Sampai dirumah Brina mengobati dirinya sendiri, luka yang diberikan Maya tidak akan menjadi beban pikirannya, Brina yakin akan hal karma dan itu mungkin akan berlaku bagi Maya dan teman-temannya.
Brina merasa miris dengan keadaannya saat ini, bahkan kedua orang tuanya tidak tahu kalau anak semata wayangnya sedang menderita, orang tua Brina selalu sibuk dengan urusan masing-masing jika pulang mereka akan ribut membahas hal yang mungkin kurang penting bagi Brina, jam menunjukkan pukul 22:13 Brina mendengar mobil mamahnya masuk kedalam gerbang.
Brina mengintip dari balik jendela kamarnya, melihat mamahnya berjalan sempoyongan bersama seorang lelaki.
"Mamah...?" Brina menangis melihat keadaan mamahnya yang mabuk-mabukan.
Brina tidak begitu mendengar apa yang mamah dan temannya bicarakan saat ini Brina sangat ingin meminta penjelasan mamahnya, setelah lelaki itu pergi Brina keluar dengan keadaan luka.
"Mamah...!" Brina sedikit menaikkan nada suaranya.
"Ohh...sayang anak ku malang sekali nak nasib kamu"
"Apa yang mamah lakuin sama laki-laki itu, mamah selingkuh?"
"Mah inget ada Brina anak mamah, mah inget mamah yang ngelahirin Brina mah!" Brina mengoyangkan tubuh mamahnya.
Tinnn...tinnn....mobil papahnya sedang menunggu untuk dibukakan gerbang, tapi Brina dan sang mamah tidak ada yang bergerak satu pun dari tempat berdirinya.
Papah Brina masuk dengan perempuan lain, dan itu berbeda dengan yang Brina lihat kemarin-kemarin.
"Papah sama mamah sama aja ya? Brina ngak nyangka kalian tega menelantarkan anak nya demi kepuasan kalian...hiks...hiks...hiks..." Brina mengusap air matanya sambil menahan marah.
"Brina...!"
Plakk...
Papahnya menampar keras Brina, hingga tubuhnya terjatuh ke lantai.
Bekas luka yang diusapnya karena Maya, kini kembali terluka.
"Ini semua salah kamu pah, kamu yang memulai ini semua dan karena kamu mamah juga udah ngak tahan sama kelaukan kamu pah!" mamah Brina mendekati Brina tapi saat ingin membantunya Brina malah menangkis tangan mamahnya.
"Udah lah mah, ngak usah peduliin Brina...hiks...hiks...mamah sama papah puasin dulu sana main-main nya. Brina mending ngak usah pulang sekalian!" Brina menaiki anak tangga menuju kekamar.
"Brina...sudah berani kamu sama orang tua....!" bentak papahnya.
"Kenapa pah, papah ngak terima Brina ngomong gitu, papah harusnya sadar papah itu panutan mamah sama Brina pah!" Brina berhenti di anak tangga ke lima.
Papahnya menghampiri Brina dan mulai memukuli tubuh Brina dengan tangannya.
"Pah...ini Brina anak papah...hiks...hiks...hiks...!" Brina mencoba menahan sakit ditubuhnya.
"Papah berhenti kasian Brina pah, Brina ngak salah dalam hal ini!" mamah Brina mencoba menolong Brina tapi tenaga yang dimilikinya kurang kuat untuk menjauhkan tangan kasar papahnya dari tubuh Brina.
Brina hanya menangis, menangis dan menangis ia berlari dikamar dan mengunci dirinya sendiri.
"Brina...tunggu nak, buka pintunya!" panggilan mamahnya pun diabaikan Brina menatap langit malam yang kosong tak ada bulan satu pun sebagai penerangannya sekarang.
"Denis?" tiba-tiba hatinya mengingat Denis, Brina mengambil ponselnya dan mulai mencari nomor telpon dengan nama D.
Mendengar ponsel berbunyi Denis mencari letak ponselnya, Denis melihat nomor tanpa nama disana.
YOU ARE READING
Ada cinta dihati Denis
Teen FictionKisah kedua remaja yang membuat kita semakin penasaran, sakit hati, sedih, dan bercampur aduk dihati kita... Seperti lampion yang menerangi malam dan kegelapan itu juga akan dilakukan Denis untuk Brina... Namun keadaan berubah setelah Brina mengidap...
