Chapter 20

2.2K 255 39
                                    

Happy Reading ❤

-💃-

Gadis yang menggunakan dress bermotif bunga-bunga itu memilih masuk ke dalam ruangan Seren, meninggalkan Misty dan Delvin di luar. Apa yang dikatakan Delvin memang tidak ada yang salah, mungkin di sini yang salah adalah perasaannya. Dia yang tidak dapat mengendalikan perasaannya hingga menjadikannya rasa ingin memiliki. Memberi tahu perasaannya mungkin bukan pilihan yang tepat, yang dapat dia lakukan hanya diam dan menyembunyikannya. Di satu sisi dia menyukai Delvin, tapi di sisi lain dia juga tahu perasaan Delvin bukan untuknya.

Ara yang sudah menutup kembali pintu berwarna putih itu memilih bersandar di pintu. Dia juga tidak enak jika harus merusak suasana antara Seren dan laki-laki yang menggunakan kursi roda itu. Ara memejamkan matanya, menahan buliran air mata yang akan segera jatuh. Mau tidak mau, Ara harus melangkahkan kaki ke tempat Seren sebelum gadis itu menghampirinya dan menanyakan banyak hal.

Ara tersenyum tipis ke arah Seren dan Ado. Tanpa basa-basi, Seren memintanya untuk duduk di sampingnya. Ara duduk di samping Seren, berusaha semuanya baik-baik saja agar keadaan yang rumit tidak semakin rumit karena perasaannya. Baginya persahabatan lebih dari apa pun, mengenai perasaannya dengan Delvin akan dia kubur dalam-dalam. Tidak ada yang perlu mengetahuinya termasuk Delvin.

Ado mengalihkan pandangannya ke arah benda yang melingkar di tangan kirinya. Benda yang menunjukkan empat digit angka itu sudah menunjuk angka dua. Ado tidak bisa semakin lama berada di sini karena ini waktunya istirahat. Semenjak kenal dengan Seren, Ado sering mendapat teguran karena kehilangan waktu istirahat. Jika keadaan Ado sampai lebih parah lagi, maka dia akan menyesal karena tidak dapat menjaga Seren dan hanya bisa berbaring layaknya laki-laki yang tidak pantas dipercayai.

"Ren, aku harus istirahat. Aku pamit, ya? Ini udah ada teman kamu yang jagain."

Seren mengangguk. Tidak ada kata lain yang perlu diucapkan. Ucapan pamit dari Ado saja sudah mengandung banyak arti, apalagi yang harus Seren katakan selain mengangguk setuju. Membantah ucapan Ado tanpa alasan yang jelas juga bukan pilihan yang tepat. Seren tidak pernah menang berdebat dengan Ado. Lagi pula apa yang dikatakan Ado benar, sudah ada Ara yang akan menemaninya.

Ado melambaikan tangannya ke arah Seren dan Ara. Mereka membalas lambaian tangan Ado dengan senyuman tipis. Seren menyentuh bahu Ara dua detik lalu beranjak, membantu mendorong kursi roda Ado hingga ke ruangannya. Ado menolak, tapi Seren tetap tidak mendengarkan. Kesannya tidak adil sekali jika harus membiarkan Ado kesulitan ke ruangannya sedangkan Ado sering sekali melakukan banyak hal di tengah-tengah kesulitannya mengurus diri sendiri.

"Sampai ketemu lagi calon imam." Seren berlari sekuat tenaga dengan tujuan agar Ado tidak melihat wajah Seren yang sudah berubah warna karena malu mengatakan hal yang sebenarnya tergolong menjijikkan bagi Seren.

Delvin dan Misty menatap Seren bingung karena gadis itu berlari. Seren berhenti tepat di bangku yang sedang diduduki Delvin dan Seren. Ia mengembuskan napasnya perlahan, agar napasnya kembali normal.

"Masuk, yuk!"

"Yuk!" Seren menggandeng tangan Delvin dan Misty, raut wajahnya tidak lepas dari senyuman tipis yang membuat Delvin tidak berhenti menatap wajah Seren. Bertahun-tahun memendam perasaan dengan Seren tentu sangat sulit agar rahasianya tidak terbongkar, namun perasaan itu kian hari kian berubah menjadi lebih. Lebih dari rasa sekadar kagum, lebih tepatnya ingin memiliki dan menjalin hubungan karena setiap kali melihat Seren bersama Ado membuat tangannya terkepal.

