Analog

312 28 10
                                    

Musim berganti, waktu lambat terlewati. Kenangan menjadi obat rindu. Seberapa buruk dia di mata yang lainnya, bagi wanita yang tengah menatap pria kecil yang berlarian di hamparan hijau, dia adalah sosok yang tidak akan mungkin digantikan.

Waktu akan tetap datang menjumpai. Menjemput dan memaksa pergi siapa pun yang dicinta. Dia hanya dapat bertahan dan menjadi sekuat yang dia mampu. Menjauhi dunia yang mungkin akan melukai hartanya yang paling berharga kini. Senyum tipis terukir manis, ketika dia melihat pangeran kecilnya terjatuh tetapi tidak menangis. Pria kecil itu tertawa terbahak mendapati pakaiannya kotor berselimut tanah. Pria kecil itu memandang wanita yang tengah tersenyum manis dan kembali berlari mengejar bola warna warni.

Enam tahun berlalu. Sejak dia melahirkan Lucca, putranya, tidak lagi dia menjumpai suaminya. Seseorang yang dengan sepenuh hati dan seluruh jiwa raga dia cintai. Betapa buruk kenyataan dan masa lalu yang melekat pada diri pria itu. Wanita itu tahu, mustahil baginya untuk melarikan diri dari Arion.

Hingga detik ini jasadnya masih belum terkonfirmasi. Mayat yang ditemukan saat kebakaran besar terjadi di mana tempat Arion terkurung atas kejahatannya, sulit untuk dikenali. Namun pihak berwajib menyatakan salah satu korban dari kebakaran itu adalah Arion Ditama. Keluarga yang masih mencintainya sedih tapi tidak dengan Utari. Masih dia meyakini jauh dalam hatinya suaminya hidup, dan entah di mana saat ini.

Walau pun semua harapan pada akhirnya terkikis waktu. Masa hukuman 20 tahun masih bisa membuatnya menunggu, bahkan dia rela menunggu selamanya. Kini semua orang mulai melupakan tentang Arion. Dia mati dalam kebakaran itu beserta kenangan yang tersisa.

Utari masih mengharapkan dia hidup. Entah bagaimana caranya. Bahkan ketika kejadian itu terjadi dia tidak mengeluarkan emosi apa pun. Membuat Semua yang mendukungnya termasuk Mami dan Alfi khawatir. Ibu Puspa dan Sela bahkan menyarankan untuk kembali ke psikiater. Mereka menganggap Utari tidak akan mampu menghadapi kepergian Arion sehingga tidak mampu bersedih.

Kenyataannya dia hanya merasa berita itu tidak nyata. Dia mempercayai suaminya. Arion tidak akan meninggalkan dirinya tanpa izin. Arion sudah berjanji.

"Anak penjahat!!"

Cepat Utari menyudahi lamunan dan berlari sekuat mungkin menyusul pangeran kecilnya, Lucca.

"Let me go!!" Lucca berusaha mendorong kedua bocah yang memiliki tubuh lebih besar darinya. Seorang pria dewasa mendorong Lucca hingga kembali tersungkur jatuh. Pria dewasa yang merupakan orang tua salah satu bocah lelaki itu.

"Are you oke, young man?" Lucca di angkat dan berdiri kembali. Dengan senyum setenang lautan sebelum badai dia berdiri di samping Lucca.

"Kalau tidak ingin terluka. Jangan melukai anak orang lain, Bung." Sorot matanya membuat bergidik. Pria itu dan kedua bocah yang mendorong pergi. Mereka ketakutan, tanpa sebab.

"You oke?" tanyanya lagi kepada Lucca yang memasang wajah mengejek kepada kedua bocah yang berlalu pergi itu.

"I'm oke. Thanks!" ucap Lucca semringah.

"Lu, kamu luka?" ucap Utari terburu-buru memeriksa tubuh putra semata wayangnya dengan seksama.

"Lu nggak apa-apa, Bu, Lu kuat seperti Ayah," ucap anak itu dengan raut bahagia.

"Good boy," Utari membalas senyum semringah putranya. Dia kembali teringat dengan pria yang tadi menolong putranya ketika diganggu oleh dua bocah nakal tadi.

"Terima kasih banyak. Saya sangat menghargai bantuan anda," ucap Utari formal. Pria itu tersenyum tenang.

"Tentu, anytime," ucapnya membalas. Utari kemudian terdiam. Mereka saling bertatapan lama.

"Ibu," tegur Lucca yang bingung melihat tingkah Ibunya yang tiba-tiba terdiam membisu. Sepasang bola mata hitam pekat yang sangat dia kenal. Sensasi ketika bersamanya. Wangi tubuhnya. Dia belum yakin, tapi tatapan itu masih sama dan akan selalu sama. Pemilik sepasang bola mata hitam pekat yang selalu membuat orang-orang ketakutan, tetap memberi kehangatan pada dirinya.

Air mata mengalir jatuh dari sudut mata membasahi pipi tirusnya.

"Seharusnya kau makan lebih banyak, Tari," ucapnya lembut.

"Aku kembali."

THE END

==================================================

SELESAI.

ALHAMDULILLAH, terima kasih kepada peneror aku yang setia nungguin sampe larut malam buat nemenin nulis. Makasih Kak Wulan, Kak Nurul, Kak Widya Dan Kak Aditarifa. Akhirnya naskah Bii kelar.

See you soon in another story.



Psikopat Analog [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang