day 27

26 4 4
                                    

prompt: B
____


Sepuluh tahun lalu, aku sering ikut kakak pergi bermain bersama teman-temannya di taman dekat rumah. Menempelinya seperti lem meski seringkali lelah setelah berlari ke sana kemari untuk menekan bel tiap rumah yang menjadi sasarannya.

“Tae Eun-ah, aku Lucas! Ayo main gasing!” ucap kakak usai menekan bel rumah nomor 47. Sekian detik setelah seorang anak laki-laki menyahut dari dalam, pagar rumah itu pun terbuka dan menampilkan wajah yang tersenyum lebar sampai kedua matanya benar-benar tinggal segaris.

Kajja!” seru Lee Tae Eun—anak itu—mengangkat tinggi-tinggi dua buah gasing di tangannya. “Eh? Halo, Byeol. Kau ikut lagi hari ini?”

Aku mengangguk. Dari enam teman lelaki kakak, hanya Tae Eun oppa yang paling kusukai.

***

“Sebutkan nama-nama benda dari huruf B!”

“Buku!”

“Baju!”

“Boneka!”

“Bandana!”

“Buaya!”

Ey, buaya itu hewan!”

“Eh? Oh iya.”

“Bola!”

Suara-suara saling tumpang tindih di telinga. Setelah bosan bermain gasing, mereka berkumpul membentuk lingkaran di bawah pohon rindang, dengan aku yang tentu saja berada di belakang kakak karena tidak tergabung sebagai anggota permainan. Mereka memang tidak pernah menyertakanku. Mungkin karena aku perempuan dan seharusnya tidak bergabung dengan anak laki-laki? Tidak tahu juga. Untung saja, kakak tidak pernah menyuruhku pulang.

Tinggal kakak dan Tae Eun oppa yang belum menjawab. Meski kakak terbilang jago, namun kala itu dia kelimpungan. Kalau sudah begitu, dia biasanya akan curang.

Uri Byeol-ie, kau tahu jawabannya tidak?”

Tuh, kan.

Kakak menghadap ke belakang dan tersenyum jahil. “Sini, bisikkan padaku. Supaya Tae Eun tidak mendengarnya.”

Meski sudah ketahuan curang dan diomeli, kakak tetap kukuh bertanya padaku. Saat itu, aku melihat bendera kebangsaan berkibar di tengah taman yang dikunjungi angin musim semi.

Bendera,” bisikku.

“Ah! Bendera!” Tanpa panjang-lebar, kakak segera mengacungkan tangan dan menjawab dengan semangat, kemudian menunjuk orang di depannya. “Yes! Lee Tae Eun kala—”

Byeol.”

Aku mencari celah di antara punggung-punggung mereka untuk melihat siapa yang memanggilku barusan dan ketika bertemu dengan manik mata si pembicara, dia malah tersenyum.

“Eh? Byeol tidak akan membantumu. Dia pasukanku,” sahut kakak sedikit sewot pada Tae Eun oppa dan segera memelukku.

“Maksudku, jawabanku adalah byeol alias bintang,” terang Tae Eun oppa, masih menatapku sembari tersenyum. “Bintang juga benda, kan? Benda langit yang cantik.”

Sahut suara kembali terdengar. Ada yang setuju, ada yang tidak setuju—mereka ini kubu jahil. Bagi mereka, harus ada yang kalah agar bisa dilumuri tepung—ada juga yang menjadi penengah supaya tidak ribut. Kakak bersikap dramatis sebagai penengah dengan merentangkan kedua tangannya dan berkata, “Tenanglah, wahai kawan-kawan yang paling kusayangi. Anak sembilan tahun tidak boleh mencontohkan yang tidak baik pada adikku yang masih tujuh tahun. Tenang. Tenang.”

Di saat perdebatan kecil khas anak-anak itu, sepertinya kedua pipiku sudah semerah tomat. Dari enam teman lelaki kakak, hanya Tae Eun oppa yang paling kusukai karena dia selalu mengingat keberadaanku.

#30HutanKata | Hutan KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang