-- The Call

168 19 2
                                    

"Time Isn't The Main Thing. It's The Only Thing." Miles Davis

"Loh jari kamu kenapa?" tanya Utari kaget melihat jari sang adik yang tampak terluka, Sela tersenyum.

"Kecelakaan kecil aja kok, jangan khawatir!" ucapnya masih dengan senyum yang lebar.

"Kok bisa?" tanya Utari tidak puas.

"Bisa dong, jadi tadi malam itu aku laper terus karena nggak mau makan berat jadi ya makan buah. Waktu ngupas karena ngantuk jadi kena deh jari aku, Kak." Sela mencoba menjelaskan kepada sang kakak yang seperti masih tidak puas.

"Lalu jarimu udah nggak kenapa-kenapa, Sel?" tanya Arion dari balik meja mini barnya.

"Kecil, segini doang nggak kenapa-kenapa kok, Mas, tenang aja!" tukasnya cepat. Arion meletakkan secangkir teh dengan campuran jahe hangat dan secangkir kopi hangat tanpa gula untuk sang istri dan tentu saja dua potong cake cokelat kesukaan Arion. berbeda dengan Utari yang menyukai kopi hitam tanpa gula, selera Arion seperti anak-anak. Dia menyukai semua makanan manis seperti permen, cakes, apapun yang manis. Utari meraih remote dan menyalakan televisi. Mencari channel berita.

"Nyari film apa?"tanya sang adik penasaran.

"Nyari laki lo, siapa tau masuk tv!" goda sang kakak.

"Ih apaan si."

Telah di temukan mayat seorang laki-laki berusia 30 tahun di kawasan Jonggol. Jenazah sudah diidentifikasi ......

"Loh Kak, Kenapa?" tanya sang adik saat melihat ekspresi kakaknya yang termangu menatap layar televisi di depannya. Arion terkesiap dan mendekat ke arah sang istri.

"Kenapa sayang?" tanyanya panik melihat wajah sang istri yang terlihat bingung itu.

"Itu .... Dion!" jawabnya menunjuk ke arah televisi.

***

Dengan kemeja putih dan celana denim, Utari duduk bersandingan dengan Arion di sebuah kursi. Para pria berseragam lalu lalang melewati mereka yang diam tanpa bicara. Arion sibuk dengan ponsel di tangan kanannya, dan tangan kirinya menggenggam tangan Utari yang dingin.

"Kak, Mas ..." Sela muncul bersama pria berkulit sawo matang, Eros, tunangannya.

"Kenapa Utari dipanggil, Ros?" tanya Arion segera setelah melihat kedatangan Eros dan Sela.

"Ada laporan dari beberapa saksi yang melihat Utari sedang bertengkar dengan Dion di malam kejadian." Ucapan Eros membuat Utari memandang ke arah suaminya.

"Kira-kira aku perlu panggil pengacaraku?" tanya Arion serius.

"Sepertinya nggak perlu, lagi pula keberadaan Utari bisa diyakinkan dengan kesaksianmu dan CCTV di rumahmu," ucap Eros yang mengamati perubahan mimik wajah Arion dari cemas menjadi sedikit lega. Arion kemudian memandang sang istri yang masih menatapnya. Dia mengusap kepala sang istri lembut sambil tersenyum.

"Nggak apa-apa. Semua akan baik-baik saja!" ucapnya lalu mengalihkan pandangan ke Eros untuk diyakinkan.

"Iya, aku juga akan mendampingi, jadi kamu tenang aja, jangan panik," ucap Eros kemudian. Sela kemudian menghampiri sang kakak dan memeluk lengan kakaknya itu.

"Oh iya Ibu Puspa juga akan hadir, mungkin sebentar lagi sampai," tambah Eros kemudian. Utari melepaskan napas panjang, genggaman tangan yang berpaut dengan pria tinggi berkemeja putih senada dengannya itu semakin erat.

Bohong jika dia tidak cemas. Panik tentu saja. Semua dapat terbaca dari raut wajahnya jika sedikit memperhatikan. Beberapa kali dia melepaskan napas panjang. Dia sedikit gugup, sesekali dia menyeka keringat dingin yang keluar.

Psikopat Analog [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang