Chapter 13

2.5K 296 79
                                    

Yuk!

Happy Reading ❤


-💃-

Ara dan Misty menatap Delvin intens. Laki-laki yang ditatap memilih duduk di tempat biasa dia dan mama Seren menunggu. Dua gadis yang menggunakan seragam yang sama dengan Delvin ikut duduk di samping kanan dan kiri.

"Namanya Ado, teman baru Seren. Dia juga dirawat di sini."

Misty memutar bola matanya ke kanan dan kiri lalu dalam hitungan detik, gadis itu beranjak tanpa mengatakan apa pun. Ara mengikutinya dari belakang. Kedua gadis itu melambaikan tangannya ke arah Delvin sebelum benar-benar pergi. Delvin membalas lambaian keduanya, dia tidak tahu akan melakukan apa. Getaran ponselnya mencuri perhatian, tangannya bergerak masuk ke dalam saku celana untuk melihat apa isi dari notifikasi tersebut.

Delvin menatap malas ponselnya. Ada pesan masuk dari mamanya. Dia berniat tidak membalas daripada harus sakit hati. Notifikasi pesan masuk itu berubah menjadi panggilan masuk. Mau tidak mau Delvin harus mengangkatnya. Dia mendekatkan ponsel ke telinganya. Posisi yang sebelumnya menunduk kini berubah, tatapannya lurus ke depan. Memandang koridor yang cukup ramai di pagi hari seperti saat ini.

"Kamu itu mau jadi anak durhaka, ya? Dari tadi di-chat bukannya dibaca malah dibiarin! Otak kamu itu dipakai! Sekolah mahal-mahal malah nggak ada hasilnya!"

Delvin menjauhkan ponselnya dari telinga. Untuk kesekian kalinya, dia harus mendengar kata-kata yang tidak pantas diucapkan orangtua. Bagaimana mungkin mamanya berteriak mengucapkan kata-kata itu? Delvin saja tidak tahu ada kesalahan apa sampai mamanya begitu membencinya. Bukan hanya mamanya, papanya juga melakukan hal yang sama.

Delvin kembali mengingat masa kecilnya yang kelam. Ketika abangnya meminta untuk bermain di taman, maka kedua orangtuanya langsung mengabulkannya. Lain halnya dengan Delvin. Delvin tidak meminta ditemani untuk bermain, dia hanya ingin mendapatkan sedikit kasih sayang dari orangtuanya. Satu pertanyaan yang mengandung sejuta arti, hanya itu saja. Delvin ingin orangtuanya menanyakan apa saja yang sudah dia lakukan hari ini, tapi hal itu tidak pernah terjadi sampai detik ini.

"Delvin! Benar-benar anak kurang ajar kamu! Pulang ke rumah sekarang! Mama nggak peduli kamu pulang pakai cara apa. Mau bolos atau izin terserah kamu. Pandai-pandai kamu!"

"Sepuluh menit dimulai dari sekarang!"

Baru saja Delvin mendekatkan ponsel ke telinganya berniat membalas ucapan mamanya, sambungan sudah diputus sepihak oleh mamanya. Delvin berdecak kesal, mamanya selalu begini. Kalau begitu, untuk apa dia disekolahkan? Sekalian saja dia menjadi perawat khusus untuk abangnya.

Delvin memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Dia tidak mau meninggalkan Seren, dia akan menunggu sampai Ara dan Misty kembali. Mungkin Ado memang ada di dalam, tapi tidak ada yang tahu emosi Seren. Seren bisa berteriak kesal, membuang semua barang yang ada di dekatnya, menangis dalam diam, atau lari ke mana pun kakinya membawa.

Ara dan Misty melangkahkan kakinya menuju tempat di mana mereka meninggalkan Delvin. Mereka berpikir kalau Delvin sudah masuk ke dalam ruangan dan menemani Seren, namun ternyata tidak. Keadaannya masih sama dengan beberapa menit yang lalu.

Tangan Ara bergerak maju, memberikan plastik berwarna putih yang berisi minuman dingin untuk Delvin. Delvin menerimanya seraya mengucapkan terimakasih. Misty menatap Seren dari balik kaca, keadaannya lebih tenang daripada sebelumnya.

"Gue barusan disuruh pulang. Kalian nggak apa-apa kalau gue tinggal?"

