-- Dismembered

138 21 8
                                    

"Even psychopaths have emotions ; then again, maybe not." Richard Ramirez

2018

"Lady with a scar. Ingat saya?" suara rendah menenangkan itu membuat wanita yang menggunakan kaos lengan panjang berwarna gelap dengan celana berwarna merah bata tampak sedikit terkejut.

Dari raut wajahnya dia mengingat pria yang sedang berdiri di hadapannya itu.

"Boleh duduk di sini?" tanya pria tinggi dengan dada bidang itu sopan. Dia tak mampu menolak, hanya anggukan kecil yang dapat dia lakukan sembari mencoba melarikan diri dari tatapan sang pria yang kini duduk berhadapan dengannya.

Seorang pramusaji datang memberikan menu kepada pria itu. Tak lama pramusaji itu membawakan secangkir teh Chamomile. Pria itu tidak berhenti menatap.

"Hmm, saya kurang nyaman ... dengan ... tatapan anda," ucap wanita itu pelan. Pria tersebut sedikit terkejut lalu tersenyum.

"Maafkan saya yang tidak sopan ini, itu karena anda terlalu ... istimewa," ucapnya dengan nada rendah menenangkan. Wanita berkulit sawo itu memandang pria yang sedang berbicara kepadanya itu. Ada yang aneh. Dia tidak merasa takut.

"Utari, nama saya Utari Zanitha," ucapnya kemudian memperkenalkan diri.

"Saya Rafa, Arion Rafa Ditama. Akhirnya kita bertemu kembali ya, Tari." Semburat senyum menghiasi wajah tampan pria itu. Rahang yang tegas dengan mata yang memikat membuat siapa saja terhipnotis.

Wanita dengan bekas luka dan pria yang jatuh cinta karenanya. Bukan pertemuan pertama, tapi kali ini akan berlangsung cerita yang cukup lama bahkan mungkin selamanya.

2019

Pria dengan setelan resmi berwarna abu-abu muda duduk dengan anggun seraya meletakkan cangkir kaca transparan kembali di atas meja setelah menikmati teh putih kesukaannya itu. Pria yang duduk di hadapannya juga tidak kala anggun. Duduk dengan tenang dan saling melempar pandangan penuh makna. Seolah mereka sedang berbicara.

"Tari mana?" tanya pria itu.

"Sudah berangkat ke kantor," jawabnya singkat.

"Hmm, lo tau kan, gue sama Mami tidak pernah akan mencampuri urusan pribadi lo kecuali atas permintaan dari lo sendiri?" tanyanya kemudian.

"Hmm." Arion mengangguk.

"Lo tau, gue, saudara lo ini bisa diandalkan?" tanyanya lagi.

"Tentu." Arion tersenyum lebar.

"Good. Gue hanya ingin memastikan hal itu. Mami sudah di Surabaya, setelah urusannya selesai dia ingin bertemu dengan menantunya," ucap pria itu lagi seraya kembali mengesap teh putih kembali.

Arion mengantarkan saudara laki-lakinya menuju ke halaman depan rumahnya. Alfi menepuk pundak adik satu-satunya itu, walau tidak sedarah hubungan mereka berdua sangat baik.

"Hati-hati, jangan terlalu gegabah dalam melakukan apa pun," ucapnya penuh misteri. Arion hanya mengangguk sambil tersenyum.

"Hati-hati di jalan!" ucap Arion lagi.

Arion memperhatikan mobil SUV putih itu menjauh pergi dari kediamannya dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya. Dia masuk kembali ke dalam rumah sambil memeriksa ponsel untuk memeriksa apakah sang istri sudah tiba di kantornya atau belum.

Awalnya, Arion bersikeras untuk mengantarkan Utari ke kantor seperti biasa. Namun, akhirnya dia mengalah menghadapi betapa keras kepala istrinya itu. Lagi pula tiba-tiba saja saudara laki-lakinya itu ingin berkunjung. Alhasil dia harus merelakan sang istri berangkat sendiri dengan syarat, Utari harus selalu melaporkan keberadaannya.

Psikopat Analog [TAMAT]Where stories live. Discover now