Perfect- 36

743 50 14
                                    

"Gue nggak mabuk."

Sorot mata merah Edgar menatap tepat pada manik mata Selena. Cewek itu sedang membulatkan matanya tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Kalau Edgar tidak mabuk, artinya dia mendengar semua yang Selena katakan.

Degupan jantung Selena semakin menggila, bahkan rasanya ingin keluar saja dari tempatnya.

"Lo-- Lo beneran nggak mabuk?" tanya Selena takut-takut. Bahkan keringat dingin sudah bercucuran dari tubuhnya.

Hening. Selama beberapa detik tak ada yang bersuara. Namun kedua sudut bibir cowok itu tertarik ke atas membuat Selena menunggu perkataan Edgar selanjutnya.

"Gue nggak mabuk, gue cuma minum beberapa gelas tadi," racau Edgar yang masih bergerak gelisah ke sana kemari.

Ada sedikit rasa lega dihati Selena mendengar penuturan cowok yang sedang ia papah ini. Artinya dia benar-benar kehilangan kesadarannya.

Syukurlah, gue kira dia beneran gak mabuk tadi. Bisa gagal rencana gue semuanya.

Selena kemudian tersenyum melihat kelakuan cowok yang pernah menjadi pacarnya itu. Tidak, mereka memang masih pacaran. Bukankah di antara mereka tidak pernah ada kata putus?

Ia kemudian menggeleng. Ini bukan saatnya ia bernostalgia bersama Edgar. Nyawa cowok itu lebih penting saat ini.

"Om Tora di mana, sih? Lama banget." Selena baru ingat kalau tadi Tora akan menelpon seseorang untuk mengantar Edgar.

Ia kemudian melepas rangkulannya pada pundak Edgar dan mendudukkannya di salah satu meja kosong di sana.

"Lo jangan ke mana-mana, gue cari bokap lo sebentar," ucap Selena yang diangguki Edgar.

Cowok itu kemudian menelungkupkan kepalanya pada meja ditutupi kedua tangannya. Sementara Selena berusaha mencari keberadaan Tora.

Beberapa saat berjalan, ia melihat seorang pria yang berpakaian seperti Tora. Selena berniat menghampirinya tapi langkahnya terhenti saat lagi-lagi ia mendengar pembicaran Tora di telpon.

"Kalau bisa kamu jangan langsung antar dia ke rumah. Iya, kamu lukai dia baru antar dia. Edgar mabuk sekarang jadi tidak akan ingat kalau kalian pukuli dia."

Begitu pria itu mematikan sambungan telponnya, Selena jauh di sana sedang menutup mulutnya sendiri.

Kakinya kembali bergetar, bahkan seluruh tubuhnya mengeluarkan keringat dingin. Pikirannya berkelana ke mana-mana.

Ia menggelengkan kepalanya sendiri. Lagi-lagi tidak mengira kalau Tora bisa berbuat senekad ini. Bukankah mereka sudah memiliki perjanjian?

Selena setuju pacaran dengan bapak tua itu hanya agar dia tidak mengganggu Edgar lagi. Tapi kalau Edgar masih saja disakiti, untuk apa ia harus melakukan itu?

"Selena?"

Cewek itu mendongak menatap Tora. Sedikit terperanjat karena barusan ia sedang melamun. Namun ia segera menguasainya.

Perlahan berjalan dengan langkah gemetar berusaha menyembunyikan semua emosinya. Meski pun wajahnya tampak memucat, kondisi bar yang hanya memakai lampu kelap-kelip membuatnya bisa menyembunyikan wajahnya.

Tora di sana sudah tersenyum penuh arti padanya. "Kenapa kamu sendiri? Di mana Edgar?"

"Di sana," ucap Selena dengan tangan menunjuk tempat ia meninggalkan cowok itu tadi.

"Ya udah. Saya sudah suruh orang untuk menjemput dia."

"Saya mau pulang."

"Pulang? Tapi kita belum bersenang-senang."

Perfect [SELESAI]Where stories live. Discover now