Perfect- 12

905 69 5
                                    

Astaga! Gue meleleh.

Kedua iris biru tua milik Selena tidak bisa lagi menatap ke arah lain. Pandangannya terkunci pada Edgar yang sampai sekarang masih meniupi keningnya dengan teliti.

"Edgar?"

Dan setelah mendengar kata itu, Edgar segera menghentikan aksinya. Selena hanya memutar bola matanya malas.

Kenapa tuh cewek mesti muncul sekarang, sih? Ngerusak momen gue aja.

Maureen menghampiri keduanya dengan tersenyum ramah. "Ada Selena juga? Gak masuk kelas emangnya?"

Tadinya Selena masih bete dan berniat mengacuhkan Maureen. Tapi perkataan 'sahabat Edgar' barusan membuatnya berpikir ulang.

"Oh my gosh! Gue kan sekarang ada tes lisan sama Bu Irma. Bisa mati kalau telat," ia panik sendiri lantas memilih berlari untuk segera menuju kelasnya.

"Hati-hati, Sel!"

Baru saja Edgar meneriakan kalimat itu, di detik kedua ia sudah mendengar sebuah benturan. Dan disusul oleh ringisan cewek itu.

"Aw, aw, aw!" ia mematung seketika menetralkan kepalanya yang agak sedikit pusing. Kemudian sebelah tangannya mengusap dahinya merasa ada cairan yang mengalir. Ia terkesiap begitu melihat cairan merah di tangannya. "Darah?"

"Sel, lo gak pa-pa? Lo-- luka, Sel," ucap Maureen yang baru saja menghampirinya. Ia terlihat begitu khawatir.

Apa tadi Selena baru saja berpikir soal fake friend? Karena nyatanya ada beberapa orang yang sama sekali tidak mempedulikan kesempurnaan sosok Selena Magdalena.

"Gak pa-pa lo buta?! Udah jelas-jelas gue kebentur. Sakit ini!" bentak Selena.

Ia tidak bisa lagi berpikir jernih. Di satu sisi ia harus segera ikut tes lisan. Tapi di sisi lain kepalanya masih pusing. Dan yang lebih buruk, Lydia akan mengadakan sidang dadakan soal dia yang tidak ikut tes atau soal dia yang mendapatkan luka itu.

Jadi Selena harus apa?

"Lo tuh, ya. Udah luka gini masih aja bisa marah-marah. Lagian ceroboh banget, sih pake lari-lari. Ya udah mending sekarang lo ikut gue ke UKS," ucapnya dengan nada tinggi.

Satu hal yang tidak ia tahu. Maureen dari tadi menyadari, kalau marahnya Edgar adalah bentuk kepeduliannya pada Selena. Jadi apa Selena akan menjadi cewek selanjutnya yang bisa mendapatkan perhatian Edgar?

"Mana bisa ke UKS, sih?! Tes gue gimana?" balas Selena yang otaknya masih memutar penjelasan apa yang harus diberikan pada Lydia nanti.

Edgar berpikir serjenak lantas menatap Maureen yang masih menatapnya. "Mau, lo tolong bilangin ke kelasnya Selena kalau dia sakit dan gak bisa masuk kelas. Bilangin entar surat keterangannya nyusul."

Baru saja Maureen membuka mulut, Edgar sudah pergi dengan menyeret tubuh Selena yang tetap ingin masuk kelas. Dasar Edgar. Orang sakit malah diseret.

Maureen masih membisu di sana. Tapi segera mengulas senyum begitu keduanya menghilang dibalik tembok. "Sebentar lagi, Edgar. Sebelum kepedulian lo itu berubah jadi sebuah perhatian yang biasanya lo kasih ke gue."

Ia terpaku cukup lama tapi segera sadar kalau ia harus menemui Bu Irma di kelas XI Bahasa 1.

***

"Edgar, kenapa lo malah bawa gue ke UKS? Tes nya gimana?" Selena panik sendiri. Dari tadi ia menggigiti kuku jarinya sendiri.

Entah sudah berapa kali ia mengeluarkan perkataan yang sama sejak tadi membuat Edgar jengah. "Lo itu bawel banget, ya? Luka lo sekarang lebih penting dari tes itu."

Perfect [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang