Perfect- 31

790 50 17
                                    

Ada yang kangen Edgar-Selena?
Maaf baru bisa menyapa kalian malam ini.
Terimakasih yang sudah membaca dan memberikan semangat pada saya untuk melanjutkan cerita yang tidak ada apa-apanya ini.
Selamat membaca

***

Edgar bersama seorang gadis yang bernama Reina baru saja melangkahkan kakinya menuju area kantin. Membuat semua murid yang ada di sana melihatnya tanpa berkedip.

Kabar Edgar jadian dengan Selena sudah merambat ke semua telinga warga sekolah. Termasuk kabar pengkhianatan Edgar. Dan kini cowok itu sudah menggandeng perempuan lain membuat mereka semakin gencar membicarakannya.

Mereka tidak suka primadona mereka diperlakukan seperti itu.

Namun Edgar hanya memandang mereka dengan sinis seperti biasa. Menjadi pusat perhatian bukan lagi hal yang mengejutkan bagi Edgar. Toh selama ia bersama Selena, mereka memang selalu menjadi pusat perhatian.

Begitu Edgar mendaratkan bokongnya di meja teman-temannya-- dekat Samuel, cowok itu langsung pindah ke dekat Junior.

"Bakso gue gak pake cabe padahal, tapi pedesnya berasa level sebelas," ucap Roland yang melihat kehadiran dua orang tak diundang namun pura-pura tak melihatnya.

"Minuman gue juga rasanya panas padahal ini es teh jeruk," balas Junior ikut-ikutan.

Bukan tanpa alasan mereka berbuat seperti itu. Semenjak pengakuan Edgar, mereka semua menjauhinya begitu saja. Seperti tak ingin melihat atau berteman dengan Edgar lagi.

Mereka hanya tidak menyangka sahabat mereka bisa berbuat sekeji itu pada seorang perempuan.

Alis cowok yang masih digeluti Reina itu terangkat, ia heran dengan kelakuan kedua temannya. "Lo berdua kenapa, sih? Mana ada es yang rasanya panas. Atau bakso yang pedes padahal gak pake cabe."

Maureen yang baru saja datang dengan semangkuk seblak juga heran dengan kedatangan keduanya. Ia mendengus. "Lo sendiri juga aneh. Mana ada orang yang nyakitin orang lain cuma untuk balas dendam."

Sorot mata Edgar kemudian mengarah pada Maureen. Cewek yang selama ini berusaha ia lindungi, ia jaga dan ia sayangi sekarang juga menyalahkannya.

Ia menatap satu-persatu teman-temannya itu. "Kalian nyalahin gue?"

Uhukk

Sontak Roland yang sedang memakan baksonya itu tersedak. "Sorry, kita gak ngomong gitu. Tapi kalau lo berasa ya-- ya udah," ia mengendikan bahu.

Gigi Edgar gemertak membuat Maureen memelototinya dengan tajam. "Lo gak bisa ngelak. Kenyataannya emang lo yang salah, kenapa gak mau disalahin? Lo sahabat gue Edgar, dari kecil. Tapi gue gak pernah tau kalau lo bisa jadi sekejam ini sama orang lain. Apa sih, yang lo pikirin? Otak lo di mana?"

Dada Maureen naik turun. Mangkuk seblak yang ia pegang disimpan dengan keras ke arah meja. Untung saja tidak pecah.

"Gu-- gue lebih baik pergi. Maaf," Reina berdiri dan melenggang begitu saja membuat Edgar mengembuskan napas dalam.

Sepertinya Reina tidak suka dengan keadaan barusan, atau justru ia merasa tidak nyaman karena teman-teman Edgar terlihat tidak menerimanya.

Edgar membenarkan jam tangannya lantas mendongak menatap Maureen yang masih berdiri. "Lo sahabat gue, Mau. Harusnya lo ngerti, sejak kematian Mama, cuma Papa yang gue punya. Meskipun dia cuma Papa tiri, tapi dia sayang sama gue dengan tulus. Dan gue gak bisa terima kalau perempuan lain nyakitin dia gitu aja."

"Tapi lo gak harus nyakitin Selena. Apa lo tau sehancur apa dia saat lo bilang soal semuanya? Apa lo tau sedalam apa dia jatuh cinta sama lo? Enggak, kan?!" ia memalingkan wajah ke arah lain. Tak ingin semakin emosi atau bahkan menerkam anak orang di keramaian kantin begini.

Perfect [SELESAI]Where stories live. Discover now