Chapter 23

34.9K 1.4K 165
                                    

Seringkali hujan turun untuk menemani perasaan melankolis. Sebelumnya momen seperti itu tak pernah Kenzie rasakan. Tapi hari ini, ia merasakan perasaan melankolis sambil ditemani hujan yang tidak terlalu deras.

Jantung pria itu berpacu lebih cepat dari biasanya, namun hatinya menghangat. Pelupuk matanya pun sudah berulang kali menjatuhkan bulir bening. Kenzie kehilangan kata untuk mengekspresikan rasa bahagianya.

Pregnant; Positive.

Tulisan itulah yang sejak tadi Kenzie pandangi di kertas berlogo rumah sakit yang kemarin Celline kunjungi.

Masih seperti mimpi rasanya. Namun ini adalah kenyataan terindah.

Kenzie kembali mengendarai mobilnya setelah cukup lama berhenti di pinggir jalan yang sepi.

Namun Kenzie mendadak teringat pada Celline yang tidak menyukai anak kecil. Ia bingung harus menyampaikan kabar ini seperti apa.

----------

"Jadi aku sakit apa?" tanya Celline yang baru saja menerima suapan bubur dari Kenzie.

"Kurang istirahat aja." bohong Kenzie. Entahlah, mengapa dia tidak berani jujur jika sudah dihadapkan dengan Celline seperti ini.

"Beneran?"

Kenzie mengangguk pelan. Tanpa berani menjawab karena dirinya sedang berbohong.

"Aku mau lihat, dong, hasil tesnya."

"Ketinggalan di mobil. Nanti aja, ya."

Celline pun mengangguk.

Setelah semangkuk bubur Celline habiskan, Kenzie memintanya meminum obat dan vitamin yang tadi sudah pria itu tebus di rumah sakit.

"Sekarang kamu istirahat, ya." ujar Kenzie.

"Kamu mau balik ke kantor?" tanya Celline penasaran.

"Memangnya aku bisa ke kantor pakai kaos sama celana jeans begini?"

Celline menggeleng polos.

"Aku udah rencana, setelah ambil tes darah, aku mau nemenin kamu disini."

Celline menyandarkan kepalanya ke pundak Kenzie.

"Mau rebahan di kamar?" tawar Kenzie. Karena saat ini posisi mereka sedang berada di ruang depan.

"Disini aja, aku lagi pengin nonton. Film yang kemarin aku tunggu udah rilis."

Celline mengambil remote tv, lalu menampilkan tayangan prabayar yang menyediakan film-film luar negeri. Langsung saja ia memutar film yang telah ditunggu-tunggu sejak seminggu lalu.

"Nggak mau bersandar di pundakku lagi, sayang?"

Celline menggeleng. Sepertinya lebih nyaman jika menyandarkan diri di kepala sofa. Lebih leluasa melihat layar di depan mereka.

Diam-diam Kenzie memperhatikan perut Celline. Kebetulan gadis itu tengah menggunakan kaos press body berwarna putih. Kenzie sebenarnya penasaran dengan usia janin di dalam sana. Dokter bilang, mereka harus melakukan USG agar mengetahuinya.

Kenzie menghela napas berat.

Celline yang mendengar helaan napas kekasihnya, refleks menoleh. "Kenapa? Bosan, ya?"

LIMERENCEWhere stories live. Discover now