Perfect- 26

782 52 0
                                    

Bel yang baru saja berbunyi membuat satu sekolah tiba-tiba ramai oleh banyak siswa yang memenuhi lorong dan berdesakan di pintu untuk bisa segera keluar dari penjara yang membelenggu selama tiga jam.

"Berhubung bel sudah berbunyi, kalian bisa kerjakan latihan ini di rumah dan menyerahkan pada saya pekan depan," ucap Bu Avi diiringi senyum manisnya yang berhasil memikat kaum adam.

Bahkan siswa yang tadinya mengantuk pun mendapatkan kembali kesadarannya dengan utuh. Ah, pesona guru muda itu memang begitu kuatnya.

"Bu, saya kalau disuruh nganterin ke rumah Ibu juga siap," ucap salah seorang siswa yang langsung disoraki seisi kelas.

"Huuuuu!"

"Si Aji mah modus mulu otaknya, gak kira-kira emang. Tukang jamu keliling komplek juga digadoin sama dia mah," teriak Mona dari bangkunya. Sengaja ia memelesetkan kata 'godain' menjadi 'gadoin'

Bianca tak mau kalah dan mengacungkan kedua jari jempolnya. "Fakboi sejati emang lo, Ji. Mantep, lah."

Bu Avi hanya geleng-geleng kepala. Namun pandangannya berhenti begitu melihat wajah murung Selena. Ia yakin ini bukan hanya perasaannya saja. Sebab sejak tadi cewek itu juga tampak tak memperhatikan.

Ia kemudian berjalan menghampiri meja Selena. "Ada masalah, Sel? Saya lihat dari tadi kamu nggak fokus."

"Yah, Bu, kita mau istirahat. Masa jam pelajarannya ditambahin?" celetuk seorang siswa berambut keriting.

Guru muda dengan rambut dikepang itu kemudian menoleh. "Loh, kalian kan sudah saya persilahkan istirahat. Ini bukan jam tambahan, pelajaran saya sudah berakhir."

Dan di detik selanjutnya kelas sudah berisik akibat ulah cowok-cowok yang berteriak kegirangan.

"Dasar cowok-cowok sesat. Oy berisik lo pada! Keluar aja sono, ganggu ketenteraman kuping gue lo pada," ucap Kimberly sewot.

Sengaja ia menutup telinga. Sebuah novel sudah ada di mejanya. Bisa dipastikan hari ini cewek itu akan mewek dan ketawa gak jelas.

Bianca sebagai teman sebangkunya juga heran. Sejak kapan Kimberly suka baca novel yang isinya perbucinan semua?

Selena masih mencoret-coret belakang bukunya dengan asal. "Menurut Ibu keterlaluan gak kalau kita marahin temen pacar sendiri karena doi lebih prioritasin temennya daripada kita sebagai pacarnya?"

Sorot matanya masih tak menatap Bu Avi yang sedang tersenyum ke arahnya. Ia kemudian menarik kursi kosong di samping meja Mona-- yang duduk di sebelah Selena-- dan duduk di hadapan murid kesayangannya itu.

"Kamu udah punya pacar sekarang?" tanya Bu Avi dengan nada menggoda.

"Udah, Bu. Ganteng tapi pendiem," Bianca membeo membuat Mona menyentil dahinya.

Bianca meringis dan memegangi dahinya. "Apa sih, lo? Sakit ini."

"Ya udah sih, biar Selena aja yang ngomong. Lo diem aja, suara lo gak dibutuhkan di sini," ucap Mona hampir berbisik.

Cewek dengan ikat dua itu mengejek dengan menirukan gaya Mona barusan membuat Mona memperlihatkan kepalan tangan padanya.

Selena mendengus kemudian meletakkan pulpennya. "Tapi ya gitu, Bu. Masa dia lebih memilih sahabatnya dibanding Selena. Secara ya, Bu, ini hari pertama kita jadian. Nyebelin, kan?"

"Terus kamu marahan sama dia?" tanya Bu Avi membuat Selena mengangguk.

Bu Avi menarik napas sebelum melanjutkan perkataannya. "Begini, Sel. Pacar kamu itu mungkin masih belum terbiasa dengan kehadiran kamu yang kata kamu masih baru jadian, kan? Dan temennya itu pasti lebih dulu hadir di kehidupannya dia dibanding kamu. Jadi dia masih merasa kalau prioritasnya masih temennya itu."

Perfect [SELESAI]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora