Chapter 5

4.5K 494 77
                                    

Happy Reading❤

-💃-

Delvin menatap Seren dari jarak beberapa meter. Bahu gadis itu narik turun, itu artinya Seren sesak napas karena kesal. Harusnya, Delvin tidak perlu membentak Seren seperti tadi agar kejadian ini tidak terulang untuk kesekian kalinya.

Delvin melangkahkan kakinya lebar. Langkahnya berhenti tepat di samping Seren. Delvin memperhatikan raut wajah Seren, rasanya berbeda sekali. Wajah Seren tidak menunjukkan kekesalan, melainkan seperti orang yang sedang menahan rasa sakit.

"Gue minta maaf masalah tadi. Lo kenapa, Ren?" tanya Delvin tanpa basa-basi. Delvin sangat khawatir jika Seren kenapa-kenapa karena beberapa hari ini kesehatan Seren menurun.

Seren menghentikan langkahnya, ia menatap Delvin sebentar sebelum benar-benar tidak sadarkan diri. Untungnya Delvin dengan cepat menangkap tubuh Seren agar tidak terjatuh di jalanan.

Tanpa berpikir panjang, Delvin mengangkat tubuh Seren. Saat sudah sampai di parkiran, Delvin sedikit kesusahan karena kedua tangannya digunakan untuk menggendong Seren.

Suasana taman yang cukup ramai membuat Delvin tersenyum tipis. Delvin berteriak memanggil seorang anak laki-laki untuk membantunya menopang tubuh Seren karena Delvin akan naik terlebih dahulu. Seorang anak laki-laki dan dua orang gadis kecil  berlari ke arah Delvin, tanpa perlu mengatakan satu patah kata pun anak-anak tersebut sudah mengerti.

"Makasih, Anak-anak. Kalian orang yang peka, jangan-jangan nanti pas udah besar cepat dapat pacar karena peka." Delvin terkekeh mengatakan hal konyol tersebut, sama halnya dengan ketiga anak-anak tersebut. Mereka mengangguk sebagai jawaban lalu kembali melanjutkan permainannya yang sempat terhenti.

Delvin cukup kesulitan membawa Seren dalam keadaan pingsan. Ini sangat membahayakan nyawa keduanya. Delvin mengambil kedua tangan Seren lalu melingkarkannya di perut Delvin.

Delvin mengendarai sepeda motornya  dengan kecepatan sedang. Delvin tahu sekarang saat yang genting karena Seren membutuhkan pertolongan, tapi keselamatan mereka berdua juga tidak kalah penting.

Delvin berusaha mendahului mobil yang ada di depannya agar tidak terjebak di lampu lalu lintas. Sebentar lagi lampunya agar berganti warna menjadi merah, itu artinya membutuhkan waktu lagi. Delvin berdecak kesal saat lampunya telah berganti padahal hanya beberapa meter lagi Delvin melewati lampu lalu lintas, namun peraturan tetap peraturan. Delvin tidak mau melanggarnya karena ada CCTV di sana, itu jauh lebih memakan waktu karena akan ketahuan.

Delvin berhenti tepat di salah satu rumah sakit yang cukup besar di kotanya. Setelah parkir di tempat yang telah disediakan, Delvin menggendong tubuh Seren dan meninggalkan area parkir kendaraan roda dua itu.

Delvin yakin saat Seren sadar nanti, Seren akan kesal karena Delvin membawanya ke rumah sakit. Beberapa hari ini membuat Delvin semakin cemas dengan keadaan Seren yang mudah sekali kelelahan, napasnya yang sesak, dan saat ini dia pingsan. Jika dibawa ke rumah tentu mereka tidak akan pernah tahu apa yang terjadi dan apa penyebabnya.

Seren memang keras kepala, tapi sejujurnya gadis itu juga penasaran apa yang terjadi. Seren memilih tidak ingin dibawa ke rumah sakit tentu karena tidak ingin diperintah meminum obat atau hanya sekadar vitamin.

Setelah memastikan Seren ditangani oleh dokter, tangan Delvin bergerak mencari ponsel di saku celananya. Namun, hasilnya nihil. Delvin kembali mengingat-ingat di mana terakhir kali Delvin menggunakan ponsel.

Dengan berat hati Delvin harus meninggalkan Seren sendirian di dalam. Sepertinya ponsel miliknya tertinggal di dalam plastik yang berisi minuman dingin. Jarak yang cukup jauh dengan parkiran membuat Delvin berdecak kesal, namun daripada terus-terusan larut dalam kekesalan karena kebodohannya sendiri, Delvin berlari menyusuri koridor agar lebih cepat sampai ke parkiran.

Delvin mengembuskan napasnya kasar, mengapa dalam waktu yang relatif singkat parkiran sudah padat sekali? Perasaan baru ditinggalkan beberapa menit. Delvin tersenyum tipis saat melihat motornya terparkir rapi di sudut kanan.

Delvin menghubungi mama Seren secepat mungkin agar mereka tidak semakin cemas karena sejak tadi mereka pergi tidak izin. Mama Seren mengatakan akan segera datang ke rumah sakit, Delvin memasukkan ponselnya di saku celana kemudian melangkahkan kakinya lebar.

Mungkin keberuntungan sedang berpihak pada Delvin. Saat Delvin sampai di tempat Seren diperiksa, Dokter yang memeriksanya baru saja ke luar dari ruangan tersebut. Wajah Dokter itu tanpa senyuman sedikit pun, itu artinya Seren tidak sedang baik-baik saja. 

"Kamu keluarga pasien?" tanya Dokter itu tanpa basa-basi. Delvin memperhatikan penampilan Dokter yang berada di hadapannya ini. Selain memiliki wajah yang tampan, setelan jas putih menambah kesan elegan dalam dirinya. Dokter itu masih terbilang sangat muda, atau kira-kira hanya berbeda lima tahun dari Delvin.

Delvin menggelengkan kepalanya karena tidak fokus. Bukannya menjawab pertanyaan Dokter, Delvin malah sibuk memperhatikan penampilan orang yang ada di hadapannya ini. Dokter itu menyentuh bahu Delvin agar Delvin fokus dan menjawab pertanyaannya.

"Kamu keluarga atau pacarnya?" tanya Dokter itu sekali lagi, namun menambahkan kata pacar di belakangnya. Delvin mengerutkan keningnya, pacar? Bahkan mereka jarang sekali akur.

"Saya temannya, Dok. Gimana keadaan Seren? Dia cuma kecapekan aja, kan?"

"Untuk saat ini dapat dikatakan begitu, tapi tetap akan melalui pemeriksaan lebih lanjut karena tanpa disadari kulit pasien sudah menguning. Perubahan kulit tentu bukan hal yang bisa dianggap sepele bahkan penyakit ini dapat dikatakan penyakit serius yang sering menghilangkan nyawa pasien, untuk itu pasien harus dirawat inap sampai semua pemeriksaan selesai dan hasilnya keluar. Saya permisi dulu," jelas dokter yang mempunyai name tag Galen Gerald.

Delvin terdiam sebentar. Setelah mengucapkan terima kasih kepada Dokter, Delvin melangkahkan kakinya masuk menemui Seren. Gadis itu tampak biasa saja, Seren memainkan ponselnya bahkan tertawa.

Melihat Delvin yang semakin mendekat, Seren menyimpan ponselnya. Ia mengubah posisinya menjadi duduk. Ia menadahkan tangannya meminta sesuatu dari Delvin, susu kotak. Seren memperhatikan kedua tangan Delvin, tidak ada apa-apa di sana. Seren menurunkan tangan kanannya lalu menatap Delvin dengan tersenyum tipis.

Seren tidak ingin membuat Delvin semakin kesal. Apalagi setelah Seren ingat bahwa Delvin membawa sepeda motor bukan mobil, itu artinya perjuangan Delvin sangat besar untuk membawa Seren ke rumah sakit.

Delvin berdiri tepat di samping Seren. Tangannya bergerak mengacak rambut Seren agar gadis itu kesal. Di saat seperti ini, tidak mungkin Delvin menunjukkan kesedihan. Lagipula yang dikatakan dokter belum tentu yang terjadi, Seren hanya akan diperiksa bukan berarti Seren sudah memiliki penyakit serius.

"Mama mana?"

Seren memperhatikan pintu, tidak ada siapa-siapa di sana. Seren pikir mamanya sudah sampai dan akan masuk bersamaan dengan Delvin, tapi ternyata tidak.

"Lagi di jalan mungkin. Ren, lo ngerasa ada yang aneh gak di diri lo?"

-💃-

Heyyu, di chapter selanjutnya bakalan ada penjelasan tentang Seren. Stay tune! 😉

Jangan lupa kasih tau kalau ada typo. 🙈

Vote & komen ditunggu❤
Saran & kritik juga ditunggu❤

Serendipity [Completed]Where stories live. Discover now