Chapter 27

2K 242 54
                                    

Happy Reading ❤

-💃-

Sudah tiga hari semenjak Delvin mengajak Ara pergi bersama, Ara tidak pernah melihatnya lagi. Laki-laki itu tidak masuk ke sekolah dan tanpa keterangan. Ara sudah mencoba menghubunginya berkali-kali, namun yang tersambung hanya suara operator. Ara semakin cemas dengan keadaan Delvin apalagi dengan semua kata-kata yang Delvin lontarkan malam itu.

Ara ingin sekali ke rumah Delvin, tapi Delvin tidak pernah memberi tahu rumahnya karena Delvin sendiri tidak betah berada di sana. Gadis yang masih memakai almamater sekolah mengusap wajahnya gusar.

Hari ini adalah hari terakhir sekolahnya mengadakan UAS. Sudah tiga hari pula Ara tidak mengunjungi Seren karena mata pelajaran di hari-hari terakhir sangat sulit dan membutuhkan daya ingat serta latihan soal secara berkala.

Misty menepuk pelan bahu Ara yang tengah melamun di depan kelas. "Pulang, Ra. Istirahat, ya." Hanya dua kalimat itu yang Misty ucapkan. Tanpa menunggu balasan dari Ara, gadis itu sudah pergi bersama dengan pacarnya sambil tertawa di setiap langkahnya.

Ara mengedikkan bahu lalu memakai kembali ransel yang sebelumnya berada di pangkuannya. Cuaca hari ini tidak terlalu panas, Ara jadi tambah semangat mengunjungi dan menghabiskan hari ini dengan Seren di rumah sakit.

Saat langkah Ara sudah berada tepat di parkiran, Ara menghentikan langkahnya lalu mengeluarkan ponselnya yang tidak Ara aktifkan selama tiga hari ini. Ara jadi tidak tahu perkembangan Seren dan apa saja yang terjadi dengannya.

Ada banyak notifikasi dari Instagram, tapi Ara tidak tertarik untuk membuka aplikasi itu. Tangannya bergerak menekan aplikasi berwarna hijau, biasanya mama Seren mengirimkan pesan singkat kepada Ara melalui aplikasi itu. Tidak ada pesan singkat ataupun panggilan masuk dari mama Seren, Ara menjadi khawatir. Apa kondisi Seren semakin parah hingga mama Seren tidak dapat mengabari Ara seperti biasanya? Atau mama Seren sudah letih dengan semuanya? Ara menggelengkan kepalanya, menepis semua pikiran buruk itu.

Ara kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku almamater lalu mengambil kunci sepeda motornya dari ranselnya. Jalanan hari ini juga tidak terlalu ramai hingga membuat Ara lebih cepat tiba di rumah sakit.

Tidak ada yang berubah dengan rumah sakit tempat Seren dirawat. Kondisinya masih sama bahkan lebih ramai daripada biasanya. Ara juga kadang bertemu pengunjung yang sama di rumah sakit ini. Ara kembali mengeluarkan ponselnya lalu menghubungi mama Seren untuk menanyakan ruangan Seren berada di mana. Apakah masih di tempat yang kemarin atau sudah pindah lagi.

"Hallo, Tan. Seren dirawat di mana, Tan? Masih di tempat kemarin atau udah pindah? Ara udah di rumah sakit sekarang, Tan." Ara mengeluarkan pertanyaannya sekaligus agar tidak membuang waktu.

"Seren lagi operasi, Ra. Kamu ke ruang operasi sekarang, ya. Tante, Ado, sama Saras ada di sini."

"Ara ke sana sekarang, Tan. Makasih, ya, Tan."

Setelah menutup panggilan, Ara mempercepat langkahnya menuju ruang operasi. Ada perasaan aneh dalam dirinya. Tiba-tiba pikiran negatif menghantuinya. Entah mengapa Ara menghubungkan operasi Seren dengan kepergian Delvin. Ara menggelengkan kepalanya yang selalu saja berpikir hal-hal negatif.

Setelah berjalan cukup jauh, akhirnya Ara menemukan ruangan operasi yang mama Seren tunjukkan melalui pesan singkat. Tiga orang yang berada di sana menunjukkan raut wajah yang sama. Kali ini Ara melihat Ado tidak bersama kursi rodanya. Ado menatap ruangan operasi itu penuh harap. Tanpa membuang banyak waktu, Ara menghampiri tiga orang itu seraya tersenyum manis tanda menyapa.

