran Dinata yang tertawa. Tawa garing dan kering karena ia mendapat tatapan tajam dari putranya.

"Putri ini memiliki suara yang bagus, lho." Andre memamerkan anak perempuannya yang sejak tadi tak berhenti menatap Kenzie.

"Iya, aku tau. Sudah berulang kali kamu mengatakan bahwa Putri sedang sekolah vokal." sarkas Dinata.

"Kita percepat saja, Nat." ujar Andre tanpa beban.

"Apa nggak lebih baik Putri merasakan dunia kerja lebih dulu, Ndre? 'Kan usianya sudah dua puluh lima tahun."

Andre menggeleng. "Aku bisa memberikannya apapun tanpa harus bekerja."

"Bekerja tidak melulu soal penghasilan, tapi juga pengalaman. Apa kamu nggak mau anak semata wayangmu ini memiliki wawasan yang luas?"

Andre menepuk pundak Dinata. "Ayo, Nat, kita main golf dulu. Aku rindu sekali bermain denganmu."

"Baiklah."

Kenzie menatap kesal punggung sang ayah yang menuju lapangan golf. Bisa-bisanya Kenzie ditinggal berduaan bersama Putri.

Awkward.
Itulah yang Kenzie rasakan saat ini.

"Nice to meet you, Kenzie." Putri membuka pembicaraan.

"Nice to meet you too." balas Kenzie dengan cuek.

"Kamu kelihatannya nggak suka saat papa aku sama papa kamu ngomongin perjodohan. Kamu nggak suka karena aku terdengar seperti perempuan manja, ya?"

LIMERENCEWhere stories live. Discover now