Chapter 24

2K 244 60
                                    

Happy Reading ❤

-💃-

Dokter yang sedari tadi memeriksa Ado terlihat marah sekali dengannya. Seren tidak mengerti maksudnya, tapi yang pasti ia sangat takut. Ia tidak ingin kecerobohannya membawa dampak besar bagi Ado apalagi perihal kepalanya yang ikut terbentur. Apa pun itu, Seren harus berpikir positif karena Ado dapat dengan mudah menebak isi pikiran Seren.

Wanita yang sempat berbicara dengan Seren beberapa hari yang lalu itu, masuk ke dalam ruangan dengan tergesa-gesa. Dengan cepat wanita itu mengusap kepala Ado. Wanita itu terlihat sangat cemas, Seren sempat melihat tangannya yang gemetaran saat mengusap kepala Ado.

Dokter yang memeriksa Ado tersenyum tipis. "Tidak terjadi apa-apa pada Ado. Jangan menangis. Untungnya gadis ini cepat memanggil saya."

Wanita yang memiliki rambut sebahu itu menghela napas lega. "Terima kasih banyak, Dok."

Laki-laki yang menggunakan jas berwarna putih itu pamit bersamaan dengan perawat yang membawa perlengkapan saat memeriksa Ado. Ado tersenyum tipis ke arah Mamanya, sedangkan Seren bingung harus melakukan apa. Ingin pergi juga tidak tahu ke mana karena ini adalah ruangannya. Seren mengumpulkan keberanian, berniat permisi sebelum Mama Ado memarahinya atau memintanya untuk menjauhi Ado. Tidak, Seren tidak ingin mendengar kalimat menusuk dari Mama Ado. Ingin sekali rasanya menanyakan banyak hal pada Mama Ado, tapi Mamanya saja tidak sudi menatap Seren dengan durasi yang lama.

Ado mengalihkan pandangannya ke arah Seren. Tangan kanannya menunjuk tempat di samping Mamanya. Seren mengangguk, berdiri di samping Mama Ado. Ia menggigit bibir atasnya gugup. "Maaf, ya, Tante dan Ado. Seren permisi keluar, takutnya ganggu." Seren mencoba terkekeh agar suasananya tidak secanggung ini.

Ado mengubah posisinya menjadi duduk. Seren tersenyum tipis dan menganggukkan kepala tanda permisi. Dengan cepat, Ado menahannya. Seren menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal, mengapa Ado tidak mengerti perasaannya? Detak jantung Seren berdetak dua kali lebih kencang dari biasanya karena ketakutan.

Mama Ado melepas tangan Ado dan Seren. "Kalau dia nggak mau di sini, nggak usah dipaksa, Ado."

Ado memejamkan matanya beberapa detik lalu meraih kedua tangan Mamanya. Mereka berdua berhadapan, Seren semakin bingung harus melakukan apa. "Ma, Mama sayang sama Ado, 'kan? Kalau gitu Mama juga harus belajar sayang sama gadis yang ada di samping Mama karena Ado sayang dia, Ma." Ucapan Ado yang begitu lembut disertai dengan tatapan teduhnya tentu membuat hati siapa saja akan merasa tenang dan tidak mampu menolak kata-katanya.

Seren tersenyum tipis mendengarnya. Ado tidak pernah membiarkan Seren sedih dan apa yang dikatakan Ado perihal perjuangannya itu benar-benar nyata. Seren merasa senang dipertemukan dengan laki-laki yang tulus seperti Ado.

Mama Ado menatap Seren sekilas. Terlihat senyuman tipis terukir di wajahnya seraya mengangguk di hadapan Ado sebagai tanda setuju. "Mama coba, ya."

Wanita yang sampai sekarang tidak Seren ketahui namanya itu, memutar badannya. Mama Ado memperhatikan raut wajah Seren, keringat dingin bercucuran di sekitar wajahnya. Wanita itu meletakkan tas yang sedari tadi dia pegang menggunakan tangan kiri. Tangannya bergerak masuk ke dalam tas yang sudah berada di brankar. Wanita itu kelihatan mencari sesuatu, Seren ingin membantunya. Tapi, mengurungkan niat itu jauh-jauh sebab ketakutan jika Mama Ado menilai Seren terlalu ikut campur urusannya.

Wanita itu mengeluarkan satu bungkus tisu wajah dari tas berwarna silver itu. Seren membulatkan matanya melihat benda itu, pikirannya bercabang ke mana-mana.