"Udah lama, Tan?" tanya Ara sambil terus mengusap bahu Mama Seren agar sedikit lebih tenang. Ara sama halnya dengan Mama Seren yang cemas dengan kondisi Seren. Mungkin karena Ara adalah anak semata wayang, jadi Ara sudah menganggap Seren seperti saudara kandung.

"Udah, Ra. Kita doain aja, ya." Ara membalasnya dengan anggukan dan setelah itu tidak ada pembicaraan. Empat orang yang menunggu lampu operasi mati sama-sama sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Sepuluh menit setelah kedatangan Ara, lampu operasi itu mati lalu dalam hitungan menit seorang Dokter keluar bersama dengan perawatnya dengan senyuman. Nia mengembuskan napas lega melihat senyuman Dokter itu, berharap itu arti yang baik.

"Gimana, Dok? Anak saya nggak apa-apa, 'kan?" tanya Nia mendekati Dokter itu.

"Operasinya berjalan dengan lancar. Tinggal menunggu Seren sadarkan diri. Kanker itu sudah tidak ada di tubuhnya karena sudah digantikan dengan liver dari pendonor."

Bibir Nia tertarik ke atas. "Terima kasih banyak, Dok. Saya tidak tau gimana nasib Seren kalau tidak ada Dokter," ujar Nia sambil berjabat tangan dengan Dokter itu.

"Sama-sama, tapi berterima kasih juga kepada Tuhan yang telah mengirimkan pendonor untuk Seren."

Nia mengacungkan jempol. Setelah Dokter itu berpamitan, empat orang yang berada di sana berpelukan penuh haru. Mereka berbicara mengenai Seren cukup lama dengan tujuan agar waktu yang berjalan tidak terasa lama. Ara tidak terlalu menyimak pembicaraan mereka, yang ada di pikirannya hany Delvin. Hingga Nia memutuskan untuk masuk terlebih dahulu melihat kondisi Seren, sedangkan Ado dan Saras menunggu di luar dengan alasan nanti.

Nia menarik kenop pintu, ternyata gadis kecilnya sudah sadar dan tengah tersenyum tipis. Nia menarik tubuh Seren ke dalam dekapannya lalu menarik Ara agar ikut masuk ke dalam dekapannya.

"Selamat, ya, Sayang. Kamu nggak perlu ngerasain sakit lagi," kata Nia sambil melepaskan pelukannya. 

Seren mengangguk cepat. "Makasih, Ma. Makasih juga Ra udah mau nemanin gue di sini."

"Gue mana mau ucapan makasih doang, pakai bayaranlah. Bensin gue habis ke sini, malah jauh banget lagi." Ara mengedipkan sebelah matanya jahil, dengan cepat Seren menoyor kepala Ara agar gadis itu kembali normal.

Tidak banyak yang mereka bicarakan, hanya seputar sekolah dan rencana mereka selanjutnya.

"Tan, Ara panggil Ado sama Tante Saras, ya? Kasihan nunggu kelamaan di luar."

Nia beranjak berniat memanggil dua orang yang berada di luar, namun pergelangan tangan Nia ditahan oleh Ara. "Ara minta izin, Tan. Bukan nyuruh Tante manggil mereka. Udah, biar Ara aja yang panggil."

Setelah melihat Mama Seren mengangguk, Ara melangkahkan kakinya keluar. Tante Saras tampaknya sedang berbincang dengan Ado. Dari raut wajah mereka, tidak ada pembicaraan serius di sana. "Tante sama Ado, masuk aja ke dalam. Nggak enak dilihatin orang di luar gini, lagian kalau ke sini udah pasti mau ketemu Seren, 'kan? Yuk, masuk."

Ara menarik pelan tangan Tante Saras agar melangkah masuk duluan. Lain halnya dengan Ado yang meminta Mamanya untuk masuk terlebih dahulu karena Ado ingin berbicara dengan Ara sebentar.

"Kenapa, Do? Yang mana yang sakit? Makanya Ado, lo itu pakai kursi roda aja." Ara menuntun Ado agar kembali duduk di bangku, namun Ado malah terkekeh.

"Bukan, Ara. Aku mau ngasih ini sama kamu," ujar Ado bersamaan dengan surat berwarna biru muda yang Ado pindahkan ke tangan Ara.

"Dari siapa?" tanya Ara tidak berminat membuka suratnya jika dari orang yang tidak dikenal.

"Delvin."

-💃-

Hallo hallo hai semuanya. Tata update lagi, nih. Nggak terasa bentar lagi udah mau ending. Nggak mau pisah sama mereka huhu. 😭

Vote & komen ditunggu ❤
Saran & kritik juga ditunggu ❤

Serendipity [Completed]Where stories live. Discover now