Pemandangan yang mereka lihat saat pertama kali membuka pintu adalah gadis cantik yang sedang merapikan bankar Seren. Dia membereskan selimut yang Seren saja tidak pernah membereskannya. Tidak hanya itu, mereka juga melihat sapu di samping gadis itu. Ara menoleh ke arah ketiga sahabatnya yang tengah menatapnya. Ara menaikkan sebelah alisnya lalu kembali melanjutkan aktivitasnya. Seren melangkah lebih dahulu, menghampiri Ara dan memeluknya dari belakang.

Ara dan Seren lebih dekat karena sudah berteman sejak bangku SMP. Lain halnya dengan Misty yang baru bersahabat dengan mereka sejak SMA. Ara jauh lebih perhatian daripada Misty. Selama di rumah sakit, Ara sering mengunjungi Seren sendirian tanpa Misty dan Delvin. Seren melepas pelukannya lalu kembali duduk di sofa. Tenaganya cukup terkuras karena jarak ruangannya dengan Ado cukup jauh.

"Ren, gue mau ngomong sesuatu." Satu kalimat yang langsung membuat Ara menatap Delvin penuh selidik. Ara, Misty, dan Seren duduk di sofa, sedangkan Delvin memilih duduk di bangku yang telah disediakan untuk pengunjung pasien.

"Tinggal ngomong aja," balas Seren biasa saja.

Delvin turun dari bangku, berjongkok menghadap Seren dan menggenggam kedua tangan Seren. Seren mengerutkan keningnya, tapi tidak menolak karena ia pikir Delvin hanya sedang bercanda.

"Gue udah lama mendam perasaan sama lo, Ren. Gue mau kita bukan cuma jadi sahabat, tapi gue pengen miliki lo."

Ara memutar bola matanya ke kanan dan kiri berharap buliran bening itu tidak jatuh di depan mereka. Sahabat macam apa dirinya ini. Ara tidak mungkin merusak kebahagiaan sahabatnya yang lain hanya karena perasaan yang salah mencintai seseorang. Untungnya tidak ada yang sadar dengan raut wajah Ara.

Seren menarik kedua tangannya. Ia terbahak mendengar ucapan Delvin, namun dalam hitungan detik ia menyadari tidak ada yang tertawa selain dirinya. Ia menatap Delvin, Ara, dan Misty bergantian. Mereka sepertinya sedang serius.

"Gue nggak lagi bercanda, Ren. Lo mau jadi pacar gue?"

Dering notifikasi dari ponsel Ara membuat mereka mengalihkan pandangannya. Ara permisi memeriksa notifikasinya, dia melangkahkan kakinya ke luar dari ruangan Seren. Dalam hati dia bersyukur karena tidak perlu mencari-cari alasan agar pergi. Dia tidak sanggup menyaksikan sikap manis Delvin kepada Seren. Baginya selama ini sudah cukup dia menyaksikan perlakuan manis Delvin kepada Seren, untuk saat ini dia tidak ingin menjadi orang bodoh dengan tetap menyaksikan apa yang membuatnya terluka. Dia menunduk memeriksa notifikasi dari ponselnya, hanya notifikasi dari operator.

"Lo sadar, Vin? Gue mana mungkin suka sama lo, dari dulu gue cuma anggap lo sahabat doang. Punya perasaan lebih ke lo itu rasanya mustahil."

Delvin menghela napas panjang. Delvin berusaha mengumpulkan keberanian, menatap wajah Seren. "Kenapa mustahil? Emang gue kurang apa, Ren?" tanya Delvin. Delvin ingin semua pertanyannya selama bertahun-tahun akan terjawab hari ini.

"Karena gue suka orang lain, Vin."

Delvin mengubah posisinya menjadi berdiri, tanpa berpikir panjang dia akan mengeluarkan segala isi hatinya. "Lo suka Ado? Apa hebatnya Ado? Cuma cowok penyakitan yang bakalan nyusahin hidup lo. Dia aja nggak bisa jalan, gimana caranya bisa bikin hidup lo bahagia?"

Seren ikut berdiri, menatap Delvin sebentar sebelum benar-benar melakukan apa yang pantas Delvin dapatkan.

Plak!

-💃-

Hallo hallo hai, akhirnya bisa double update hehe. Nggak terasa sebentar lagi ceritanya bakalan kelar. 😢

Vote & komen ditunggu ❤
Saran & kritik lebih ditunggu ❤

Serendipity [Completed]Where stories live. Discover now