38

236 17 0
                                    


"Ayah!"

Semua orang terperanjat kala mendengar suara pintu terbuka dengan keras. Menampilkan seorang gadis dengan pakaian rapih membuat para sahabatnya mengernyitkan keningnya, bingung. Dan bertanya-tanya di dalam hatinya. Dia mau pergi ke mana?

"Lo mau kemana, Cha?" tanya Putri, orang yang pertama yang bertanya kepadanya. Dengan mata yang mengecil menatap Acha saat itu.

"Pergi," ucapnya singkat sembari mengunakan kacamata hitam untuk menutupi mata bengkaknya.

"Ke mana?" tanya Febrian sembari berjalan menuju kearah Acha.

"Ke alamat ini," jawab Acha sembari menunjukkan kertas di tangannya kepada Febrian.

Deg

Laki-laki itu menelan saliva susah payah, ia tau alamat ini. Alamat ini adalah alamat Ayah-nya Acha yang beberapa tahun lagi pernah dia kunjungi ke sana.

"Mau kita anter?"  Siska  merangkul pundak sahabatnya.  Acha mendongak ke arah Siska sembari menaikkan satu alisnya. "Emang engga keberatan kalau kalian anterin gue ke alamat ini. Alamat ini jauh loh."

Mereka menggeleng sembari tertawa terkikik. "Astaghfirullah, Cha. Lo ini,  emang kita ini siapanya  lo sih. Jangan canggung sama kita, kita 'kan sahabat lo Cha engga perlu canggung-canggung sama gue."

Acha tertawa nyaring. "Hehhee, iya. Yaudah kalian siap-siap dulu, gue nungguin di sini."
Mereka mengangguk paham, beranjak ke kamarnya masing-masing untuk mengganti baju.

"Lo engga ganti baju?" tanya Acha kepada laki-laki yang masih diam di sampingnya. Pakaiannya masih amburadul, celana jeans hitam dan tak lupa kaos putih yang memperlihatkan jelas bagian dalamnya. Tak lupa, rambut acak-acakan.

Febrian menggeleng. "Yakin?"  Gadis itu berkacak pinggang, sembari menatap laki-laki itu dari atas hingga bawah.

Laki-laki itu mengangguk lalu terkekeh. "Engga mandi pun tetap ganteng." Ucapan dari mulut laki-laki itu membuat Acha berdecak, dia memang selalu menyombongkan dirinya. Belagu!

"Ganti sono buruan sebelum yang lain datang."  Acha  mendorong tubuh laki-laki itu supaya beranjak dari sini dan mengganti bajunya.

"Engga."

"Ih, cepetan."

"Cium dulu dong," titah Febrian sembari menunjuk pipi kanannya.

"Engga!"

"Beneran nih engga mau? yaudah deh kalau engga mau, gue tetap di sini engga akan ganti baju." Tangannya masih menunjuk pipi kanannya, minta di cium. Gadis itu mendecak kesal, laki-laki dihadapannya  begitu menyebalkan sekarang.

Acha menghela napas pasrah, tangannya menyentuh wajah laki-laki itu tepat pada matanya. "Iya deh, tutup mata lo dulu."

Gadis itu mendekat kearahnya, mendaratkan bibirnya pada pipi kanan milik Febrian, membuat laki-laki membeku di tempat. Sebenarnya, dia tadi hanya bercanda tapi nyatanya gadis itu benar-benar mencium pipinya. Gadis memalingkan mukanya, ini sama seperti yang dia sering baca di novel. Seorang gadis yang berani mencium seorang badboy.
Tapi mengapa caranya aneh ketika mencium pipinya?

"Makasih." Febrian mencuri cium di pipi kanannya.

"Lo!"

Febrian tertawa.

_

"Cha, bener ini rumahnya. Gede banget." 
Mata gadis itu berkeliling melihat bangunan mewah dihadapannya.  Rumah ini bernuasa eropa dan lupa warna cat rumah ini membuatnya tampak indah dan juga nyaman.

Acha Where stories live. Discover now