(S2) Penuh Es

164 14 5
                                    

Enbu menepi kesebuah pulau, nampak hampir seluruh pulau itu terselimuti semacam kabut aneh. Hanya beberapa bagian saja yang tak tertutupi kabut. Ia menurunkan majikannya dengan tidak santuy, karena pulau itu tertutupi salju empuk jadi tak akan sakit.

Ia duduk disampingnya dan mengambil nafas panjang, menunggu majikannya sadar pasti sangat lama. Baru saja ia berfikir seperti itu, Kureha membuka matanya dengan tidak santuy. Matanya melotot.

"Enbu~ kau menyelamatkan diriku~" seru Kureha lebay sambil memeluk Enbu.

Sejak kapan Kureha menjadi sangat lebay seperti ini?!

Enbu mengisyaratkan dirinya untuk memasuki daerah pulau itu yang tertutupi kabut.

"Uh... Nampak agak menyeramkan..." keluh Kureha.

Enbu memutar matanya dan mendorong Kureha, "Iya-iya aku bisa jalan sendiri kok. Jangan dorong-dorong gitu." ujar Kureha.

Ia berjalan pelan kearah kabut biru yang aneh itu dengan Enbu yang mengikuti dirinya disampingnya. Menjulurkan tangannya mencoba menyentuh kabut aneh itu.

Kabut itu menyala dan kabut didepannya menghilang, meninggalkan ruang sebesar dua pintu rumah. Kureha berfikir, apakah ia masuk saja? Apakah ia bisa keluar setelah masuk? Ada apa didalam situ? Enbu hanya menunggu langkah majikannya itu.

Tapi entah dari mana angin badai salju mendorong mereka masuk. "A-apa ini?!" seru Kureha kaget. Enbu juga nampaknya agak kaget, mereka terbang masuk terbawa badai itu.

Bruk!

"Badai sialan!" seru Kureha kesal.

Enbu juga nampaknya menggumam kesal.

"Hei, lubang tadi tertutup!" seru Kureha.

Ia menatap lubang yang tadinya ada menghilang tertutup kabut.

"Bagaimana caranya kita keluar nanti?!" keluhnya.

Enbu hanya menggeleng tanda pasrah, Kureha yang melihat responnya hanya bisa menghela napas.

"Baiklah, masalah nanti biarlah nanti saja dipikirkan. Dan lihatlah, pohon es? Dan rumah-rumah itu juga es!" seru Kureha kagum melihat pemandangan di depannya.

Pohon-pohon tanpa daun nampak seperti es, rumah-rumah disana nampaknya juga seperti rumah yang terbuat dari es, dan sebuah bangunan besar nampak jauh didepan sana. Nampaknya seperti istana juga terbuat dari es.

"Tetapi... Kenapa sepi sekali?" gumamnya lagi sambil melihat sekeliling. Tak ada satupun orang yang lewat, kosong.

"...mari periksa rumahnya saja.... Ayo Enbu." ujar Kureha ragu dan berjalan kearah salah satu rumah terdekat.

Tok tok tok!

"Halo...? Apakah ada orang di dalam?" ujarnya.

Tak ada jawaban.

Ia mengintip ke dalam dari jendela rumah itu, dan anehnya ia hanya melihat seperti patung es. Enbu memberikan isyarat untuk memasuki rumah itu.

"P-permisi... Saya ijin masuk..." gumamnya sambil membuka pintu yang ternyata tak terkunci itu.

Cklek....

Ia melangkah masuk, dengan Enbu yang menunggu diluar. Ia terlalu besar untuk pintu rumah itu. Kureha menerawang bagian dalam rumah yang segalanya nampak terbuat dari es. Dan diruangan keluarga, terdapat beberapa patung es dua pasangan dan seorang anak kecil saling berpelukan. Ia menyentuh patung itu, hangat... Tetapi itu es...

Ia memilih untuk keluar dari rumah itu. Semua langkah diatas ia ulangi, dan semua rumah memiliki kesamaan. Terbuat dari es, terdapat patung es yang ketika ia sentuh malah terasa hangat. Seperti... Hidup?

"Setiap rumah... Tiap patung seperti patung keluarga. Apakaha mereka sengaja meninggalkan patung es aneh itu? Tetapi, siapakah mereka itu?" gumamnya bertanya-tanya.

Ia berjalan dengan Enbu kearah istana es itu, gerbang nampak sangat besar. Ia menyentuh gerbang itu, dan ajaibnya gedbang itu terbuka. Menampakkan puluhan patung es yang berdiri diantara gerbang dan beberapa nampak berdiri dipintu masuk istana.

"Ini semua... Makin menyeramkan..." lirihnya.

Enbu mengeluskan kepalanya pada kaki Kureha dan menenangkan Kureha. "Awww kau sangat manis~" ujar Kureha sambil mengelus Enbu.

"Tunggu, kau perempuan atau laki-laki?" pikirnya.

Enbu mengerang kesal dan mendorong Kureha memasuki istana. Pintu istana ia buka, melangkah masuk sambil menengok kesegala arah. Tak ada satupun orang ataupun patung es di dalam istana.

"Kosong ya..." gumam Kureha.

"Yap! Sudah berapa tahun ya aku menjaga kota ini?"

"Kota es ini?"

"Iya! Aku hampir gila karena tak ada orang yang ku ajak bicara."

"Ys, di kota ini hanya ada pa- TUNGGU SIAPA YANG KUAJAK BICARA?!" seru Kureha kaget dan ketakutan, Enbu menggeleng.

"Hey aku ada dibawah sini!"

Kureha menunduk, makhluk kecil bersayap kini menatapnya. Ia berjongkok dan menatap ke arah makhluk itu.

"Kau ini... Peri? Eh tapi Peri tak sekecil dirimu." gumam Kureha.

"Aku ini peri buatan! Ratu Irine yang membuat diriku untuk menjaga kota ini!" seru makhluk kecil itu.

"Iya-iya, aku Kureha Haimura. Panggil saja Kureha. Boleh aku tahu namamu?" tanya Kureha.

"Feula Isterina! Panggil aku Fiela!" Ujarnya.

"Salam kenal, Fiela. Aku datang kar-"

"Tunggu-tunggu! Aku sudah tahu jadi kau tak perlu memberitahu ku lagi. Jadi tidurlah!" ujarnya sambil menyentil dahi Kureha.

Dalam sekejap ia tertidur.

"Kau! Bawa dia ikut denganku!"serunya lagi pada Enbu.

Enbu hanya menghela napas kesal, ingin ia makan saja makhluk kecil itu.  Ia menaikkan tubuh Kureha dengan sihirnya keatas tempurung esnya dan berjalan mengikuti Fiela. Si peri es berwarna biru itu membawanya ke sebuah kamar dan menyuruhnya menaruh Kureha di kasur dalam kamar itu dan menunggu dirinya terbangun.

Lagi-lagi Enbu harus menunggu Kureha sadar dari pingsan atau tidurnya itu. Enbu sabar kok, Enbu kura-kura yang baik dan sabar. Sementara itu Fiela terbang-terbang diatas Kureha dan sesekali mendarat diatasnya sambil berguling-guling bosan.

•TBC•

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 02, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Life In Another WorldWhere stories live. Discover now