Chapter 4

5.2K 539 93
                                    

Happy Reading❤

-💃-

Lima menit menunggu Delvin, namun belum ada tanda-tanda bahwa laki-laki itu akan kembali. Seren merasa bosan dan beranjak dari tempat duduknya karena ia lelah duduk terus-menerus. Sejak di sekolah dari pagi hingga siang ia hanya duduk di kursi saja. Jika ada tugas yang diminta untuk dikumpulkan di meja guru maka ia akan meminta salah satu temannya untuk mengumpulkan ke depan kelas dengan alasan ia malas bergerak.

Seren memutuskan untuk berkeliling taman sambil menghirup udara sejuk dan mengamati anak-anak yang tertawa karena senang diajak bermain di luar rumah. Seren ikut tersenyum menatap anak-anak yang bermain bola di sekitar taman. Ia mulai memikirkan ide agar ia tidak bosan dan memutuskan untuk menghampiri anak-anak yang sedang bermain bola.

"Adik-adik, Kakak boleh ikutan main, gak?" tanya Seren lemah lembut sangat berbeda dengan biasanya karena ia tahu hati anak-anak pasti akan tergoda jika Seren berbicara dengan nada suara yang rendah. Lagipula Seren masih cukup waras jika berbicara dengan nada tinggi dengan anak-anak sama saja ia mencari masalah dengan orangtua mereka.

"Boleh, kok, Kak. Kakak, jaga gawangnya aja, ya?" tanya salah satu anak laki-laki yang berdiri tidak jauh dari Seren.

"Boleh juga. Ayo, main sekarang."

Seren berjalan mengikuti salah satu anak yang menunjukkan tempat di mana Seren akan bermain.

-💃-

Sedangkan di tempat lain, Delvin berjalan menuju tempat di mana ia meninggalkan Seren sambil membawa minuman yang dipesan Seren. Delvin mengerutkan keningnya ketika melihat tempat duduk yang sebelumnya ia meninggalkan Seren sudah kosong tidak berpenghuni. Ia mengeluarkan ponselnya dan mencoba untuk menghubungi Seren, namun hasilnya nihil. Sepertinya Seren meninggalkan ponselnya di dalam tas sekolah yang ia lempar ke dalam halaman rumahnya.

15 menit berjalan mencari keberadaan Seren dengan raut wajah khawatir, akhirnya Delvin menemukan Seren yang sedang bermain bola bersama anak-anak sambil tertawa seperti anak-anak yang diberi mainan baru. Senyuman tipis terlukis di wajah Delvin saat melihat Seren dalam kondisi baik-baik saja.

"Adik-adik, Kakak ambil ya, temen Kakak yang satu ini? Soalnya dia ini sebenarnya suka makan anak orang. Nanti kalau kalian tetap main sama dia pasti bentar lagi kalian dimakan sama dia. Emang kalian mau? Karena Kakak orangnya baik hati, jadi Kakak mau nyelamatin kalian dari orang yang gak benar kayak dia," ucap Delvin sambil menarik tangan Seren dan tersenyum lebar ke arah anak-anak yang sudah menunjukkan ekspresi ketakutan.

"Drama banget ini anak orang. Untung ganteng kalau dia jelek udah gue lakban bibirnya yang monyong itu," umpat Seren pelan. Seren menatap kesal Delvin yang sedang berlari sambil menarik tangannya.

"Kenapa lo lihatin gue gitu?"

"Kenapa lo bilang? Wah, ngajakin war ini orang! Serbu, Seren cantik!" pekik Seren sembari meletakkan kedua tangannya di pinggang. Delvin tertawa melihatnya dan jangan lupakan tatapan anak-anak yang juga ikut gemas melihat tingkah lucu Seren.

Ide cemerlang muncul di pikiran Delvin. Delvin mengeluarkan susu kotak yang Delvin bawa di dalam kantong plastik, tentu saja disambut cepat oleh tangan milik Seren.

"Udah besar minuman masih kayak bocah," ejek Delvin yang lebih tepat disebut sebagai sindiran. Seren dan Delvin berjalan menuju salah satu tempat duduk di taman.

"Gue emang masih gemes. Lo jangan iri gitu."

Seren menjulurkan lidahnya lalu mengedipkan matanya yang sebelah kiri. Tentu saja Delvin langsung menoyor kepalanya pelan melihat tingkah konyol Seren.

"Ren, mau pulang jam berapa? Takutnya mama lo nyariin ntar malah dikira gue yang ngajakin lo main sampai lupa waktu."

Delvin menatap benda di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul 16:05 WIB.

Seren tidak menjawab pertanyaan Delvin. Ia menatap langit yang cerah dengan burung-burung yang menghiasinya. Melihat pemandangan sore ini membuat Seren kembali mengingat masa-masa kecilnya yang selalu mengambarkan keadaan langit lengkap dengan burung. Ingin sekali ia menggambar itu lagi, tapi mengingat mulut abangnya yang seperti mercun membuat ia mengurungkan niat. Bisa-bisa abangnya tertawa sambil guling-guling jika mengetahui Seren menggambar seperti anak kecil.

"Ditanyain malah melamun. Lo mikirin apa, sih?" Delvin mengibaskan tangannya di depan wajah Seren.

"Gue lagi marah sama lo. Mending lo diam aja!"

Seren beranjak dari tempat duduknya dan menghentakkan kakinya ke tanah agar kelihatan seperti orang yang benar-benar marah. Delvin mengikuti Seren dari belakang. Delvin tahu bahwa yang dikatakan Seren tentu tidak benar, biasanya jika Delvin memberikannya susu kotak maka gadis itu tidak akan marah lagi padanya.

"Haduh, sebenarnya gue ini jalan ke mana, sih? Gue kan, tadi nebeng sama si Delvin. Masa gue jalan kaki? Yang benar aja, deh," kata Seren bermonolog. Ia terus memutar otaknya agar segera mendapatkan ide untuk membalas perbuatan Delvin.

Seren melakukan rencana yang baru saja terlintas di pikirannya. Ia menutup matanya lalu menjatuhkan badannya di samping Delvin agar ia tidak langsung merasakan sakit jika terkena aspal. Tangan Delvin dengan cepat menangkap tubuh Seren. Delvin menatap wajah Seren yang terlihat pucat lalu menggendong Seren hingga ke bangku taman. Sesampainya di bangku taman ia meletakkan Seren di bangku taman tersebut sambil terus mengusap tangan Seren yang terasa hangat. Ia khawatir jika terjadi apa-apa dengan Seren karena biar bagaimanapun ia harus menjaga Seren ketika bersamanya maka Seren akan menjadi tanggung jawabnya.

Seren mulai membuka matanya perlahan dan tertawa sekeras mungkin lalu mengedipkan matanya ke arah Delvin. Delvin melepaskan tangan Seren dan mengubah raut wajahnya yang sebelumnya dipenuhi dengan kekhawatiran maka sekarang berubah menjadi raut wajah kekesalan.

"Lo apaan, sih, Ren? Gak lucu."

"Kok lo marah, sih? Baperan amat, Pak?" Seren mengubah posisinya menjadi duduk lalu menarik rambut Delvin sekeras mungkin. Delvin hanya diam, raut wajahnya juga datar.

"Gak lucu, Ren. Lo bayangin dong gue udah rela gendong lo jauh banget loh ini dan ternyata lo cuma pura-pura? Gak punya hati banget, sih.

Delvin berjalan tanpa mendengar penjelasan Seren terlebih dahulu. Delvin sangat kesal jika bahan bercandaan Seren sangat keterlaluan.

"Lo kasar banget, sih? Kenapa pas gue bercanda gak boleh dan ketika lo bercanda gue gak pernah permasalahin semuanya terus apa lo bilang tadi? Gue gak punya hati? Ngomong pakai otak, gue bukan teman cowok lo yang biasa aja dengan kata-kata kasar lo."

Delvin yang mendengar jelas perkataan Seren,  akhirnya menoleh ke belakang dan melihat Seren sudah berlari ke arah yang berlawanan.

-💃-

Iya tahu kok gak jelas, kan? Ya maap habisnya ga tau mau bikin apa lagi hehe.

Vote & komen ditunggu❤
Saran & kritik lebih ditunggu❤

Serendipity [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang