L (5)

4.8K 1.3K 29
                                    

Pagi ini aku terbangun dengan semangat yang tidak penuh seperti biasanya. Entah, rasanya pikiran dan hatiku lelah sekali. Ditambah perasaanku semakin bingung dan tidak karuan karena kedekatan antara Risa dan pemuda bernama Aldo itu.

Kak Aldo adalah kakak kelas kami yang lumayan populer. Ia populer karena kemampuan bermain gitar akustik yang menyentuh sewaktu pentas seni tahun lalu. Banyak wanita jatuh hati padanya. Tetapi aku tidak pernah tahu sejak kapan mereka dekat. Melihat mereka bertemu saja belum pernah sebelumnya, sekalinya melihat ketika menghentikan laju sepeda kami waktu itu.

Mengapa hatiku harus merasakan hal sesakit ini? Mengapa diriku dilanda kebingungan yang luar biasa? Semua terasa memuakan dan sangat tidak mengenakan. Aku coba menampik dan abai, tapi rasa itu semakin bergejolak.

Hari ini libur sekolah. Jadi aku tidak mengapa untuk bermalas-malasan dan masih setia di pembaringan. Padahal biasanya aku bangun pagi dan membantu ibuku.

"Tok-Tok-Tok!"

"L, udah bangun belum?"

Rupanya ibu membangunkan aku. Dengan lunglai aku membuka pintu kamar. Ternyata ibu bersiap untuk ke pasar.

"Eh, udah bangun. Kirain belum, biasanya L bangunnya pagi banget."

"Iya, bu. Lagi nggak enak badan."

"Lho? Kamu sakit, L? Ibu antar berobat ya?"

Ibuku mengecek suhu tubuhku dengan memegang dahi dan leher.

"Nggak apa-apa, bu. Cuma capek sedikit aja karena sekolah kemarin."

"Beneran?"

"Bener, bu. Nanti juga sembuh."

"Ya udah, ibu tinggal ke pasar dulu ya."

Aku mengangguk dan menuju kamar mandi. Rasanya aku membutuhkan guyuran air untuk meredakan betapa panasnya hatiku. Meski aku tahu itu tidak efektif, setidaknya dapat mengurangi rasa malasku.

Usai membersihkan diri, aku duduk di teras dan memandangi sekitar. Suasana di sekitar rumah masih cukup asri. Terdapat berbagai macam tumbuhan di berbagai sisi.

Halaman rumahku cukup luas dan ini adalah rumah warisan dari almarhum kakek dari pihak ayahku. Tidak terasa dua tahun sudah ayah dan kakak laki-lakiku merantau ke negeri orang. Mereka menjadi tenaga kelistrikan di sana. Dahulu ada seorang tetangga yang menawarkan dan berhubung mereka mampu maka mereka ambil tawaran itu meski belum pulang selama dua tahun ini.

Tiba-tiba ponselku berdering. Ponselku tadi kuletakan di meja kecil yang berada di sampingku. Di layar ponsel terdapat wajah dari Risa, sahabat yang mendebarkan hatiku.

Namun tidak langsung aku jawab. Aku biarkan dahulu karena ingin tahu seberapa penting teleponnya kali ini. Tidak lama kemudian ia menghubungi dengan video-call.

Aku menjawab panggilan video itu.

Risa
"Pagi, L."

Levania
"Pagi juga, Ri."

Risa
"Kamu lagi apa, L?"

Levania
"Lagi santai di teras."
"Ada apa, Ri?"

Risa
"Oh gitu, aku mau ajak kamu jogging."

Sejenak aku terdiam untuk memikirkan ajakannya. Namun wajahnya membuatku iba dan ingin bersamanya. Akan tetapi jika mengingat kejadian kemarin membuatku merasa sakit.

Risa
"Hallo, L?"
"Gimana? Mau ya?"
"Please! Temenin aku jogging."

Levania
"Ya udah, kalau gitu."
"Aku telepon ibu dulu ya, lagi ke pasar."

Risa mengangguk dan mengakhiri telepon. Kemudian aku menghubungi ibu untuk meminta izin dan diperbolehkan. Sementara ibu selalu membawa kunci rumah cadangan memang jadi aku tidak khawatir meninggalkan rumahku yang tidak begitu besar ini.

Aku berjalan dan menemui ia yang sudah berada di teras rumahnya. Dari kejauhan ia melambaikan tangan dan menyerukan namaku. Aku tersenyum melihatnya yang begitu ceria.

Setelah aku sampai di depan rumahnya maka ia langsung menarik tanganku. Setelah izin pada kedua orangtuanya maka kami pergi bersama menikmati pagi. Seketika tubuh ini menjadi segar kembali melihatnya ada di dekatku.

"L, kamu baik-baik aja kan?"

"Iya, memang kenapa?"

"Aku takut aja kalau kamu sakit."

"Maksud kamu?"

Ia tidak menjawab dan berusaha lari di depanku. Aku mengejarnya yang terus berlari sembari meledek diriku yang memang agak payah dalam berlari. Ia gadis yang cukup cepat dalam hal berlari maka tidak heran ketika SMP pernah memenangkan lomba lari tingkat kecamatan dan mengalahkan puluhan peserta lainnya. Kecuali dalam menuruni bukit, aku pemenangnya.

Kini posisi ia benar-benar jauh dan aku sudah kelelahan sehingga bersandar di bawah pohon rindang yang ada di sebuah padang rumput. Kemudian ia mendekatiku yang sudah kepayahan ini. Risa berlari sembari tersenyum.

"Kamu payah, L. Masa gitu aja udah capek."

"Kamu aja yang kecepetan, Ri."

"Alasan. Ya udah, ni minum dulu."

Ia memberiku tumbler berwarna biru tua dan merupakan tempat minum favoritnya. Sebenarnya itu cinderamata yang diberikan oleh ayahku ketika mengirim paket ke Indonesia. Aku juga memiliki yang serupa.

"Makasih ya, capek banget. Mulai panas juga cuaca."

"Iya, sama-sama. OK, kita sudahi jogging kita kali ini."

"Hore! Kalau gitu, sini aku elapin keringat kamu ya. Kasihan."

Aku membawa handuk kecil di tanganku dan menyeka keringat yang terus mengucur dari keningnya. Ia tersenyum kecil dan aku sangat menyukai senyumannya, sekecil apapun. Sangat manis dan membuat hatiku merasa hangat.

Setelahnya aku membaringkan tubuh di atas rerumputan. Begitu juga dengan Risa. Kumemejamkan mataku dan meresapi suasana sekitar yang disertai semilir angin yang membuatku lena.

Namun, tidak lama aku membuka mata dan melihat Risa melakukan hal serupa. Wajahnya begitu manis bila dipandang seperti ini. Refleks senyuman terukir di wajahku. Entah sudah berapa banyak senyuman terbaik aku beri padanya. Memang hanya dia yang membuatku begitu.

Aneh? Memang. Tapi itu yang aku rasakan.

Menatap wajahnya membuatku berbisik dalam hati. Aku betah berlama-lama memandangi ia meski tanpa kata. Aku begitu bahagia dan nyaman bila bersamanya.

Tanpa sadar intuisi menuntunku untuk mencium keningnya dan membelai lembut pucuk kepalanya. Rupanya ia tertidur. Sungguh aku sangat sayang padanya meski aku belum tahu perasaan seperti apa untuk mengartikannya.

Tuhan, aku sangat menyayangi ciptaanMU satu ini. Namun rasa bimbang begitu kuat menyelimuti hati. Rasa apa ini?

Bersambung...

Salam Sayang
Canimangel (Q)
Senin, 27 April 2020
07.00 WIB

LKde žijí příběhy. Začni objevovat