Ara dan Misty mengangguk bersamaan. Keduanya duduk di samping Delvin. Setelah melihat keduanya setuju, Delvin langsung beranjak karena sudah menghabiskan waktu lima menit yang artinya dia hanya memiliki waktu lima menit lagi.

-💃-

Sementara di dalam ruangan, Seren masih betah dengan posisi membelakangi Ado. Ia masih kesal dengan Ado yang tidak percaya pada rencana Tuhan padahal dia sendiri yang selalu mengatakan tentang banyak kemungkinan. Ado mengusap rambut Seren pelan. Dia tidak mengatakan apa pun, tapi perbuatannya selalu berhasil membuat Seren tersenyum tipis.

Sepuluh menit mereka habiskan dengan diam. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Untungnya kondisi Ado sudah lebih baik hari ini, jadi dia dapat menemani Seren dalam jangka waktu yang lama.

"Kalau kamu mau sendiri, aku balik ke kamar, ya?" tanya Ado pelan, tangannya masih mengusap rambut Seren.

Seren langsung berbalik, ia menatap Ado sambil cemberut. Laki-laki itu terkekeh, memang ini yang dia inginkan. Untuk apa berada di tempat yang sama, tapi keduanya tidak saling berinteraksi?

"Katanya mau ditemanin, tapi kok malah belakangin aku? Akunya dicuekin pula."

Seren menjambak rambut Ado yang tertata rapi, sepertinya dia sudah mandi dan memberikan sedikit minyak rambut. Ado tidak merespons apa-apa, dia hanya tersenyum sebagai respons. Seren menatap tangan kanannya yang baru saja menjambak Ado, ada banyak rambut di tangannya. Dengan cepat Ado langsung membersihkan tangan Seren dari rambutnya yang rontok. Seren menatap Ado penuh selidik. Rasanya tadi ia hanya menarik rambut Ado pelan, mengapa rambut Ado rontok sebanyak itu? Seren jadi merasa tidak enak dengan Ado. Apakah itu efek dari penyakit Ado? Tapi, Seren juga tidak tahu pasti penyakit Ado.

Suara kenop pintu yang ditarik ke bawah membuat keduanya menoleh ke sumber suara. Ara dan Misty melangkahkan kakinya mendekati bankar Seren.

"Nggak sekolah?"

"Nggak, gue udah pinter sekarang. Pinter mencuri hatinya." Ucapan Ara yang terdengar konyol langsung dihadiahi jitakan oleh Misty. Misty selalu kesal jika tingkah Ara sudah berubah sangat menyebalkan. Seren terkekeh melihat aksi keduanya.

"Sakit! Ngeselin banget lo! Habis ini lo jalan kaki aja pulang, nggak boleh nebeng!"

Misty yang mendengar ancaman Ara langsung melotot. Tangan Misty bergerak memeluk Ara yang cemberut. Ara yang sudah tahu betul sifat Misty tentu terbahak. Mana mungkin Ara akan meninggalkan Misty. Misty saja yang terlalu menganggap serius segala hal. Misty memberikan plastik yang berisi bubur ayam kepada Seren. Keduanya membeli bubur ayam di luar rumah sakit karena mereka tipe orang yang tidak tahan berdiam diri tanpa melakukan apa-apa.

Seren menerimanya dengan senyuman lebar. Ia sendiri juga sudah bosan memakan makanan yang disediakan dari rumah sakit. Ia meletakkan plastik itu di atas nakas, ia masih menunggu mamanya datang ke rumah sakit untuk menanyakan apakah ia boleh memakan bubur ayam atau tidak. Seren tidak ingin membuat mamanya semakin khawatir, untuk kali ini ia akan mengikuti segala ucapan mamanya.

"Ren, kita nunggu di luar aja. Kalian lanjutin aja ngobrolnya," kata Misty seraya menarik pelan pergelangan tangan Ara.

Seren mengangguk. Setelah kedua temannya keluar, hanya tersisa dirinya dan Ado. Tatapannya kembali menatap Ado penuh tanya, laki-laki yang ditanya menaikkan sebelah alisnya.

"Kamu sakit apa, sih?"

-💃-

Hallo hallo hai, aku udah pernah publish cerita ini sampai chapter ini. Artinya, kalau aku update lagi, udah masuk chapter baru yang belum pernah di-publish. Stay tune!

Vote & komen ditunggu ❤
Saran & kritik juga ditunggu ❤

Serendipity [Completed]Where stories live. Discover now