-- Sister

350 26 28
                                    

"In the cookies of life, sisters are the chocolate chips." – Unknown.

"Loh, Mas Arionnya mana, Kak?" tanya seorang wanita berambut panjang tergerai sedikit melewati punggung sambil melihat ke sekitar seperti mencari sesuatu.

"Kakaknya disuruh masuk dulu kali, Dek!" ujar Utari protes.

Wanita yang tadi membukakan pintu tertawa dan menarik sang kakak masuk ke dalam apartemennya.

Utari masuk dan langsung melakukan investigasi terhadap apartemen yang akan menjadi tempat tinggal adiknya itu nanti.

"Kamu yakin pindah ke Jakarta, Dek?" tanyanya sangsi dengan keputusan sang adik.

"Yakin dong, Mas Eros kerja di sini masa iya habis nikah kita LDR-an apa bedanya dengan pacaran kalo gitu," ucapnya seraya sibuk menyiapkan makanan kecil untuk sang kakak yang sudah jauh-jauh datang dari Bogor.

"Padahal aku mau ketemu Mas Arion loh, Kak. Pertemuan kami tempo hari itu nggak membuat aku mengenal Abang Iparku dengan baik." Selatya Indri, adik satu-satunya Utari itu mendekati sang kakak dengan membawa beberapa makanan ringan yang sengaja dia bawa dari Yogyakarta.

"Apartemen kamu kecil, Dek. Kenapa nggak milih yang lebih gede-an dikit," ucap Utari . Sela tertawa.

"Kak, Mas Eros itu pegawai pemerintah bukan penulis novel best seller dan seorang pengusaha muda seperti Mas Arion. Dan lagian aku pengangguran, sedangkan kakak karyawan executive salah satu perusahaan besar. Nggak bisa dibandinginlah," sahutnya santai seraya duduk mendekat dengan sang kakak. Utari hanya mengangguk-angguk mendengarkan sang adik berceloteh.

Selatya Indri, merupakan adik perempuan satu-satunya Utari. Mereka dibesarkan secara terpisah karena sebuah kondisi. Sela dibesarkan oleh saudara almarhum Ibu mereka di Yogya. Sedangkan Utari dibesarkan oleh sang nenek di Selandia Baru. Keduanya sangatlah dekat, mungkin karena kini mereka hanya memiliki satu dengan yang lain.

Utari mengajak pergi ke toko kue dekat dengan hunian baru adiknya itu. 

"Untuk Kak Tari ya kuenya?" tanya Sela dalam perjalanan pulang kembali ke apartemen. Utari sudah menenteng sebuah box besar berisi cake.

"Buat Rafa!" jawabnya singkat.

"Kak, aku kok masih heran ya. Kenapa Kak Tari manggil Mas Arion dengan sebutan Rafa?" tanya Sela  direspon dengan tatapan bingung oleh wanita berkulit sedikit gelap itu.

"Rafa yang minta, itu lebih ke nama real dia sewaktu kecil. Sedangkan Arion adalah nama yang sudah orang-orang banyak kenal sebagai penulis. Arion R. Ditama, R untuk Rafa tapi, dia  jarang sih pake nama Rafa. Hm-mm nggak pernah malah, seingat aku ya tapi waktu kenalan dulu dia langsung pakai nama Rafa juga sih, jadi yah .... " Wanita itu melirik sang adik yang tengah mengangguk-angguk pelan tanda mengerti.

Pundak Utari ditepuk pelan. Seketika Utari menjerit dan terduduk di trotoar jalan, membuatnya menjadi pusat perhatian saat itu. Tubuhnya bergetar hebat. Sela sempat terkejut sebentar kemudian menyadari situasinya. Sela yang rambutnya tergerai indah itu ikut duduk di trotoar jalan mencoba menenangkan kakaknya, seraya melihat pemuda yang tadi menepuk pundak kakaknya itu.

Ternyata pemuda itu salah mengenali Utari sebagai kakaknya. Dia sangat terkejut dengan reaksi Utari dan meminta maaf berkali-kali kepada Sela. Sedangkan Utari saat itu tidak bisa diajak komunikasi. Dia menangis. Ketakutan. Tubuhnya bergetar hebat.

Utari dan Sela sudah berhasil sampai di apartemen. Sela bingung menghadapi situasi kakaknya dan mulai menelpon orang-orang yang menurutnya bisa membantunya. Tidak lama kemudian pintu apartemennya diketuk dari luar. Bergegas dia membuka dan melihat siapa yang datang. Ternyata Eros, calon suaminya. Sela mencoba menjelaskan secara singkat situasi yang dia hadapi saat ini. Percuma, ketika pria berkulit sawo matang dengan badan yang tegap itu mencoba berbicara, respon tidak diberikan oleh Utari. Dia duduk dengan tatapan gelisah. Meremas jemarinya sendiri.

Psikopat Analog [TAMAT]Where stories live. Discover now