--Stay

159 18 1
                                    

"This ain't love, it's clear to see. But darling, stay with me." Sam Smith.

Desember 2018

Wanita itu terlihat cemas. Beberapa kali dia melihat ke kiri dan ke kanan seolah takut akan sesuatu. Dia tampak mengeluarkan ponselnya. 

"Sialan lo Fi, kenapa jadi gue yang minta tanda tangan buat buku anak si Pak Bos, sih?" ujarnya dengan seseorang dari seberang sambungan telepon.

"Sorry deh, kali ini aja tolongin gue, lo minta tanda tangan kalo udah langsung balik. Semua bakal baik-baik aja kok, Tar. Tolongin banget yah,  calon mertua gue tiba-tiba berkunjung nih," balas seseorang di seberang sana. 

Kemudian wanita itu selesai menelpon seseorang.

Gilirannya tiba, dan dia maju ke atas panggung kecil. Di sana duduk seorang pria dengan kaca mata dan senyum yang sangat manis menunggu wanita itu mendekat.

"Hai, nama kamu?" ucap pria itu santai masih dengan senyum yang cerah di wajahnya.

"Utari, Oh sorry maksud gue Katalina Firsa," balasnya gugup.

"Bukunya bukan buat kamu?" tanya pria itu sembari membubuhkan tanda tangan pada halaman depan buku bersampul berwarna biru gelap dengan gambar bulan penuh di bagian tengah. Dia melihat pergelangan tangan wanita yang berdiri gelisah di hadapannya. Dia tersenyum aneh.

"Bukan, " balasnya lagi singkat seolah tidak ingin berlama-lama.

"Beautiful lady with beautiful scar," ucapnya tersenyum seraya menyerahkan buku yang sudah dia tanda tangani dan mengulurkan tangan. Wanita itu tersenyum kaku, mengambil buku yang sudah di tanda tangani.

"Thanks .... Sorry," ucapnya terburu-buru dan pergi. Pria berkaca mata itu tersenyum sekali lagi dan berbicara dengan salah satu staf acara.

"Cari tau tentang wanita tadi yah," ucapnya singkat.

2019

Pria itu masuk dengan tergesa-gesa tapi tidak membuat raut wajahnya panik. Waktu menunjukan pukul 7 malam lewat 5 menit. Dia mendapati rumahnya gelap tanpa penerangan. Istrinya, Utari, duduk dalam kegelapan di tengah-tengah ruangan itu. Perlahan dia berjalan mendekati. Berusaha tidak menimbulkan suara yang mungkin akan membuat sang istri terkejut.

"Tari ..., " ucapnya lembut tapi tidak direspon oleh sang istri.

"Tari, jawab aku," ucap Arion sudah duduk di hadapan Utari yang menatap kosong.

"Wajah kamu ...," ucapnya lagi terhenti saat Utari merespon dengan tatapan mata yang tajam. 

"Ada hubungan apa sih kamu sama perempuan itu?" ucap Utari kemudian dengan air mata yang jatuh membasahi kedua pipinya. Arion menghapus air mata Utari ekspresi wajahnya berubah menjadi lebih lembut.

Dia memandangi sepasang mata indah yang menatap sayu. Dia merengkuh tubuh ramping yang terkulai lemah di hadapannya. Utari mulai terisak dalam pelukan sang suami. Kemarahannya teredam dengan satu sentuhan Arion, sang suami. 

Setelah beberapa lama, Arion berhasil menenangkan Utari. Dia menyalakan penerangan di seluruh area rumahnya yang gelap.  Arion membawa secangkir teh hangat untuk sang istri. Utari sudah duduk di sofa, sedangkan Arion duduk di lantai menghadap sang istri. 

"Sudah tenang?" tanya Arion dibalas anggukan oleh Utari yang telah berhenti menangis. Pria itu mengambil cangkir teh dari genggaman sang istri dan meletakkannya di atas meja. Pria itu kemudian menggenggam tangan sang istri.

"Kamu udah tau jawaban dari pertanyaanmu sendiri, Tari. Kamu tau betul seperti apa perasaanku ke kamu," ucap pria itu lembut. Mereka berdua saling mengeratkan genggaman dan bertukar pandangan.

Psikopat Analog [TAMAT]Where stories live. Discover now