day 31

30 4 13
                                    

prompt: kue ketawa
____


Di antara semua kue yang pernah kumakan, rasa kue ketawa yang dijual di warung Bu Marwah tidak pernah membuat perasaanku buruk. Selalu membeli itu untuk memperbaiki mood, permen cokelat dalam toples yang juga dijual di warung dekat rumahku itu mungkin sangat iri pada si kue ceria, sebab aku tidak pernah memilihnya setiap kali datang ke sana.

Kesukaanku ini menular pada Wira, begitu saja saat dia memakan kue ketawa untuk pertama kali. Seiring berjalannya waktu, setiap kali Wira atau aku merasa sedih, kami selalu bergantian membeli kue itu untuk saling menghibur satu sama lain.

Seperti hari ini, di hari yang cukup berat.

“Mau nggak?”

Sesuatu menyentuh pundak belakangku. Begitu menoleh, tangan Wira yang menggenggam plastik berisi kue ketawa sudah terangkat ke hadapanku. Dari kursi tepat di belakang supir angkot, Wira yang mulutnya sibuk mengunyah, sempat-sempatnya tersenyum santai di saat mendung begini.

“Kapan belinya?” tanyaku dari kursi di samping supir, masih menoleh ke belakang.

“Tadi pagi, sebelum berangkat sekolah. Gue udah ada firasat, sih, bakal begini,” jawabnya, kemudian bersungut. “Aduh, buruan ambil. Tangan gue pegel, nih!”

Merespon ucapannya, plastik kue itu pun berpindah ke tanganku. “Thanks, Wir.”

“Habisin aja, ya. Biar mood lo bagus lagi.” Wira mengambil botol minum dari samping ranselnya, kemudian meneguk air mineral di dalamnya. Lekum di leher lelaki itu bergerak sebagai tanda jika air telah melewati kerongkongannya. Seperti kata salah satu mahasiswa yang berkunjung ke sekolah dua bulan lalu, Wira berkata meyakinkan usai menutup botol, “Masih ada SBMPTN, Sa. Kita coba lagi. Oke? Oke.”

Tanpa diduga, aku tertawa kecil alih-alih kesal karena lelaki itu menjawab pertanyaannya sendiri. Rasanya begitu lega, entah karena kue ketawa yang ada di pangkuanku, karena Wira berhasil menenangkanku lewat ucapannya, atau karena keduanya.

“Nah, gitu dong, Sa.”


Angin siang hari berebut masuk melalui jendela yang terbuka lebar, bersamaan dengan beberapa murid sekolah yang mulai menempati kursi kosong di belakang dan juga di sampingku. Angkot semakin sesak sampai-sampai Wira mengalah. Dengan tempat yang tersisa, dia duduk di kursi kecil dekat pintu sehingga kami tidak bisa melihat satu sama lain karena saling membelakangi.

Sedetik kemudian, roda kendaraan pun berputar di jalan yang cukup lengang dan mulai bercorak bulat-bulat. Sembari mengunyah kue ketawa, rintik kecil hujan tampak menghiasi tahun terakhir masa putih abu-abu kami. Meski awan berangsur semakin kelabu, namun perasaanku berangsur semakin tenang dan optimis.

_____
Tiba-tiba kepikiran iniii, wkwkwk. Rencana Tuhan itu yang terbaik, ya, gaiz. SEMANGAAAT! 💪✨

#30HutanKata | Hutan KecilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang