day 18

25 3 6
                                    

𝘱𝘳𝘰𝘮𝘱𝘵: 𝘢𝘯𝘨𝘴𝘢 𝘬𝘦𝘳𝘵𝘢𝘴
____

"Mau ngapain, Teh?"

"Mau sarapan."

"Sarapan kertas?"

"Iya. Diem deh kamu."

"Emang di dapur nggak ada makanan? Mager, ya? Dodo ambilin, mau?"

Hari ini hari Minggu. Sebelum jarum pendek pada jam dinding menyentuh angka delapan, aku sudah menyibukkan diri dengan lembaran kertas warna-warni pemberian Wira di ruang tamu. Gerakan tanganku yang sedang memilah warna terinterupsi oleh suara Dodo. Aku menoleh, mendapati bocah itu menatapku dan kertas origami secara bergantian, dengan mulut membentuk huruf o kecil.

"Jangan makan kertas, Teh. Belum tentu sehat."

Sebenarnya aku mau marah karena si bungsu bongsor cerewet sekali. Tapi begitu melihat wajah polosnya, semua amarah hilang. "Ya udah. Tolong ambilin teteh sarapan, ya?" pintaku dengan lembut.

Dodo menghela napas dan tersenyum. Mungkin dia lega karena teteh-nya tidak jadi makan kertas. Tidak perlu lima detik, dia sudah menghilang ke arah dapur. Selagi bocah itu pergi, aku kembali fokus pada origami di tanganku. Mengambil satu lembar yang berwarna biru, lalu membaginya menjadi empat bagian persegi. Tiap kertas akan dibentuk menjadi angsa kecil, sesuai permintaan Wira.

Iya, si Wira Sableng itu.

Kalau dipikir-pikir, aku menerima permintaannya karena Wira bilang dia akan memberikan setoples kaca berisi angsa-angsa kertas ini pada ibunya Minggu depan, tepat di hari ketika Wira bertemu dengan orang tuanya tersebut di panti asuhan sepuluh tahun lalu. Sayang, paman Handoko--ayah Wira--telah meninggalkan mereka tiga tahun lalu, di rumah sakit khusus jantung di kawasan Jakarta.

"Mate, assalamu'alaikum. Tante ada?"

Aku mendongak, mendapati sinar mentari pagi tidak lagi menerpa tubuhku karena terhalang oleh tubuh Wira. Lelaki setinggi 176 sentimeter yang mengenakan kaus pemberian mamah lagi itu, berdiri di ambang pintu dengan menenteng sebuah kotak.

"Wa'alaikumsalam. Kenapa? Ada bisnis?"

Belum sempat mendengar jawaban darinya, Wira malah masuk begitu mendengar pekikan kecil Dodo yang mungkin terkejut karena melihat cicak. Sampai Dodo kembali dengan sepiring nasi dengan lauk sup ayam dan tempe tepung, Wira tidak juga keluar.

"Mas kesayanganmu itu ke mana?" tanyaku setelah mengucapkan terima kasih.

"Lagi nonton TV sama mamah di ruang keluarga. Ngobrolin kue gitu," jawab Dodo lalu ikut duduk di sebelahku.

"O," jawabku singkat, kemudian menaruh lipatan angsa ke tiga ke dalam toples kaca di sebelah kananku. Sepertinya benar-benar ada bisnis dan kutebak, pasti tidak jauh-jauh dari rencananya untuk memberikan hadiah kepada Sang Ibu.

Aku mengambil piring di lantai dan mulai menyendok sarapan ke dalam mulut. "Kamu udah makan?"

Bukannya menjawab, Dodo malah membicarakan hal lain dengan mata berbinar. "Oh, teteh lagi bikin angsa kertas?"

Hu hu, adikku imut tapi menyebalkan....

"Iya. Wira mau ngasih hadiah buat Tante Maya," jawabku, dijawab o panjang oleh Dodo tanpa suara. Bocah itu kemudian sibuk bermain ponsel di atas sofa.

"Jangan ngomongin gue."
Tiba-tiba Wira sudah ada di belakangku. Dia kemudian berjongkok di samping kananku, mengambil satu angsa biru dari dalam toples, lalu tersenyum. "Kok bagus, sih, Mate?"

Aku membalasnya dengan senyum. "Punya lo udah selesai?"

Wira yang sebelumnya tersenyum berubah mengerutkan kening dan memelas. "Duh, punya gue gagal mulu, Mate. Lo aja, deh, yang ngerjain semuanya sampe toples penuh."

"Sana, deh, Wir. Gue mau bikin pesawat terbang aja," jawabku langsung mendorong bahu kirinya tanpa basa-basi.

Wira tertawa puas sekali. Anehnya, malah terlihat semakin tampan. Dia yang terjatuh karena kudorong pun kembali berjongkok. "Ya udah, ajarin gue bikin angsa, ya."

Jadi, akhirnya aku benar-benar mengajarkan Wira cara membuat angsa kertas setelah sarapanku habis. Kami--termasuk Dodo yang bergabung di menit-menit terakhir--pun akhirnya mengerjakan angsa kertas itu bersama.
Aku tidak tahu kalau Wira cuma modus dan baru tahu setelah melihat video cover song yang dia unggah ke Instakilogram-nya siang ini. Terlihat tumpukan angsa kertas di meja belajar lelaki itu, bahkan lebih banyak dari yang sudah kami kerjakan.

Sabar, Disa. Kamu tidak boleh marah. Kamu bisa menahan amarah. Dia mungkin cuma mau bantu kamu, bukan mau modus.

 Dia mungkin cuma mau bantu kamu, bukan mau modus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
#30HutanKata | Hutan KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang