Chapter 19

2.2K 260 77
                                    

Happy Reading ❤

-💃-

Seren berjalan ke arah sofa, menyandarkan badannya lalu menatap plafon berwarna senada dengan dinding. Ia mengusap wajahnya letih, kemoterapi pertamanya sudah selesai. Seren meminta mamanya agar kembali ke rumah karena di sini pun mamanya akan kesepian, Seren juga tidak ingin diganggu, ditanya mengenai apa pun apalagi tentang penyakitnya, bahkan ia juga tidak membutuhkan pelukan hangat.

Di satu sisi ia merindukan aktivitas seperti biasanya, namun kelihatannya sangat mustahil. Rasa takut dan sesak terkadang hadir secara bersamaan, namun setelah itu rasa semangat kembali muncul meyakinkan bahwa ia dapat melawan sel-sel kanker di tubuhnya.

Pintu kamarnya yang terbuka lebar membuat Seren tidak betah dengan posisinya. Ia beranjak, berniat menutup pintu agar ia benar-benar sendiri. Baru tiga langkah dan sosok itu kembali hadir, namun hadirnya menambah sesak karena dia datang dengan kursi roda dan rambutnya yang ditutupi dengan topi khusus.

Seren dengan cepat mendorong kursi roda Ado agar masuk ke dalam ruangannya. Ia menutup pintu lalu membawa Ado ke tempat semula. Seren mengusap kepala Ado lembut lalu duduk di sofa dengan tatapan meminta penjelasan kepada Ado.

"Gimana tadi? Kamu nggak boleh mikirin yang aneh-aneh tentang kemoterapi, ya, Ren."

Seren mengangguk. "Kenapa pakai topi? Coba buka."

Ado menurut, topi khusus untuk penderita kanker itu sudah tidak lagi berada di kepalanya melainkan di pangkuannya. Seren menutup mulutnya yang sempat terbuka karena terkejut. Kepala Ado sama sekali sudah tidak ada rambut atau lebih tepatnya botak. Ado tersenyum tipis lalu mengusap tangan kanan Seren.

"Nggak apa-apa, kok, Ren. Katanya bisa tumbuh lagi, tapi aku nggak peduli, sih. Kamu keberatan ya, kalau aku botak?" tanya Ado.

Seren menggeleng dengan cepat. Mana mungkin perasaan Seren langsung berubah hanya karena fisik. Dari pertama kali mereka bertemu, sikap Ado yang membuat Seren nyaman. Mulai dari perhatiannya hingga motivasi-motivasi sederhana yang mampu membuat Seren semangat. Mungkin yang dikatakan orang-orang ada benarnya, jika yang memberikan semangat adalah orang yang istimewa, maka rasanya akan berbeda sekali. Hati dan pikiran dapat langsung menerimanya bahkan terkadang tanpa disadari perilaku pun ikut sinkron dengan isi hati.

Ado memperhatikan penampilan Seren lalu tersenyum. Seren masih sama dengan orang yang dia temui di koridor. Masih gadis yang tidak suka menggunakan sendal dan suka pergi ke mana saja tanpa memiliki tujuan yang jelas. Seren yang merasa diperhatikan pun mengedipkan sebelah matanya.

Ado menyentuh kedua bahu Seren, memutar badannya agar membelakangi Ado. Seren tidak banyak bicara, ia diam menunggu sesuatu yang akan dilakukan Ado. Perlahan rambutnya yang ia kepang sudah tergerai. Ado kembali memutar badan Seren agar berhadapan dengannya. Dia memberikan ikat rambut berwarna hitam putih ke tangan Seren.

"Kenapa dilepas? Udaranya panas banget walaupun udah ada AC."

"Nggak usah dikepang lagi rambutnya apalagi dikuncir, nanti rambut kamu mudah rontok. Kamu habis kemo terus kalau rambutnya dikepang malah otomatis rambutnya ketarik, jadi nanti malah tambah rontok, Ren."

Seren terkekeh, ia tidak begitu paham apa penyebab kemoterapi. Ia hanya mengikuti anjuran dokter karena tidak mau terus-terusan menyusahkan dokter dengan tingkah lakunya yang selalu tidak menuruti perkataan dokter.

Seren melangkahkan kakinya ke nakas, mengambil sisir yang entah sejak kapan berada di nakas. Ia kembali ke sofa dan menyisir rambutnya. Ado menyentuh pergelangan tangan Seren, memintanya menunda aktivitas sebentar lalu mengambil alih sisir yang tadinya Seren pegang. Seren yang mengerti maksud dan tujuan Ado, duduk di lantai agar Ado mudah menyisir rambut Seren yang tidak begitu panjang.

