L (27)

1.9K 310 49
                                    

"Satu dalgona coffee-nya, kakak."

Tiba-tiba lamunanku buyar seketika.

"Eh iya, mas. Makasih."

Memang aku memesannya untuk menemani aku di kafe ini. Kulihat arloji dan menunjukan pukul tiga sore lewat lima belas menit. Kini aku sedang menunggu seseorang. Setelah beberapa menit kemudian ia datang dan memegang bahu kananku.

"Hai, Risa! Udah lama?"

Aku menggeleng, "Eh kamu. Nggak kok. Ayo duduk dulu."

Ia mengangguk dan duduk sembari menaruh tas ranselnya. Ia memang baru saja pulang kuliah. Aku melihatnya yang kelelahan dan buliran keringat nampak dari dahinya.

Aku inisiatif untuk mengambil tisu yang berada di atas meja kayu berwarna hitam polos ini. Kemudian ia melihatku yang sedang menyeka keringatnya. Tidak lama tanganku digenggam olehnya dan seketika itu pula jantungku berderu merasakan kelembutan tangannya.

"Makasih, Ri. Aku bisa sendiri kok. Ngomong-ngomong ada apa kamu mau ketemu aku di sini?"

"Pesan minum atau camilan dulu aja, L. Nah, baru deh kita ngobrol. Kamu keliatan capek."

"Lumayan, tadi ada praktek. Terus di jalan kan panas. Kamu naik apa ke sini?"

"Taksi online. Pesan gih, kasihan kamu gerah gitu."

"Oh gitu, syukurlah. Iya, aku pesan nih."

L mengangguk dan memesan beberapa menu. Ia terus menyeka keringatnya. Namun beberapa menit kemudian ia mulai tenang karena suasana kafe memang sejuk dengan adanya air condisioner.

Setelah menu pesanannya datang maka kami melanjutkan obrolan kembali. L menatapku dengan tenangnya. Sedangkan aku menjadi gugup ditatap seperti itu terlebih kami sudah menjadi mantan selama tiga bulan belakangan. Waktu memang cepat sekali berlalu.

"Risa? Kenapa jadi ngelamun?"

"Hehe, maaf ya. Aku kangen natap langsung kamu seperti ini, L."

"Haha, kamu bisa aja. Ada apa sih sebenarnya?"

Aku menarik napas perlahan sebelum melanjutkan. L memandangku sembari memakan kentang gorengnya. Aku berusaha relaks dan melanjutkan pembicaraan.

"Aku, hmm. Itu, L."

"Iya, kenapa? Hmm?"

"Aku masih penasaran gitu."

"Tentang?"

"Tentang goreng, eh!"

"Hahaha, kamu lagi ngelawak? Kok jadi nervous gitu sih?"

Sungguh hatiku jadi dag-dig-dug di hadapan L. Rasanya seperti pertama kali menyatakan perasaanku. Padahal kami sudah mengenal lama dan pernah menjalin kasih selama dua tahun.

"Kalau boleh tahu."

"Iya? Kenapa?"

"Hmm, tunggu ya. Aku mau ke toilet dulu."

Secepat kilat aku menuju toilet. Sungguh aku benar-benar gugup di hadapan L kali ini. Ketika sampai di dalam bilik toilet, aku hanya bergulat dengan pikiranku.

Padahal dahulu, aku yang menyatakan rasa padanya tapi kini nyaliku terasa ciut. Terlebih L santai sekali padaku dan dengan senyuman manisnya seperti biasa. Itu semua membuat hatiku makin tak karuan.

Beberapa menit aku di dalam toilet tanpa melakukan apapun selain mondar-mandir. Sesekali aku menggigit bibirku karena memang terasa gugup dan ragu. Sejujurnya aku ingin menanyakan perihal hubungan percintaannya saat ini.

LWhere stories live. Discover now