25. Lampion

2 1 0
                                    


Seperti lampion yang menerangi malam dan kegelapan, itu juga akan dilakukan Denis untuk Brina suapaya Denis tetap bisa bersama Brina dalam keadaan gelap maupun terang.

      Pagi ini Denis pergi kesekolah bersama Berlin. Denis yang melihat Berlin tak seceria biasanya merasa aneh dimata Denis.

     "Kemaren loe udah bicara sama Haris?"

     "H...em...udah"

"Dia bicara apa aja?"

       "Gue ngak tahu"

"Loh loe yang bicara kok loe ngak tahu?"

      "Gue belum menyampaikan sesuatu yang mengganjal"

      "Sesuatu apa?"

"Loe suka sama Haris?" lanjut Denis.

      Berlin menghentikan jalannya dikoridor dan menatap Denis dengan harapan kata-kata Denis ditarik kembali.

        "Maksut abang apa?"

"Ngak bermaksut" Denis mengacak rambut Berlin.

       "Kalau loe suka sama dia, gue  kasih tahu ke dia sekarang"

      "Apaan sih bang, enggak perlu"

       "Hayoo...sepupu abang jatuh cinta?"

      "Enggak bang"

"Denis...Berlin" panggil seseorang dari arah berlawanan.

      "Pucuk dicinta ulam tiba hahaha" Denis tertawa renyah melihat Haris berjalan kearahnya.

      "Ada apa?"

"Gue boleh pinjem sepupu loe ngak?"

      "Emang sepupu gue barang bisa dipenjem!" jawab Denis sewot.

      "Lin, loe gue ajak sebentar aja, mau ya?" Berlin malah menatap Denis.

      "Kenapa? Terserah"

"Okey...makasih" Berlin jalan bersama Haris dan Denis tertinggal di belakang.

"Huft...Brina, andai loe disini, gue pasti akan seneng banget" pekik Denis.

       "Denis loe sendirian?"

"Salsa, iya tadi gue sama Berlin tapi Haris bawa Berlin entah kemana"

      "Oh...boleh gue temenin?"

"Boleh"

     Denis berjalan santai menuju kelasnya bersama Salsa.

        Jam pelajaran telah dimulai tapi Berlin masih bersama Haris ditaman belakang sekolah, melihat kolam yang berada dikiri taman dengan ikan-ikan hias yang menarik.

      "Kenapa ngajak kesini?" Berlin memecah kebisuan Haris.

      "Sory, gue mau minta maaf sama loe atas kejadian kemarin dan kemarin dirumah Brina"

      "Emangnya kenapa?"

"Jujur..."

      Haris menghentikan bicaranya dan menatap Berlin.

      "Jujur saat gue liat loe waktu beberapa hari lalu dirumah Brina, entah kenapa hati gue deg-deg an, saat loe peluk gue waktu itu gue juga jujur merasakan nya, gue bilang kalau gue mau melupakan Brina dan mengingatnya sebagai sahabat, itu bener karena gue suka sama loe, loe mau kan jadian sama gue?"

      "Loe, loe nembak gue?"

"Kalau loe keberantan gue ngak akan maksa kok"

      Berlin melepaskan tangan Haris dan mulai memeluknya erat, Haris merasakan anggukan dari kepala Berlin yang membuat hatinya bersorak senang.

Ada cinta dihati DenisWhere stories live. Discover now