Perfect- 44

608 46 7
                                    

Sepanjang koridor menuju parkiran, Selena terus saja berpikir siapa yang melakukan teror itu padanya? Setaunya Selena tidak punya musuh. Kecuali Leo dan Tora. Tapi keduanya saat ini telah mendekam di penjara.

Selena mengeratkan pegangan pada tali tas punggungnya. Awalnya semua baik-baik saja karena dia menarik diri dari lingkungan. Dulu semua berjalan dengan monoton karena dia menolak terlibat dengan urusan orang-orang di sekitarnya.

Tapi sekarang semuanya berubah. Selena akui kalau hidupnya menjadi semakin menarik semenjak ia melibatkan diri dalam hal sekitar. Tapi ternyata bukan hanya menarik, hidupnya juga dibuat rumit.

Selena menarik napas dalam. Langkahnya tiba-tiba berhenti saat mengingat ucapan Maureen tadi pagi.

'Lo mau kasih Edgar atau enggak itu hak lo. Tapi memenuhi semua janji lo untuk membayar semua yang udah gue perbuat adalah suatu kewajiban. Dan kewajiban harus dilaksanakan'

'Kasih Edgar ke gue'

'Gue minta Edgar sebagai bayarannya'

'Bisa lo kasih Edgar buat gue?'

'LO HARUS MEMBAYAR SEMUANYA!!'

'LO HARUS MEMBAYAR SEMUANYA!!'

'Gue minta Edgar sebagai bayarannya'

Rahang Selena mengeras, giginya gemertak dan kedua tangannya mengepal. Kemarahan Selena sudah sampai pada batasnya.

Kedua kakinya bergerak dengan cepat. Dalam pikirannya, ia hanya akan menuju ke satu tempat. Kelas XI MIPA 1.

Setelah berpapasan dengan beberapa orang yang baru saja keluar kelas, Selena akhirnya menemukan apa yang ia cari.

Dilihatnya Maureen sedang tertawa bersama Edgar juga teman-temannya yang lain. Sampai kemudian Selena menghampiri kelimanya.

"Hai, Sel. Mau ngapel?" tanya Maureen dengan senyum yang masih belum luntur juga. Sama seperti kali pertama mereka bertemu dulu.

Dalam hati Selena merutuk. 'Dasar cewek ular. Depan Edgar aja sok kayak malaikat padahal aslinya kayak iblis. Najis!'

"Kenapa, Sel?" Tanya Edgar yang melihat pacarnya itu hanya diam. Padahal Edgar tahu, Selena tidak mungkin datang kalau tidak ada keadaan yang penting.

Tatapan mata Edgar mampu membuat Selena sedikit tenang. Tapi kemudian ia mendekat dengan menatap tajam pada Maureen. "Mau lo apa, sih? Jangan main curang. Dengan gue nggak memenuhi kemauan lo, terus lo pikir bisa seenaknya teror gue, gitu? Kalau lo pikir gue takut, lo salah. Dasar cewek ular."

Keempat cowok yang ada di ruangan itu saling tatap satu sama lain tidak mengerti dengan perkataan Selena. Bahkan kalau boleh jujur, Maureen sendiri bersikap tidak mengerti dengan apa yang Selena katakan.

"Maksud lo apa sih, Sel? Teror, teror apa?" Maureen balik bertanya dengan ekspresi sendu. Percayalah, jika Maureen tidak menunjukkan watak aslinya pada Selena tadi, mungkin ia pun akan mengira kalau cewek licik itu adalah korban.

"Lo nggak usah pura-pura bego depan cowok gue dan bersikap licik depan gue. Sekarang gue mau tegasin satu hal ke lo. Sampai kapanpun gue nggak akan kasih Edgar buat lo. Dan soal teror lo itu, gue sama sekali nggak takut. Gue punya banyak backingan asal lo tau."

"Sel, sorry," Roland menjeda. Tubuhnya ia tempatkan tepat di depan tubuh Maureen berniat menjadi perisai bagi cewek itu. "Gue tau posisi lo di Gavedra, tapi bukan berarti lo bisa nuduh Maureen tanpa alasan."

Selena semakin memanas. Kedua tangannya mengepal namun Edgar segera menggenggam tangan itu. Dan perlahan amarah Selena mereda. "Gue gak nuduh. Gue bicara fakta."

Perfect [SELESAI]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum