Chapter 3

6K 613 72
                                    

Happy Reading❤

-💃-

Delvin mengantarkan Seren hingga di depan pagar rumahnya. Semenjak kejadian di lapangan tadi pagi membuat Delvin tidak banyak bicara dan hanya menunjukkan ekspresi datarnya. Seren menyadari hal itu sejak pelajaran penjas berakhir, namun ia memilih diam karena tahu bahwa Delvin marah padanya. Bukannya Seren tidak peduli dengan perasaan Delvin, hanya saja ia ingin memberikan waktu agar Delvin tidak semarah tadi kepadanya.

Seren turun dari motor Delvin sambil mengerucutkan bibirnya. Ia tidak langsung masuk ke rumah melainkan berdiri di samping motor Delvin dan terus menatapnya. Delvin yang merasa diperhatikan hanya menaikkan sebelah alisnya seakan-akan bertanya kenapa?

"Delvin, gue gak bisa diginiin. Mending lo bacot aja sepanjang hari daripada lo diam kayak gini. Lagian muka lo kalau lagi diem seram banget kayak mau makan orang," ucap Seren sambil menghentakkan kakinya.

Delvin yang melihat tingkah lucu Seren akhirnya tidak bisa menahan ketawanya. Postur tubuh Seren yang terbilang mungil, rambutnya yang sebahu serta tingkahnya yang selalu lucu tentu membuat siapa saja ingin mencubit pipinya karena terlihat sangat menggemaskan.

"Siapa juga yang mau makan lo? Lo itu gak ada apa-apanya. Badan kurus kayak toge, udah gitu mungil banget kayak kurcaci. Mana kenyang gue makan lo."

Delvin mengacak rambut Seren gemas sambil terkekeh. Seren menatap Delvin sinis sambil menurunkan tangan Delvin dari kepalanya.

"Cieee, sekarang bacot tadi adem ayem."

Seren menusuk-nusuk pipi Delvin menggunakan telunjuknya sambil terbahak. Delvin hanya memutar bola matanya malas jika Seren sudah mengejeknya seperti saat ini. Mana mungkin Delvin bisa marah berlama-lama dengan Seren. Seren selalu punya banyak cara dan banyak tingkah agar orang membalas perkataannya.

"Masuk rumah sana, rebahan lebih enak."

Delvin kembali menghidupkan mesin motornya dan menurunkan kaca helmnya. Seren menyipitkan matanya sebentar lalu kembali naik ke atas motor Delvin secepat kilat. Delvin yang terkejut karena perbuatan Seren terpaksa menurunkan kedua kakinya yang panjang agar motornya tidak terjatuh. Ada banyak sekali pikiran negatif di dalam pikiran Delvin. Seren ini selalu aneh dan tidak bisa ditebak.

"Lo ngapain naik lagi, sih, Oneng? Singkirin pikiran aneh yang ada di kepala lo dan turun sekarang. Berat nih, lagian gue mau rebahan."

Bukannya turun ia malah berdiri di atas motor Delvin kemudian melemparkan tasnya ke dalam pagar. Untung saja tasnya terlempar tepat sasaran, jika tidak tepat sasaran pasti Delvin juga yang harus turun untuk mengambil tas itu.

"Astaga! Lo anak siapa, sih? Selain nyebelin lo juga gak waras. Gue nyuruh lo masuk ke rumah bukannya malah ngelempar tas lo," ujar Delvin sambil menggeleng-gelengkan kepalanya karena tingkah konyol Seren.

"Udahlah, Vin. Lo juga gak punya pacar, jadi lo pasti gak ada temen buat jalan dan sekarang gue nawarin diri gue dengan berbaik hati nemenin kegabutan dan kesendirian lo."

Seren memainkan tangan kananya di udara seperti orang yang sedang menjelaskan presentasi. Delvin dapat melihat jelas aksi Seren dari kaca spion.

"Yang ada lo yang terima kasih karena punya teman baik hati kayak gue. Jangan gak tahu diri gitu dong."

"Kelamaan! Ayo, jalan!"

Seren kembali duduk di tempat yang seharusnya lalu menepuk-nepuk pundak Delvin dengan semangat sedangkan Delvin dengan berat hati menjalankan motornya tanpa tujuan.

"Emang kita mau ke mana, sih?" tanya Delvin serius.

"Ke taman aja. Soalnya di taman rame makanya gue suka."

"Astaga! Lo kayak tinggal sendirian aja di rumah. Lo masih punya abang lo yang kelakuannya gak jauh beda sama lo dan lo masih bilang kesepian?"

"Ih, beda tau! Abang gue kan, udah kuliah sedangkan gue sukanya anak kecil. Asal lo tahu aja, ya, Vin. Pas gue nyuruh abang nikah dia malah nolak karena alasan masih kuliah padahal gue tahu kalau dia gak punya pacar."

Seren mengerucutkan bibirnya ketika mengingat kejadian waktu itu. Abangnya seperti tidak mengerti keinginannya, yaitu ingin melihat anak kecil di rumahnya agar ramai.

"Lo yang bener aja dong, Ren. Abang lo masih mau lanjutin pendidikannya dan lo malah nyuruh nikah, jelas dia gak mau. Ntar dia mau ngasih makan apa? Kayu sama batu? Yang ada mereka berdua makan hati tiap hari," kata Delvin panjang lebar.

"Makan hati gimana? Emang ada yang jual hati? Hati ayam sih, ada." Seren terkekeh sambil terus menatap Delvin melalui kaca spion.

"Lo itu pura-pura bego apa gimana? Pas pelajaran bahasa Indonesia lo ke mana aja, sih?"

"Ke toilet!" jawab Seren penuh semangat.

"Gak usah jujur banget dong, Ren."

Delvin masih melajukan motornya ke tempat yang diinginkan Seren tanpa harus mengabaikan suara Seren karena suara Seren yang lebih besar dari pada suara kendaraan yang lain. Ternyata ada untungnya juga Seren mempunyai suara melebihi suara toa.

"Gimana gue gak jujur bego, kan kita satu kelas otomatis lo tau kelakuan gue."

"Udahlah, bacot amat. Tadi kita ngomongin apa dan sekarang sampai ke apa? Aneh banget."

Seren kembali terbahak ketika mengingat kembali apa yang mereka bicarakan hingga yang terakhir mereka bicarakan. Delvin yang mendengar suara tertawa Seren ikut tersenyum karena suara ketawa Seren yang lucu dan tidak dibuat-buat itu artinya Seren benar-benar senang.

Benar saja apa yang dikatakan Seren sebelumnya. Taman ini sangat ramai dengan rata-rata pengunjung yang membawa anak-anak dari usia dua tahun hingga lima tahun. Selain itu juga banyak remaja lainnya sedang bersama teman atau pacarnya. Keadaan taman yang bersih dan tumbuh-tumbuhan yang masih hijau menimbulkan udara sejuk di taman tersebut.

Setelah meletakkan motornya di parkiran, Seren dan Delvin memilih tempat duduk yang tidak jauh dari lokasi parkiran agar nanti mereka juga tidak perlu terlalu jauh berjalan kaki untuk mengambil motor Delvin.

"Ren, gue mau beli minum dulu. Lo tunggu di sini aja, ya?" Delvin beranjak dari tempat duduknya dan menatap Seren sebagai tanda meminta jawaban.

"Minuman gue kayak biasa ya, tapi gue gak mau satu maunya dua." Seren menunjukkan deretan giginya dan Delvin kembali memainkan dramanya. Delvin menadahkan tangannya tepat di depan wajah Seren.

"Laki-laki macam apa lo? Masa gue yang bayar, sih? Ngeselin!"

"Ini beda cerita. Lagian yang ngajak jalan bukan gue, tapi lo. Jadi, gue gak nanggung beban makanan dan minuman lo."

Seren sudah mempersiapkan suara khasnya atas kekesalannya dengan sifat Delvin yang tidak tahu tempat. Delvin yang mengetahui kebiasaan Seren langsung berlari sebelum Seren benar-benar melakukan apa yang telah direncanakannya.

-💃-

Hallo hallo hai semuanya. Maaf banget telat update karena aku ketiduran hehe. Jangan lupa kasih tahu kalau ada typo atau kata-kata yang ga nyambung biar aku revisi.

Vote & komen ditunggu❤
Saran & kritik lebih ditunggu❤

Serendipity [Completed]Место, где живут истории. Откройте их для себя