Hah? Tisu buat apaan, dah? Jangan-jangan dia mau nguji gue dengan nyuruh gue makan tisu? Eww!

Seren menggeleng-gelengkan kepalanya. Berusaha setenang mungkin dan menepis pikiran aneh yang selalu saja ia bawa-bawa dalam segala hal. Wanita itu mengarahkan tisu ke wajah Seren, menghapus keringat yang bercucuran. Seren sendiri tidak sadar dengan jumlah keringatnya hingga memerlukan dua buah tisu.

"Aduh, ngerepotin, Tan. Makasih banyak, ya, Tan."

Wanita itu mengangguk lalu mengusap rambut Seren pelan. Sorot matanya berubah, tidak seperti saat pertama kali mereka bertemu. Sorot matanya seakan menatap anak kandung atau lebih tepatnya, sorot mata kepedulian dari seorang ibu. "Sama-sama, Sayang. Panggil Mama Saras atau Mama aja biar sama kayak Ado. Lagian kamu itu calon mantu," balas wanita itu kemudian terkekeh.

Seren cukup terkejut dengan penuturan Mama Ado yang meminta Seren untuk memanggilnya dengan sebutan Mama, namun di dalam hati sudah Seren sudah mengucapkan ribuan kata aamiin. "Iya, Tante. Eh, maksudnya Mama."

Seseorang yang membuka tirai pembatas antara pasien satu dengan pasien lainnya mengalihkan perhatian. Mama Ado yang terkejut membuat Seren mengusap bahunya agar sedikit tenang. Gadis yang membawa plastik berwarna putih itu membuang barang yang dibawa tepat ke arah Ado. Perlakuan gadis itu membuat emosi Seren naik, tapi sebisa mungkin ia tahan demi kenyamanan pasien lainnya.

Buah-buahan yang dibawa gadis itu keluar dari plastik. Seren kembali memasukkannya ke dalam plastik, melangkahkan kakinya mendekat ke arah gadis yang tidak memiliki etika seperti Maudy. "Kita nggak butuh buah dari lo. Mending lo makan sendiri aja." Seren menunjuk wajah Maudy kesal lalu memberikan plastik berwarna putih itu di tangan Maudy. Apa seperti itu caranya memberikan sesuatu kepada orang lain? Jika tidak ikhlas, tidak perlu susah payah karena Seren pun bisa membelikan Ado buah bahkan bisa membeli toko buah untuk Ado.

Maudy menginjak kaki Seren. "Emang lo siapa, sih? Ikut campur aja!" pekik Maudy dengan wajah tidak tahu malu. Apa gadis ini buta? Tidak bisa melihat tempat?

Ado turun dari brankar, menghampiri dua gadis yang sedang berdebat. Tangannya mengenggam tangan milik Seren lalu menaikkan kedua tangan mereka tepat di wajah Maudy. "Dia ini calon masa depan aku. Kamu sendiri ngapain di sini?"

Maudy mengedikkan bahunya, melangkahkan kakinya dengan raut wajah sedih yang sengaja dibuat-buat. "Tante dengar sendiri Ado bilang apa, 'kan? Ado jahat sama Maudy, Tan. Ayo, Tan jelasin ke Ado hubungan kami."

Ado menarik pelan tangan Seren yang masih dia genggam. Ado mengikuti apa yang dilakukan Maudy, menghampiri Mamanya dan Maudy.

"Emang kamu sama Ado ada hubungan apa, Dy? Tante nggak tau kalau kalian punya hubungan."

Seren terbahak mendengar balasan ucapan Mama Ado. Seren pikir Mama Ado akan berpihak pada Maudy, tapi ternyata tidak sama sekali. Maudy yang merasa tersudutkan, mendorong tubuh Seren hingga mengenai ujung brankar. Seren memegang perut bagian kanan atas, sepertinya ujung brankar mengenai benjolan di perutnya. Tanpa mengatakan satu kata pun, Ado menggendong Seren dan meletakkannya di brankar.

"Barusan kamu bikin aku tambah ilfeel. Mending kamu pergi karena nggak ada yang harapin kamu di sini."

-💃-

Enam chapter menuju ending. Udah siap baca kejutan-kejutan di akhir cerita? Xixi. 😂

Vote & komen ditunggu ❤
Saran & kritik ditunggu ❤

Serendipity [Completed]Where stories live. Discover now