Aroma shampo yang digunakan Seren menyeruak, aromanya begitu kuat. Bukan tanpa alasan Ado tiba-tiba ingin menyisir rambut Seren. Baru dua kali menyisir rambut Seren, sisirnya sudah penuh dengan rambut Seren yang rontok. Secepat kilat Ado membersihkan rambut Seren dan memasukkannya ke dalam saku bajunya agar tidak ketahuan Seren. Ini kemoterapi pertama yang Seren lakukan, Ado tidak ingin Seren menghentikan kemoterapi karena tidak ingin kehilangan rambutnya yang indah. Hanya ini yang dapat Ado lakukan saat ini, suatu saat Seren juga akan tahu rambutnya yang perlahan rontok. Tapi, setidaknya Seren tidak mengetahuinya terlalu cepat.

"Aku pengen banget main hujan di luar sana kayak anak-anak kecil itu," ujar Seren tanpa mengalihkan pandangannya dari arah jendela yang langsung menghubungkannya dengan pemukiman warga sekitar.

"Kalau sekarang belum boleh, Ren. Kalau udah sembuh baru boleh. Makanya kamu harus rajin minum obat dan ikuti semua arahan dokter, ya, Ren."

Ado mengusap pelan rambut Seren setelah selesai menyisirnya. Seren mengubah posisinya menghadap Ado lalu terkekeh. Ado begitu perhatian dengannya. Entah sudah berapa kali ia tersenyum, terkekeh, bahkan terbahak saat bersama Ado. Terkadang bersama Ado mengingatkannya dengan sosok sahabat laki-lakinya saat di sekolah, Delvin. Namun, laki-laki itu jarang menghabiskan waktu di rumah sakit karena urusan sekolah dan keluarganya. Seren juga tidak dapat memaksa, mungkin Delvin sudah lelah membujuk Seren dan berakhir dengan Seren yang meminta Delvin untuk meninggalkannya sendirian.

Ado menepuk tangannya pelan di hadapan Seren yang sedang melamun. Seren menutup kedua matanya sebentar lalu menggeleng berusaha menepis pikiran tentang Delvin. Jika sudah bersama Ado, mengapa ia malah memikirkan Delvin? Bukankah yang Seren inginkan hanya Ado?

"Kayaknya mulai besok aku nggak bisa ketemu dan nemenin kamu, deh, Ren."

"Kenapa?" tanya Seren penasaran.

Ado terdiam beberapa menit, ikut mengalihkan pandangannya ke arah luar lalu menggeleng singkat. Meninggalkan Seren tanpa alasan tentu akan membuat gadis yang ada di hadapannya ini melakukan hal di luar naluri. Seren baru saja melakukan satu proses penyembuhan sedangkan Ado sudah tidak yakin dengan dirinya sendiri.

Semoga waktu aku masih cukup buat nemanin kamu sampai kamu sembuh, ya, Ren. Aku rela nanggung penyakit ini asal bisa lihat kamu senyum sambil pakai seragam sekolah.

-💃-

Sementara di luar ruangan Seren, sudah ada Delvin dan kedua sahabat Seren yang memperhatikan Seren dan Ado dari celah jendela. Ara dan Misty terkekeh melihat aksi lucu Seren bersama laki-laki yang sepertinya Seren sukai. Selama bersahabat dengan Seren, gadis itu belum pernah bercerita tentang laki-laki yang Seren sukai. Keduanya semakin tidak sabar menemui Seren dan meminta Seren menceritakan tentang laki-laki berkursi roda itu.

Delvin menghela napas panjang lalu memilih duduk di bangku. Ara dan Misty menatap wajah Delvin yang terlihat sedikit kesal dan bingung.

"Kenapa, Vin?" tanya Ara dan Misty bersamaan.

"Gue udah nggak bisa bohongin perasaan sendiri. Gue udah lama suka sama Seren, tapi Seren kayaknya suka sama Ado."

-💃-

Hallo hallo hai balik lagi dengan kisah mereka yang uwuwu. Jangan lupa kasih tau kalau ada typo dan kesalahan lainnya. Jangan lupa juga follow akun Wattpad aku dan Instagram ta_storyyy.

Vote & komen ditunggu ❤
Saran & kritik juga ditunggu ❤

Serendipity [Completed]Where stories live. Discover now