13. maafkan

5 3 0
                                    

    Setelah kejadian kemaren dihotel kini Brina kembali sumringah dengan senyum yang mengembang dan tanpa kacamatanya yang selalu ia kenakan.

    "Brina...baru berangkat?" suara perempuan paruh baya memanggil nama Brina dari belakang.

     Dengan menoleh kebelakang Brina tahu siapa yang memanggilnya barusan.

    "Iya...loe juga baru berangkat?" Brina berjalan bersama Berlin sampai kekelas.

     "Iya gue baru berangkat sama bang Denis"

    "Ohh" sembari mengangguk Brina sedikit menoleh kebelakang.

     "Loe suka ya sama bang Denis?"

   "Hah...gue...enggak" Brina sedikit menelan air liur nya.

    "Haha...udah santai aja kali sama gue ini" Berlin tertawa renyah, membuat Haris menghampiri dua wanita yang duduk dikursi depan kelas.

     "Kalian ngobrolin apa sih?" Haris duduk disamping Brina.

     "Enggak kita ngak lagi ngomongin apa-apa" Brina melirik kearah Berlin.

     Seluruh siswa kini sudah banyak yang berkerumun dilapangan karena jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, dan tanda bel sudah berbunyi upacara bendera pun akan segera dilaksanakan, membuat Brina, Berlin dan Haris harus menghentikan percakapannya yang baru saja dimulai.

     Seluruh siswa berbaris dengan rapi dengan baju putih abu-abu dan sepatu yang begitu hitam mengkilap tapi bukan berati sebagai wakil ketua kelas Brina bisa melaksanakan semuanya, ia harus berdiri dibelakang karena tidak mengenakan atribut salah satunya adalah dasi.

    "Sial..." umpat Brina.

Brina harus berdiri dibelakang dengan beberapa siswa yang juga tidak mengenakan dasi tak luput dari pandangan Brina, Denis juga berada dibarisan paling belakang, sehingga Brina berinisiatif mendekati Denis dan mengajaknya kompromi sederhana.

    "Nis...anterin gue yuk!"

Denis sedikit kaget karena melihat Brina yang berada dibarisan kelasnya dan bukan dibarisan kelas 11.

     "Eh loe ngapain?" Denis berbisik.

     "Gue lupa bawa dasi, loe gue ajak ke UKS mau ya?" bujuk Brina.

     "Eh...yang bener aja, ini udah mulai upacaranya Brina, loe ngak liat tu kepala sekolah udah berdiri mematung gitu?"

    Mendengar perkataan Denis, Brina melongok melihat kedepan.

     "Iya gue tahu ya loe..."

Brak...

   Tiba-tiba Brina terjatuh membuat Denis sontak berbalik badan dan mengendong Brina sampai ke UKS.

      "Rin...sadar dong...Brina?" Denis mencoba membangunkan Brina, tanpa Denis sadari Brina sebenarnya mendengar pekataan Denis.

     "Loe kenapa ngak bilang kalau loe sakit, hay...Rin...bangun" Denis mengoleskan minyak dikepala dan memberikan bau minyak dihidung Brina, membuat Brina sedikit bergerak dan membuat hati Denis lega.

      Brina berpura-pura pingsan dan bangun lebih lama, karena ia tahu kalau ia langsung bangun maka Denis akan tahu kalau pingsannya hanya boongan.

    "Loe sakit?" Denis memutuskan bertanya setelah Brina benar-benar siuman.

     "Iya gue sakit" dalam hati Brina, sebenarnya ia tertawa melihat Denis mencemaskannya.

     "Loe sakit apa? Pusing? Sakit perut? Atau apa?"

     "Denis..."

"Kenapa loe butuh sesuatu?"

Ada cinta dihati DenisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang