23

298 19 0
                                    


"Gue engga akan biarin lo sendirian."


"Turunin gue di sini!" Acha menatap Febrian dengan tatapan tajam. Laki-laki itu pun menghentikan mobil yang di pertigaan jalan yang sudah sepi oleh kendaraan maupun orang. Acha turun dari mobil dan menutupnya dengan keras membuat laki-laki itu tersentak.

Febrian Menstarter mobilnya, meninggalkan Acha sendirian disana. "Sial, beneran ditinggal gue, Bian sialan!" Acha mengusap wajah kasar sesekali mengoceh sendiri.

Febrian tidak meninggalkan tempat itu, laki-laki itu tak mungkin meninggalkan seorang gadis itu di tempat sepi. Dia bersembunyi di dekat persimpangan di sana dekat dengan Acha berdiri namun terhalang oleh pohon.

Netranya masih tertuju padanya dan juga memerhatikan setiap gerak-gerik gadis di sembrang sana. Kening Febrian mengernyitkan saat melihat Acha mengambil sesuatu dari tasnya—ponsel. Terlihat seperti berusaha menghubungi seseorang yang bisa membawanya pergi dari sini.

"Dia telepon siapa?"

Acha kegirangan saat ponselnya hidup dan Siska bisa menghubungi.  Febrian keluar dari mobilnya, dia berjalan lebih dekat dengan Acha dan bersembunyi di balik pohon dekat dengan Acha berdiri.

"Buruan, jemput gue!" ucap Acha membuat kening Febrian mengernyitkan bingung.

"Gue engga akan ninggali lo sendiri, Cha, di sini. Gue akan tunggu sampai lo ada yang jemput kalau engga ada gue bakal balik lagi jemput lo."

Acha memutarkan bola mata dengan malas. "Jangan banyak nanya buruan, gue takut sendirian di sini, bego!" Acha mengusap wajahnya kasar, terlihat raut ketakutan mendominasi di wajahnya.

"Di pertigaan, jalan angrek. Buruan gue takut." Acha menghela nafas panjang, untung saja Siska bersedia menolongnya saat ini.

Beberapa menit kemudian, mobil berwarna hitam berhenti dihadapan Acha berdiri. Membuat senyum di wajah Febrian terpancar keluar. "Syukur ada yang mau jemput dia. Tapi siapa yang jemput dia  udah malam gini?"

"Siska," gumamnya setelah melihat seorang gadis membukakan pintu mobil.  "Maaf, gue tadi bercanda dan buat lo ketakutan. Gue cuma mau ngetest lo dong." Febrian bersuara setelah melihat mobil Siska melesat membelah jalan.

___

                  

"Baru pulang, Kak?"

 
Nada mengerutkan keningnya, saat melihat anaknya tampak tidak ada tenaga beberapa hari ini. Wajahnya murung bahkan tersenyum saat ini jarang,  Febrian mengangguk, mencium pundak tangan sang Bunda yang usianya hampir setengah abad akan tetapi keliatan awet muda dan juga segar bugar.

"Dari mana dulu, Kak?"

Febrian mencium pipi kanan Bundanya. "Biasa, Bun."

"Kak, kok Acha gak ikut ke sini lagi, kalian lagi berantem?" Nada menarik tangan Febrian supaya mengikuti langkah kakinya dan kemudian mendaratkan pantatnya di sofa.

Febrian tersenyum. "Hm. Ada sedikit masalah." Netranya memandang sudut ruangan dengan tatapan sendu.  "Ditolak? Kak." Nada merhatikan setiap sudut wajah sang anak dengan cermat.

Febrian kembali tersenyum kecut. "Mungkin Bian bukan selera dia." Febrian merubah posisinya kemudian mendaratkan kepalanya di atas paha sang Bunda yang sudah tak dia rasakan beberapa tahun ke belakang.

Nada mengusap rambut sang anak dengan lembut, mulai menyisir rambutnya dengan jari-jarinya dengan hati-hati.

"Jangan nyerah Kak, dulu Papah kamu juga gitu loh. Udah Bunda tolak berulang kali tapi tetep Papah kekeh banget sama Bunda. Akhirnya kamu juga tau kak, Bunda akhirnya luluh sama sifatnya."

Acha حيث تعيش القصص. اكتشف الآن