15

322 22 0
                                    

"Luka itu lagi."



Sayang Mamah pergi ke Singapura 5 bulan, Mamah gak pulang. Kamu jaga kesehatan, maaf sayang Mamah tadi buru-buru gak sempat pamit sama kamu. Bos Mamah telepon harus hari ini banget.

Maafkan Mamahnya, Nak, ini semua untuk kamu juga. Mamah sayang Acha selalu.

Acha membaca sekilas isi surat tersebut kemudian meremas kertas itu. Membuangnya ke tong sampah yang berada di sudut ruangan. Akan tetapi Acha mengambilnya lagi, meletaknya di sebuah kotak yang berisikan surat dari sang Mamah sewaktu akan pergi, kotak itu hampir penuh. Mungkin lebih dari ratusan surat yang dia simpan.

Surat tak bermakna tak memiliki arti apapun juga.

Acha membuka lagi lembaran-lembaran suratnya telah dia remas dari tahun sebelumnya. Kata-katanya masih sama. Itulah yang selalu Mamahnya tuliskan akan tetapi kata-katanya ada yang sedikit berbeda.

Makna surat memang tak tersirat, Nak, tapi suratlah yang mampu Mamah berikan padamu. Hidup ini emang tak hanya berkomunikasi semata, hidup Mamah hanya pada surat itu dan juga kamu. Mamah gak bisa mengungkapin semuanya lewat mulut, Mamah gak bisa sayang, Mamah gak kuat. Mungkin kamu ingin seperti keluarga orang lain? Mamah juga mau tapi apalah daya Mamah sayang. Mamah sayang Acha.
Selamat ulang tahun sayang, selamat beranjak dewasa.

Happy birthday sayang. Mamah Sayang Acha selalu.

Acha kembali meneteskan air mata kemudian tangan kanannya menyerka pipi yang sudah penuh dengan air mata kekecewaan.

"Cha gak butuh uang, Cha hanya butuh Mamah. Sudah cukup Ayah yang ninggalin. Mamah jangan ninggalin Acha sendirian. Cha, takut Mah, Dunia luar begitu mengerikan. Acha hanya mau Mamah ada di samping Acha detik ini. Mengapa Mamah selalu pergi? Saat Acha butuh untuk berlindung,  sekedar bicara empat mata. Acha kangen dipeluk Mamah, hiks." Acha memeluk lututnya dengan erat sembari menangis sangat kencang untung saja di kamar itu kedap suara.

Acha kembali membuka surat lainnya surat yang sedikit sudah lusuh di makan usia hampir empat sampai lima tahun yang lalu kemudian ia membacanya dengan perlahan.

Sayang jangan nangis mungkin Bi udah tenang di alam sama. Kalau Acha sedih nanti Bi-nya ikut sedih, jangan sedihnya sayang. Maaf Mamah harus pergi keluar kota saat kamu secara kehilangan.

Maafkan Mamah, Nak, maaf.

Bibir gadis itu terangkat membentuk senyuman di lengkapi oleh air mata di pipinya.  "Bi apa kabar? Cha kangen sama Bi. Kalau Bi masih ada pasti kita akan berteman, ataupun akan menjadi sepasang kekasih. Bi, kenapa pergi saat Acha butuh?  Cha kalah Bi oleh waktu ... Acha kalah, Bi. Acha tersiksa, rumah ini penuh keheningan. Acha gak suka, Bi, Acha kangen. Kangen banget semoga kita bisa bertemu lagi, ya, Acha sayang banget sama, Bi." Gadis itu tersenyum sekali-kali dia tertawa seperti orang gila.

Acha menyerka air mata di ke-dua pipinya. Dia tak boleh lagi menangis seperti ini. Dia harus kuat dengan keadaan seperti ini, berpura-pura kuat di depan semua orang. Dan, menangis dalam kesendirian.

Dering ponsel terdengar, dia menyerka air mata di pipinya. Rupanya satu pesan masuk dari Febrian, no laki-laki itu masih dengan nama asal dia belum merubahnya.

[Tidur, Bol]

Acha mendengus kesal, Febrian selalu saja menambahkan kata cebol di setiap ucapannya.  "Ngapain dia chat gue malam-malam begini."

"Tau gue lagi nangis gini, ngerusak momen aja."

Acha mengambil tisu di atas nakas, membuang ingus di hidungnya. Melempar asal tisu itu ke lantai, tangannya kembali mengambil ponsel yang di simpan tadi.

Tangannya mengetikan sesuatu membalas pesan yang tadi laki-laki itu kirimkan kepadanya.

                                                             [Nanti]

[Tidur sekarang!]
[Apa butuh gue nyanyiin nina bobo?]

Gadis itu mengernyitkan keningnya. "Sialan, emang gue anak kecil apa."

Acha bingung tak pernah melihat Febrian bernyanyi di kelas maupun di perlombaan lainnya. Gadis itu tersenyum kalau nanti Febrian benar-benar bernyanyi untuknya. Gadis itu harus siap-siap menutup telinganya dengan bantal ataupun benda yang bisa menyelamatkan telinganya.

  
                                  [Sorry, gue engga minat denger lo nyanyi apalagi lagu nina bobo]

Acha mendengus kesal, dia bertanya-tanya di dalam hatinya. Apa dia bocil hingga di nyanyikan nina bobo?

  
[Terbiasakan]

                                       [Mana bisa]

Acha terdecak. "Shit, tapi gue kepo suara dia gimana. Ah, pasti jelek kayak mukanya."

[Suara gue mahal]
[Belum waktunya gue nyanyi, liat aja suatu saat nanti gue nyanyi buat lo tapi nanti tunggu aja. It's oke!]

"Bacot banget jadi cowok."  Acha  melempar bantalnya ke lantai, bercampur dengan tisu yang berserakan di lantai.
       
                                                                       [Bct]

[Tidur, Besok gue tunggu lo]
[Di gang biasa, Awas gak datang]
[Gue gak dikasih permen.]

"Tunggu di gang? Dasar cupu beraninya jemput cewek di panggang," decak Acha. Gadis itu mendengus sebal, rupanya laki-laki itu mempermainkannya dengan tingkah menyebalkan seperti sekarang.

                                    
  [Cih, gue bukan anak kecil lagi kali. ]


"Astaga, gue engga bocil Bian!"

[Permen cocok buat lo yang pemarah.]

Gadis itu ternyawa saat melihat pesan yang masuk di ponselnya. Ada-ada saja dia, dirinya Emang sensitif, pemarah.

"Sialan, gue lupa lagi nangis tadi."

-

Laki-laki menyandarkan tubuhnya, keningnya mengerut saat pesan yang di kirimnya tidak mendapatkan jawaban hanya ceklis dua berarti di lihat tanpa di balas.

"Udah tidur, kali s cebol?"

Febrian mengangkat bahunya acuh, laki-laki itu melihat kearah dinding waktu masih menunjukkan pukul sembilan malam.

"Tapi masih jam segini, mungkin dia kecapean."

Jiwa-jiwa Fadil menular padanya, dirinya benar-benar  dengan gadis itu sekarang. Ia mengirim pesan singkat, tiga kata.

|good night baby|

Ceklis satu artinya tidak aktif, laki-laki menghela napas gusar. Dia menghapus lagi pesannya untuk semua orang.

Anda telah menghapus pesan ini.

Febrian menggelengkan, tingkahnya begitu menyebalkan lebih  menyebalkan jika bersama dengan Acha.

"Selamat malam, Cha, semoga tidurnya nyenyak. Jangan lupa mimpiin guenya, Cha. Good night baby," ucap Febrian mengecup foto gadis yang berada di dalam ponsel
sebelum menutup ke-dua matanya.

"Selamat malam Hany." Febrian mengecup kepala Hany, lalu memasukkannya lagi ke dalam kandang. "Tidur, babe!"

Laki-laki memilih mengucapkan dari jauh. Biarlah jarak yang memisahkan mereka dan biarkanlah malam yang menyampaikannya kerinduan kepadanya.

Salam hangat dari pencinta malam. Pencinta yang bisa mengucapkan kata-kata tapi tidak ada balasan. Pencinta yang hanya mampu memandang tanpa dipandang olehnya. Dan, pencinta yang hanya bisa memberikan cinta tanpa dia menerima cinta darinya. Selamat malam untuk sang pencinta, semoga kelak anganmu bisa menjadi nyata.

Acha Where stories live. Discover now