40

282 17 0
                                    

"Jadi dia?"



"Siapa dia?"

Andrean tersenyum seraya mengelus pucuk rambut anaknya. "Ayah engga bisa kasih tau  siapa dia, yang jelas Ayah ingin dia yang mengatakan sendiri siapa dirinya."

Acha mengangguk. "Kenapa dia engga jujur sama Acha?" 

Andrean kembali menggelengkan kepalanya sambil tersenyum manis. "Karena dia memiliki alasan sayang, sama seperti Ayah yang meninggalkan Mamahmu."

Acha mengangguk, dia harus menunggu orang itu mengatakan sejujur-jujurnya. Mungkin kenyataannya tak akan menyakitinya kelak jika dia tau  sebenarnya.

"Ayo, masuk mereka pasti tunggu kita di dalam," ucap Andrean. Acha mengangguk paham, dia mulai beranjak dari duduknya dan berjalan masuk ke dalam rumahnya.

___

"Kalian nginep aja di sini, ya," pinta Andrean dan diangguki oleh Salsa—ibu sambung dari Acha. Mereka mengangguk paham, orang tua mana yang ingin jauh-jauh dengan  yang sudah mereka tunggu bertahun-tahun.

"Iya."

Acha melirik ibu sambungnya dengan tatapan sulit diartikan, ada rasa canggung dan juga takut jika Ibu sambungnya tidak suka dengannya.

Andrean membisikkan sesuatu. "Ibumu baik, dia tidak akan mengigitmu." Gadis itu  tersenyum tipis,  ia mendekati Ibu sambungnya yang sedang mengobrol dengan Siska dan di gendongannya terdapat Kino yang sedang memainkan tangannya sendiri.

"Bun!" panggil Acha membuat Salsa menegang. Hatinya menghangat, anak yang diceritakan suaminya mulai menerimanya dan dia sudah berjanji menjadi Ibu sambung yang baik untuknya kalaupun dia jauh darinya.

"Iya, sayang, duduk sama Bunda di sini." Salsa menitihkan air matanya, terharu. Sudah lama dia menantikan saat-saat seperti ini akan terjadi.

Acha mengangguk. "Maaf, Bun."  Salsa mengangguk paham.

"Kino sama Kakak, yuk. Berat loh kamu!" Pertama kalinya  Acha mengajak komunikasi Adiknya, ia merentangkan tangannya mengambil Kino dari gendongan Salsa. Adiknya tampak tenang dipangkuannya sembari menaikan rambut Acha yang tergerai.

"Kakak sayang sama kamu."

Salsa beranjak dari duduknya. "Aduh tuh 'kan Bunda jadi lupa bawa minum buat kalian."

"Siska sama Putri bantu Tante, ya." 

"Jangan, Tante bisa sendiri masa tamu di suruh ke dapur," tolaknya dengan halus. Siska tertawa canggung. "Engga apa-apa Tante kita malah senang bisa bantu
Tante."

Salsa menghela napas pasrah, sifatnya sama seperti gadis di depannya cerewet dan  keras kepala. "Yaudah, kalau kalian maksa mau bantu."

"Ayo."

Mereka saling  pandang kemudian Siska pun mengangguk, mengikuti langkah di depannya menuju ke dapur.  "Achel sini sama Kakak," titah Acha, tangan mungil menunjuk wajahnya sendiri.

"Achel?"

Acha mengangguk, kemudian tersenyum menit Achel sedang berjalan ke arahnya duduk di sampingnya. "Apa kak Acha benar Kakaknya Achel?"

Acha tersenyum. "Iya." Ia smengelus  pucuk rambut milik sang adik dengan lembut.

"Jadi, Achel punya kakak?"

Acha mengangguk membuat senyum merekah di bibir adiknya itu, bahkan Adiknya tak malu berjoget kegirangan. Membuat Acha meringis melihat kelakukan sang adik.

Acha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang