day 15

31 6 4
                                    

𝘱𝘳𝘰𝘮𝘱𝘵: 𝘴𝘤𝘩𝘦𝘥𝘶𝘭𝘦𝘥 𝘮𝘦𝘴𝘴𝘢𝘨𝘦𝘴
_______

"Jun, jangan main ponsel terus. Ayo, makan dulu."

Suara ibu terdengar dari ambang pintu kamar yang tidak tertutup. Menoleh, kudapati ibu tersenyum pasi di sana. Aku mengangguk dan membalas senyum itu dengan lebih ceria agar ibu tidak begitu khawatir.

"Iya, Bu. Nanti Juno makan. Juno nunggu SMS harian dari bapak dulu, biasanya jam segini, kan, waktunya istirahat. Ibu makan duluan aja. Jangan sampai sakit," ucapku membuat ibu menghela napas pasrah.

"Nanti kalo ada kabar, cepat kabari ibu, ya. Jangan telat makan."

"Siap."

Senyumku pudar begitu ibu pergi. Kulirik jam dinding bulat di samping pintu kamar. Pukul 12:37 siang dan bapak belum memberi kabar harian.

Bapak baik-baik saja, kan?

Sudah dua puluh hari sejak bapak pergi bekerja dan belum juga pulang. Super duper sibuk, begitu kira-kira pekerjaan bapak saat ini. Saat rumah sakit menghubungi perihal pasien pertama yang datang waktu itu, kami yang sedang tertidur pulas di rumah mendadak cemas. Pikiran kami kacau. Tetapi, bapak tanpa berpikir panjang segera bersiap-siap dan menyalakan mobil.

"Doakan bapak, ya. Semoga situasinya nggak memburuk. Kalian jangan bepergian jauh dulu untuk saat ini. Bapak janji bakal kasih kabar setiap hari."

Berbekal sebungkus roti tawar, susu kaleng, teh hangat, dan juga beberapa lembar pakaian, bapak masuk ke dalam mobil. Bapak menyalakan mesin, kemudian mobil yang ditumpanginya bergerak menjauh sampai tidak terlihat dari ujung gang.

Drrt! Drrt!

________________________________
Bapak sehat. Baru aja sholat
dan makan siang.
12:40
________________________________

"Alhamdulillaah."

Keteganganku berubah menjadi perasaan lega begitu membuka sebuah pesan yang baru saja sampai dari bapak. Aku menghampiri ibu yang sedang duduk menelepon seseorang dengan serius di sudut ruangan ruang keluarga, berlawanan dengan letak televisi. Lauk di piringnya yang ada di atas meja sudah hampir habis. Suara berita dari televisi terdengar semakin jelas ketika aku sampai. Namun, sepertinya bukan berita baik.

Aku tidak mengerti karena tidak mendengarnya dari awal. Saat sedang berkonsentrasi membaca tulisan di layar, suara gedebuk terdengar dan aku segera menoleh.

Ibu pingsan.

"BU!"

Aku segera berlari dan memindahkan tubuh ibu ke atas sofa. Jantungku berdegup kencang karena panik. Tanganku yang bergetar berusaha menekan tombol panggil untuk menghubungi kakak perempuanku di luar kota, namun berita lain dengan topik yang sama di televisi membuat sekujur tubuhku lemas.

Menoleh ke layar televisi, sebuah headline besar membuatku was-was. Di layar sebelah kanan, reporter menyebutkan nama-nama dokter yang meninggal dalam kasus ini, diperjelas oleh daftar nama dan foto korban di layar sebelah kiri.

Satu dari lima korban yang diumumkan, menampilkan nama dan foto ayah.

DEG.

Mataku panas dan memerah. Memejamkannya tidak ampuh mencegah air mata keluar dari pelupuk. Ketika sang reporter menyebutkan waktu kematian bapak--pukul 11:46, aku sudah menangis kejar.

Meski terdengar sia-sia, besok mungkin aku masih akan menerima pesan dari bapak.

______
Untuk para pejuang di garda terdepan, you are officially the best! Thank you so much! ❤️

Bumiku, cepat sembuh, ya.

#30HutanKata | Hutan KecilWhere stories live. Discover now