Chapter 26

2.1K 256 71
                                    

Happy Reading ❤

-💃-

Ara berjalan sambil terus memandangi ponselnya. Mama Seren mengirimkannya pesan singkat tentang keadaan Seren yang semakin parah hingga dipindahkan ke ICU.

"Aduh," ucap Ara seraya menatap laki-laki yang baru saja menabrak bahunya. Laki-laki yang tidak ingin Ara temui. "Maaf, gue nggak sengaja," lanjutnya.

Ara langsung melangkahkan kakinya berniat melanjutkan aktivitasnya yang sempat terhenti. Delvin menahan pergelangan tangan Ara. Gadis itu berhenti, menaikkan sebelah alisnya seakan-akan bertanya maksud Delvin.

"Maafin gue yang kasar sama lo, Ara. Lo terlalu baik buat gue yang biasa aja. Gue juga terlalu buta sampai nggak sadar sama perasaan lo. Kesalahan terbesar gue karena udah bentak lo cuma karena masalah perasaan."

Ara hanya mengangguk lalu kembali melangkahkan kakinya meninggalkan Delvin yang masih menatapnya dengan sorot penuh harap. Ara memilih mengabaikannya, perasaannya sudah benar-benar hilang untuk Delvin. Apa pun yang dikatakan Delvin tentu membuat gadis mana pun tidak sudi menatapnya.

"Tunggu, Ra. Gue tau lo kecewa banget sama gue, tapi kasih gue kesempatan buat nebus itu semua, Ra." Ucapan Delvin masih terdengar jelas di telinga Ara, namun Ara memilih mengabaikan. Ara melepas pergelangan tangannya yang ditahan Delvin kemudian benar-benar pergi meninggalkan Delvin.

Tanpa Ara sadari, Delvin mengejarnya. Laki-laki itu berusaha menyeimbangkan langkahnya dengan Ara. "Berhenti, Ra. Dengarin gue sebentar."

Ara menuruti ucapan Delvin. Puluhan pasang mata yang menatap mereka dengan sorot aneh yang membuat Ara menuruti ucapan Delvin. Di malam hari seperti ini tentu banyak pengunjung rumah sakit yang baru sempat menjenguk keluarga, teman, atau pacarnya.

"Lo mau temanin gue malam ini?" tanya Delvin yang langsung dibalas dengan gelengan kencang dari Ara. Apa Delvin ini laki-laki yang tidak tahu diri? Semudah itu Delvin mempermainkan perasaannya? Untungnya Ara perlahan melupakan Delvin dan tidak akan termakan oleh ucapan manis Delvin.

"Sekali aja, Ra. Gue janji, ini yang terakhir." Ara memutar bola matanya malas kemudian mengeluarkan ponselnya memeriksa notifikasi. Pergi dari hadapan Delvin malah membuat suasana rumah sakit menjadi tidak kondusif karena laki-laki itu akan terus berteriak memanggil namanya.

Delvin mengubah posisinya menjadi jongkok, memegang kaki Ara dengan wajah yang tertunduk. "Ra, gue mohon. Gue sadar gue emang nggak pantes ngomong sama lo, tapi ini permintaan terakhir gue. Lo mau, 'kan?"

Ara menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal. Ara mengulurkan tangannya membantu Delvin bangkit. Tidak ada perasaan aneh atau jantungnya yang berdetak lebih kencang saat berada di dekat Delvin, Ara melakukannya agar tidak ada yang terganggu dengan kehadiran mereka.

"Nggak ada apa-apa kok semuanya. Kita nggak lagi berantem, maafin kita kalau ganggu, ya," ucap Ara dengan kedua tangan yang menyatu. Beberapa orang yang memperhatikan keduanya mengangguk lalu kembali sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

"Lo sengaja, ya?" tanya Ara dengan nada dinginnya.

"Iya, Ra. Gue cuma mau nebus kesalahan gue, udah itu aja." Delvin meraih kedua tangan Ara, mencium punggung tangan Ara beberapa detik. Dengan cepat Ara menarik tangannya lalu mengeluarkan tisu dari sling bag. Ara membersihkan punggung tangannya lalu pergi begitu saja. Berinteraksi dengan Delvin tidak ada untungnya, hanya membuang waktunya percuma.

Usaha Delvin tidak sampai di sana saja. Delvin mengikuti Ara hingga ke ICU. Ara sebenarnya tahu Delvin mengikutinya, hanya saja mencoba mengabaikannya hingga laki-laki itu pergi. Ara hanya memperhatikan Seren dari celah jendela, di dalam sudah ada Tante Nia. Setidaknya Ara dapat melihat wajah Seren dan itu sudah cukup.

Ara mengembuskan napas pelan, menatap benda yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Belum begitu larut, namun berada di rumah sakit juga bukan pilihan yang tepat. Di saat sedang sendiri seperti ini membuat Ara kembali mengingat saat-saat bersama Seren dan Misty. Akhir-akhir ini Misty begitu sibuk dengan pacarnya hingga jarang meluangkan waktu untuk Ara dan Seren, tapi Ara tidak ingin mempermasalahkan hal itu.

Delvin menyodorkan minuman dingin di hadapan Ara, sama persis dengan yang pernah Ara lakukan kepada Delvin. Ara menatapnya sekilas lalu beranjak meninggalkan Delvin tanpa mengatakan satu patah kata pun.

"Ara, tunggu. Gue udah mulai sayang sama lo, tapi gue sadar karena rasa itu udah terlambat. Gue cuma mau ngajak lo makan bakso terus nganter lo pulang. Tolong, Ra. Gue nggak ganggu lo lagi."

Ara menghentikan langkahnya. Ara menatap wajah Delvin beberapa detik lalu menganggukkan kepalanya.

Sepeda motor Delvin berhenti di salah satu tempat makan bakso sederhana. "Makan di sini mau nggak, Ra? Rasanya enak dan bersih, kok."

Ara turun dari sepeda motor Delvin, masuk ke dalam tempat bakso tanpa membalas ucapan Delvin yang menurutnya tidak penting. Ara sendiri tidak tahu mengapa menerima ajakan Delvin. Mungkin karena Ara memiliki sifat sosial yang tinggi.

Ara sudah duduk duluan di pojok, Delvin menyusul dengan dua mangkok bakso yang langsung Delvin pesan. Ara menerimanya dengan tatapan biasa aja. Dalam pikirannya hanya satu, mungkin Delvin sedang ada masalah dengan keluarganya. Biar bagaimanapun, mereka sudah kenal dengan. Sulit sekali saling mengacuhkannya seperti sekarang.

Ara menghabiskan baksonya dengan lahap walaupun Ara sedang kesal dengan Delvin, tapi Ara tidak mungkin menolak rezeki. Sepuluh menit mereka habiskan dengan keheningan. Delvin mengusap tangan kanan Ara. Ara menarik tangannya cepat lalu menaikkan sebelah alisnya.

"Gue pasti bakalan rindu banget sama cewek lucu kayak lo."

"Maksud lo apa, sih, Vin? Lo kayak mau pergi jauh aja. Lo ada masalah? Sini cerita ke gue," sahut Ara dengan lembut, sangat berbeda dengan sebelumnya.

Delvin tersenyum tipis lalu menggeleng. "Nggak ada masalah, Ra. Masalahnya cuma keluarga gue, sekuat apa pun usaha gue buat jelasin ke mereka pasti mereka nggak akan peduli. Percuma juga kayaknya gue ada di tengah-tengah mereka, tapi nggak dianggap." Delvin mengakhiri ucapannya dengan embusan napas.

Ara menggigit bibir bawahnya, perasaannya tidak enak. Entah mengapa Ara ingin terus bersama Delvin, menghabiskan waktu bersama agar Ara dapat memastikan kondisinya. "Lo yang sabar, ya, Vin. Cuma butuh waktu aja, kok. Maksud ucapan lo yang di rumah sakit apa, Vin? Lo mau pergi? Ke mana? Luar kota atau luar negeri?"

"Bukan itu maksudnya, Ra. Gue mau ngelakuin sesuatu yang semoga aja bermanfaat buat orang lain."

Ara menautkan kedua alisnya bingung. "Gue nggak paham, Vin."

Delvin menghabiskan teh manis dingin yang baru saja diantar oleh salah satu karyawan yang bekerja. "Nanti juga lo tau, Ra. Makasih udah mau nemanin gue hari ini, Ra. Sekali lagi maafin gue, ya?"

-💃-

Yuhuuu akhirnya aku double update hehe. Gimana? Makin penasaran, nggak? Stay tune!

Vote & komen ditunggu ❤
Saran & kritik ditunggu ❤

Serendipity [Completed]Where stories live. Discover now